ADEXCO 2025: Tiga Pilar Ini Kunci Wujudkan Resiliensi Berkelanjutan di Asia-Pasifik
Sesi diskusi terdiri dari tiga panel, yang mana fokus pembahasan setiap panel diarahkan pada tiga pilar utama tersebut. Seperti pilar tata kelola yang inklusif misalnya. -Istimewa-
BACA JUGA:Paparkan Peta Jalan, Pertamina Perkuat Peran Strategis Sediakan Layanan Energi Bagi Masyarakat
BACA JUGA:PNM Dorong Kreativitas Nasabah Lewat Anyaman Limbah Plastik Bernilai Jual
Executive Director Asian Disaster Preparedness Center (ADPC) Aslam Perwaiz mengatakan, bahwa tata kelola menjadi pondasi penting dalam membangun resiliensi di kawasan.
Sejak dikenalkan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 2022 silam, Aslam mengatakan resiliensi berkelanjutan telah menjadi salah satu komponen utama program ADPC, yang menargetkan kapasitas nasional.
“Kita harus belajar dari wilayah lain dan memastikan tata kelola tetap menjadi tulang punggung resiliensi bencana”, ujarnya.
Diskusi panel pada pilar ini menyoroti berbagai praktik tata kelola di tingkat ASEAN, termasuk ASEAN Leaders’ Declaration on Sustainable Resilience dan pengalaman negara-negara anggota dalam mengintegrasikan kerangka hukum, kelembagaan, serta koordinasi lintas sektor.
Sementara itu, dari sisi pembiayaan, Dr. Raditya Jati mengungkapkan bahwa mobilisasi sumber daya saat ini harus mulai bergeser dari reaktif menuju inovatif.
BACA JUGA:27 Perwira Tinggi Polri Naik Pangkat, Ada Nama Komjen Karyoto dan Suyudi Ario Seto
BACA JUGA:Tas Unik Upcycling TACO Ini Dibuat dari Sisa Interior, Bikin Kamu Tampil Chic di IDW 2025
Ia juga mendorong pentingnya instrumen pembiayaan inovatif, seperti pooling fund dan insentif bagi sektor swasta, agar pendanaan tidak hanya terpusat pada pemulihan pasca bencana, tetapi juga diarahkan pada pencegahan atau pengurangan risiko bencana.
“Tidak ada yang lebih merusak keberlanjutan daripada bencana. Kita tidak dapat mencapai pembangunan jika bencana sedang terjadi.
Tantangannya adalah bagaimana kita dapat beralih dari menghabiskan triliunan dolar untuk pembangunan kembali menjadi berinvestasi dalam pencegahan dan resiliensi,” ungkap Raditya Jati.
Kemudian untuk panel tentang kepemimpinan lokal, diskusi ini menyoroti peran komunitas sebagai garda terdepan dalam membangun ketangguhan.
Pengalaman dari Indonesia, Filipina, Kamboja, dan Myanmar menunjukkan bahwa lokalisasi bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendesak.
BACA JUGA:Lewat Posko Peduli, Yamaha Beri Servis Gratis bagi Korban Banjir Bali
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber: