Rp200 Triliun Dilempar ke Bank Himbara, Menkeu Purbaya Tak Beri Arahan Khusus

Rabu 17-09-2025,14:57 WIB
Reporter : Bianca Khairunnisa
Editor : Khomsurijal W

JAKARTA, DISWAY.ID – Langkah Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa yang menyalurkan Rp200 triliun dana negara ke bank-bank Himbara (bank milik negara) menuai sorotan tajam.

Menanggapi kritik, Purbaya menegaskan tidak ada arahan khusus dari dirinya maupun Kemenkeu. Ia mengklaim memberi kepercayaan penuh kepada bank-bank BUMN untuk mengelola dana jumbo tersebut demi sektor prioritas.

“Mereka kan orang-orang pintar, pada dasarnya saya suruh mereka berpikir sendiri. Dengan uang itu, harusnya mereka mulai berpikir,” ujar Purbaya kepada wartawan, Rabu (17/9/2025).

BACA JUGA:Airlangga Desak Perusahaan Digital Buka Program Magang untuk Semua Jurusan

Menurut Purbaya, injeksi dana besar ini akan berdampak pada sisi demand dan supply, termasuk penurunan suku bunga perbankan.

“Saya paksa sistem bekerja dengan saya kasih bahan bakar,” tegasnya.

Namun, kebijakan tersebut langsung memicu polemik.

Pakar Ekonomi: Berpotensi Langgar Konstitusi!

Rektor Universitas Paramadina, Didik J. Rachbini, menilai langkah Menkeu tidak hanya menyalahi aturan teknis, tapi juga bisa melemahkan sistem ketatanegaraan.

“Saya menganjurkan agar Presiden Prabowo turun tangan menghentikan program jalan pintas seperti ini, karena melanggar setidaknya tiga undang-undang sekaligus konstitusi,” kata Didik.

BACA JUGA:Prabowo Siapkan Keppres Tim Reformasi Polri, Yusril Bocorkan Tugas dan Targetnya

Ia merinci sejumlah dugaan pelanggaran:

  • APBN diatur oleh UUD 1945 Pasal 23 dan UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara. Dana negara tidak bisa dialihkan sesuka hati.
  • Rp200 triliun ke perbankan tanpa dasar APBN melanggar aturan konstitusi.
  • Proses legislasi diabaikan: program berbasis dana negara wajib dibahas dengan DPR, bukan hanya perintah menteri.
  • UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara berpotensi dilanggar, khususnya Pasal 22 ayat 4, 8, dan 9.

“Alokasi anggaran negara tidak bisa dijalankan atas perintah menteri, bahkan presiden sekalipun. Itu harus melalui proses legislasi resmi. Jika tidak, ini jelas indikasi pelemahan aturan main dan konstitusi,” pungkas Didik.

Kategori :