Sumber-sumber anonim, termasuk pejabat pemerintahan Trump pertama dan personel militer saat ini serta mantan, mengonfirmasi bahwa Trump memberikan lampu hijau akhir untuk operasi tersebut.
Tujuannya adalah mengisi "titik buta" intelijen AS untuk mendapatkan keunggulan dalam negosiasi nuklir dengan Kim Jong-un, yang sedang berlangsung pada saat itu.
Tim SEAL berlatih selama berbulan-bulan, tetapi kesalahan terjadi karena komunikasi blackout (tanpa komunikasi real-time) dan ketidakmampuan drone untuk memberikan pengawasan overhead.
Tinjauan Pentagon kemudian menyimpulkan bahwa pembunuhan tersebut "dibenarkan" berdasarkan aturan keterlibatan, meskipun korban ternyata sipil.
Pemerintahan Trump tidak memberi tahu Kongres tentang insiden ini, yang menimbulkan pertanyaan hukum. Pada 2021, pemerintahan Biden memutuskan untuk membagikan informasi kepada pejabat Kongres utama, tetapi misi tetap diklasifikasikan.
Respons Trump dan Pemerintahan AS
Ketika ditanya oleh wartawan di Oval Office pada 5 September 2025, Trump mengklaim tidak tahu apa-apa tentang misi tersebut. "Saya tidak tahu apa-apa tentang itu. Saya mendengarnya sekarang untuk pertama kali," katanya, meskipun sumber mengatakan ia menyetujuinya secara pribadi. Gedung Putih, Pentagon, dan Komando Operasi Khusus AS menolak berkomentar, mengacu pada status rahasia misi.
Korea Utara tidak membuat pernyataan publik tentang kematian warga sipil pada saat itu dan belum merespons laporan ini hingga 8 September 2025. Namun, insiden ini terjadi di tengah hubungan yang tegang antara AS dan Korea Utara, di mana negosiasi Trump-Kim gagal mencapai kesepakatan denuklirisasi, dan Pyongyang melanjutkan program nuklirnya, kini diperkirakan memiliki 50 hulu ledak nuklir.
Misi ini mirip dengan operasi serupa pada 2005 yang disetujui oleh Presiden George W. Bush, menunjukkan pola operasi rahasia AS di Korea Utara.
BACA JUGA:Viral Main Domino dengan Menteri, Azis Wellang Bantah Status Tersangka Pembalakan Liar
Laporan The New York Times didasarkan pada wawancara dengan puluhan orang, termasuk pejabat pemerintahan dan personel militer, yang berbicara secara anonim karena status rahasia misi. Mereka khawatir kegagalan operasi khusus AS sering disembunyikan oleh kerahasiaan pemerintah, yang dapat memengaruhi kebijakan masa depan.
Secara hukum, kegagalan memberi tahu Kongres mungkin melanggar War Powers Resolution 1973, yang mengharuskan pemberitahuan dalam 48 jam atas aktivitas militer.
Selain itu, Undang-Undang 2017 dan 2018 mengharuskan laporan tentang korban sipil dari operasi militer AS. Seorang profesor hukum dan mantan pejabat keamanan nasional era Bush menyatakan bahwa pemerintahan Trump mungkin melanggar hukum dengan tidak memberi tahu Kongres.