BACA JUGA:Pengamat Kebijakan Publik: Terbitnya HGB Pagar Laut Tak Mungkin Tanpa Libatkan Banyak Pihak
Selepas itu, awak media mencoba kembali memintai keterangan terhadap Kades yang mengenakan kemeja batik tersebut.
Lagi-lagi, sejumlah pendukungnya yang menunggu di depan Masjid langsung menjaga Kades itu dengan sangat ketat. Sehingga tidak ada yang dapat mendakati Tarsin.
Kades Kohod, Arsin langsung menaiki mobil dan diikuti belasan pendukungnya yang diduga preman-preman hingga Jaro desa Kohod.
Saat melakukan peninjauan, Nusron Wahid mengatakan, dirinya sempat berdebat dengan Kades Kohod, Tarsin.
Sebab, Tarsin menyebut dahulunya titik pagar laut yang terdapat sertifikat HGB itu merupakan daratan. Kemudian tertutup air laut setelah terimbas abrasi.
BACA JUGA:Kuasa Hukum Pemasang Pagar Laut di Bekasi Ungkap Hasil Sidak 7 Anggota Komisi IV DPR
Meski begitu, Nusron mengaku tetap membatalkan SHGB itu. Lantaran saat ini, fisik tanahnya telah hilang.
Sehingga kata Nusron, jika tanah sudah tidak bisa dilihat fisiknya maka dikategorikan sebagai tanah musnah.
"Mau Pak Lurah bilang empang. Nah yang jelas secara faktual material, tadi kita lihat sama-sama fisiknya udah nggak ada tanahnya," kata Nusron kepada awak media, Jumat.
"Karena udah nggak ada tanahnya, saya nggak mau debat soal masalah garis pantai apa nggak mau itu dulu. Itu toh kalau dulunya empang, kalau yang di sono tadi, karena udah nggak ada fisiknya, maka itu masuk kategori tanah musnah," sambungnya.
BACA JUGA:KKP Akui Belum Bisa Ungkap Sosok Pemilik Pagar Laut di Tangerang
Nusron menambahkan, pada peninjauan kali ini pihaknya juga turut membatalkan 50 bidang tanah yang memiliki sertifikat HGB dan SHM, di area tersebut.