JAKARTA, DISWAY.ID-- Program pendidikan karakter dan tanggung jawab dari Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dengan mengirim siswa 'nakal' ke barak militer menuai kontroversi.
Salah satu yang disoroti adalah definisi dari kenakalan remaja itu sendiri yang terkadang rancu dan cenderung berkaitan erat dengan nilai budaya dan subjektivitas.
Pada awalnya, Dedi menyebut beberapa kriteria anak nakal yang dikirim untuk pelatihan militer.
BACA JUGA:KPAD Sebut Program Wamil Dedi Mulyadi Perlu Kajian Mendalam
"Tukang tawuran, tukang mabok, tukang main ML yang kalau malam kemudian tidurnya tidak mau sore, ke orang tua melawan. Melakukan pengancaman," kata Dedi di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, 29 April 2025.
Selain itu juga pelajar yang tidurnya larut, sehingga bangun kesiangan, melawan orang tua, dan suka mengancam.
"Di sekolah bikin ribut. Bolos terus. Dari rumah berangkat ke sekolah, ke sekolah enggak nyampe. Kan kita semua dulu pernah gitu," tutur dia.
Kemudian, beberapa daerah yang akan menerapkan program ini juga memiliki kriteria tersendiri di luar yang telah disebutkannya.
Mereka yang dianggap bermasalah atau nakal seperti terlibat tawuran, mabuk, hingga penyimpangan seksual akan mendapat pembinaan di barak,” ujar Bupati Cianjur Mohamad Wahyu Ferdian di Cianjur, Senin, 5 Mei 2025.
Begitu pula dengan Wali Kota Singkawang yang akan memberi pembekalan bela negara bagi para pelaku balap liar.
BACA JUGA:Yon Armed 7/155 GS Tunggu Arahan Kang Dedi Soal Wamil untuk Remaja yang Suka Buat Onar
Sementara itu, Direktur Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Imran Pambudi menjelaskan definisi berbagai bentuk kenakalan yang paling umum dari berbagai informasi dan berita akhir-akhir ini.
Definisi pertama adalah taruwan antar pelajar yang menjadi salah satu bentuk kenakalan remaja paling mencolok.
"Laporan menunjukkan bahwa di beberapa kota, terutama di Jawa Barat, terjadi aksi tawuran yang bahkan melibatkan penggunaan senjata tajam," ungkap Imran dalam keterangannya kepada Disway, dikutip 8 Mei 2025.
Menurutnya, kasus-kasus seperti ini sering kali merefleksikan konflik antar kelompok atau geng remaja, yang sempat mendapat perhatian dari aparat kepolisian.