Ojol Terancam Tak Akan Dapat Subsidi BBM, Ekonom Ungkap Dampaknya ke Perekonomian
Ojol Terancam Tak Akan Dapat Subsidi BBM-disway.id/Bianca Khairunnisa-
JAKARTA, DISWAY.ID -- Rencana Pemerintah mencabut subsidi bahan bakar minyak (BBM) akan berdampak driver Ojek Online (Ojol), yang kini banyak menimbulkan kontroversi di kalangan Ekonom serta Pengamat.
Alasannya, langkah ini dinilai tidak adil mengingat peran strategis ojol dalam mendukung perekonomian masyarakat perkotaan.
Menurut keterangan Ekonom sekaligus Pakar Kebijakan Publik Universitas Pembangunan Nasional 'Veteran' Jakarta, Achmad Nur Hidayat, kebijakan ini seolah mengabaikan fakta bahwa pengemudi ojol bukanlah kelompok ekonomi mampu.
BACA JUGA:Lebih 800 Tes Drive Unit BYD pada Hari ke 7 MUF GJAW 2024, M6 Jadi Incaran Pengunjung
BACA JUGA:Link Nonton Serial WeTV Main Api Full Episode, Darius Sinathrya Selingkuh dengan Luna Maya!
Namun juga sebagian besar ojol berasal dari kelas menengah ke bawah yang mengandalkan pendapatan harian.
"Mereka tidak hanya mengangkut penumpang tetapi juga menjalankan fungsi penting dalam logistik, termasuk pengiriman makanan dan barang. Subsidi BBM bagi pengemudi ojol sebenarnya bukan hanya untuk mereka, tetapi juga untuk masyarakat luas yang menggunakan layanan ini," jelas Achmad ketika dihubungi oleh Disway pada Jumat 29 November 2024.
Tanpa subsidi, kata Achmad Nur Hidayat, biaya operasional pengemudi ojol akan meningkat drastis, yang hampir pasti akan diteruskan ke konsumen dalam bentuk kenaikan tarif.
Selain itu, Achmad menambahkan, rencana ini juga berpotensi untuk menganggu stabilitas ekonomi.
BACA JUGA:1.054 KK Warga Kolong Jembatan di Jakarta Bakal Direlokasi ke Rusunawa, Ini Daftarnya
BACA JUGA:Rekapitulasi Suara Pilkada Kota Bekasi Mulai Dihitung di Tingkat Kecamatan
Menurutnya, penghapusan subsidi BBM untuk ojol juga berpotensi menciptakan efek domino yang merugikan perekonomian.
Lebih jauh lagi, kebijakan ini berisiko mendorong pengemudi ojol keluar dari pasar karena tidak mampu menanggung beban biaya operasional yang tinggi.
"Ini dapat memicu peningkatan pengangguran di sektor informal, yang selama ini menjadi salah satu penyerap tenaga kerja terbesar di perkotaan," tegas Achmad.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: