Definisi Kenakalan Remaja Dijelaskan Kemenkes, Sesuai Kriteria Siswa yang Dikirim Dedi Mulyadi ke Barak Militer?
Direktur Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Imran Pambudi.-ist-
Menurutnya, kasus-kasus seperti ini sering kali merefleksikan konflik antar kelompok atau geng remaja, yang sempat mendapat perhatian dari aparat kepolisian.
Bolos sekolah juga sering terjadi dan berdampak pada penurunan prestasi akademik.
"Meskipun terlihat sebagai pelanggaran ringan dari sudut pandang disiplin, bolos sekolah merupakan indikator masalah motivasi dan kurangnya pengawasan yang lebih luas," tandasnya.
BACA JUGA:Wali Kota Bekasi Setuju Ide Dedi Mulyadi Soal Pendidikan Ala Wamil Bagi Remaja Nakal
Kemudian, penyalahgunaan narkoba dan alkohol sering dilakukan oleh remaja menjadi permasalahan serius karena berpotensi menimbulkan dampak jangka panjang pada kesehatan fisik dan mental, serta sering terkait dengan lingkungan pergaulan yang berisiko.
"Bullying atau perundungan di lingkungan sekolah maupun melalui media sosial—juga termasuk kenakalan yang sering ditemui, yang dapat menimbulkan dampak psikologis berat bagi korban," tuturnya.
Menurut Imran, salah satu faktor yang meningkatkan potensi maraknya kenakalan remaja adalah segi geografis.
"Berbagai laporan menyebutkan bahwa provinsi Jawa Barat, terutama wilayah perkotaan seperti Bandung, mencatat angka kenakalan remaja yang tinggi," ungkapnya.
Di wilayah tersebut, kasus tawuran dan tindakan kriminal di kalangan pelajar seringkali menjadi sorotan media, sementara kota-kota seperti Sukabumi, Kupang, dan Bogor juga dilaporkan menyaksikan peningkatan insiden kenakalan.
"Kondisi ini diperparah oleh maraknya penggunaan media digital yang menyebabkan isolasi sosial sekaligus meningkatkan dinamika konflik antar kelompok," terangnya.
BACA JUGA:DBL Camp Buka Jalan bagi Talenta Muda Basket Indonesia
Hal ini mengindikasikan bahwa masalah remaja tidak hanya bersifat individu tetapi juga mencerminkan dinamika sosial yang lebih luas.
Oleh karena itu, peran pemerintah, sekolah, dan orang tua menjadi sangat krusial dalam menghadapi maraknya problematika tersebut.
"Pendekatan yang bersifat otoriter, seperti mengirim remaja yang dianggap bermasalah ke barak militer, memang menuai kontroversi dan keberhasilannya tidaklah mutlak," cetus Imran.
Menurutnya, perlu ada modifikasi sehingga membuat pendekatan lebih humanistik dengan sinergi dukungan psikososial (konseling, rehabilitasi, dan keterlibatan keluarga) agar ada potensi peningkatan keberhasilan.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: