"Insiden tragis di SMAN 72 ini adalah sebuah alarm darurat bagi dunia pendidikan kita. Ini tidak bisa dilihat hanya sebagai tindak kriminal biasa, ini adalah dampak destruktif dari perundungan yang gagal ditangani," ujar Retno saat dihubungi Disway.id, Jumat 7 November 2025.
Menurut Retno, yang juga mantan Komisioner KPAI, jika motif perundungan ini terkonfirmasi, hal tersebut menunjukkan sekolah telah gagal total dalam menjalankan mandatnya sebagai lingkungan yang aman.
"Sekolah seharusnya menjadi 'rumah kedua' yang aman dan nyaman. Kasus ini membuktikan bahwa program anti-perundungan yang selama ini digaungkan di banyak sekolah seringkali hanya sebatas slogan atau spanduk," tegasnya.
BACA JUGA:BREAKING NEWS: Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko Kena OTT KPK!
Retno menambahkan, dampak psikologis perundungan yang menumpuk dapat melahirkan trauma mendalam dan memicu tindakan nekat sebagai bentuk pelampiasan atau balas dendam.
"Kita tidak bisa hanya menyalahkan si anak. Kita harus mengaudit secara menyeluruh: Di mana peran guru BK? Bagaimana mekanisme pelaporan bullying di sekolah itu? Apakah ada deteksi dini terhadap siswa yang menunjukkan tanda-tanda depresi atau perubahan perilaku drastis?" lanjutnya.
Ia mendesak Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) serta Dinas Pendidikan DKI Jakarta untuk segera melakukan evaluasi total terhadap implementasi program Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP) di seluruh sekolah.
Hingga berita ini diturunkan, pihak kepolisian masih melakukan sterilisasi dan olah TKP. Terduga pelaku FN dilaporkan telah diamankan untuk dimintai keterangan lebih lanjut.