Perusahaan diketahui telah punya IUP mulai 30 Desember 2013 berlaku hingga 20 puluh tahun dengan luas yang diizinkan 5.922 hektare.
"Tapi masalahnya mulai 2024 mulai menambang bijih nikel dengan luas lahan yang ditambang 89,29 hektare," Imbuh Ratna.
"Tambang itu di luar izin lingkungan dan di luar kawasan PPKH (Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan) seluas 5 hektare di Pulau Kawe dan telah menimbulkan sedimentasi di pesisir pantai sampai akar mangrove," sambung Ratna.
BACA JUGA:Tips Anti Begah dan Mules Setelah Makan Daging Kurban, Nomor 4 Paling Sulit!
BACA JUGA:Profil PT GAG Nikel, Jadi Sorotan Akibat Kantongi Izin Garap Tambang Nikel Raja Ampat
Kemudian ada PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), perusahaan ini punya IUP dengan luas konsensi ekitar 2.194 hektare yang mencakup Pulau Manyaifun dan Pulau Batang Pele di Distrik Waigeo Barat Kepulauan.
"Tapi di catatan KLH, PT MRP ini tidak memiliki PPKH. Malah sudah eksplorasi pada tanggal 9 Mei 2025 di area Pulau Batang Pele Kabupaten Raja Ampat dengan membuat sejumlah 10 mesin bor coring untuk pengambilan sampel coring," pungkas Ratna.