bannerdiswayaward

Usai Diperiksa, Kepala BPKH Fadlul Imansyah Ngaku Berikan Sejelas-jelasnya kepada KPK

Usai Diperiksa, Kepala BPKH Fadlul Imansyah Ngaku Berikan Sejelas-jelasnya kepada KPK

Fadlul juga tidak membeberkan berapa banyak pertanyaan yang diajukan penyidik KPK kepada dirinya.-Disway/Ayu Novita-

Pada 11 Agustus 2025, KPK mengeluarkan Surat Keputusan tentang larangan bepergian ke luar negeri untuk Yaqut, staf khususnya Ishfah Abidal Aziz, dan pemilik agen perjalanan Maktour Travel, Fuad Hasan Masyhur.

BACA JUGA:Jadwal Fenomena Gerhana Bulan Total di Langit Indonesia, Cek Jangan sampai Ketinggalan!

BACA JUGA:Krisis Penyerapan Gula Petani: Antara Banjir Impor dan Lemahnya Tata Kelola

Dalam perkara ini, KPK menduga terdapat penyelewengan dalam pembagian 20.000 kuota tambahan yang diberikan pemerintah Arab Saudi.

Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, berdasarkan Pasal 64 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, diatur bahwa kuota Haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen, sedangkan kuota Haji reguler ditetapkan sebesar 92 persen.

Dengan demikian, 20.000 kuota tambahan haji itu harusnya dibagi menjadi 18.400 atau setara 92 persen untuk haji reguler dan 1.600 atau setara 8 persen untuk haji khusus.

Namun, dalam perjalanannya, aturan tersebut tidak dilakukan Kementerian Agama.

“Tetapi kemudian, ini tidak sesuai, itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, itu tidak sesuai aturan itu, tapi dibagi dua (yaitu) 10.000 untuk reguler, 10.000 lagi untuk kuota khusus,” ujar Asep.

"Jadi kan berbeda, harusnya 92 persen dengan 8 persen, ini menjadi 50 persen, 50 persen. Itu menyalahi aturan yang ada," imbuh dia.

BACA JUGA:Polisi Amankan 48 Orang Usai Kericuhan di Kota Bekasi, Patroli Bakal Diperketat!

BACA JUGA:Kementerian PU Siapkan Dana Rp900 M untuk Perbaiki Fasilitas Umum yang Rusak Akibat Demo

Berdasarkan perhitungan awal KPK, ditemukan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi kuota haji tambahan tahun 2023-2024 mencapai Rp1 triliun lebih.

KPK melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung angka pasti kerugian negara.

KPK telah menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum dugaan korupsi penambahan kuota dan penyelenggaraan haji. Lembaga ini beralasan penerbitan itu dilakukan supaya mereka bisa melakukan upaya paksa.

Sprindik umum tersebut menggunakan Pasal 2 Ayat 1 dan/atau Pasal 3 UU nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Artinya, ada kerugian negara yang terjadi akibat praktik rasuah ini.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel

Sumber:

Berita Terkait

Close Ads