Bawang Merah
--
Kerusuhan tahun 1998 tidak hanya membuat sedih banyak warga Tionghoa, tapi juga bikin menangis ilmuwan asal Kudus ini: Prof Ir Arifin Noor Sugiharto MSc PhD.
Krisis ekonomi saat itu membuat ahli bawang merah ini sulit mencari teman kerja sama. Padahal ia harus segera menanam bibit bawang merah yang ia kumpulkan dari seluruh dunia. Kulkas-kulkasnya sudah penuh –isi bawang merah untuk penelitian.
Akibat tidak segera dapat partner, semua bawang merah itu membusuk. Jumlahnya 400 jenis bawah merah. Harusnya semua itu segera ditanam. Lalu dikawin-kawinkan. Sampai bisa mendapatkan bibit bawang merah terbaik.
Waktu itu Arifin baru pulang dari Jepang. Selama di Kyushu University ia meneliti bawang merah. Ia dapat biaya penelitian sangat besar. Dari pemerintah Jepang. Kalau dirupiahkan mencapai Rp 10 miliar.
Arifin hanya bisa bersedih melihat koleksi bawang merahnya membusuk. Setelah kesedihannya reda, Arifin bertekad tetap menjadi peneliti. Ia pindah meneliti jagung. Ia kembali ke Jepang. Dapat beasiswa postdoctoral. Kali ini ia harus berada di pusat penelitian yang terpencil. Di Okinawa. Bukan di pulau besarnya tapi di pulau kecil di bagian selatan kepulauan Okinawa.
Sudah 16 paten ia hasilkan di bidang jagung. Empat di antaranya sudah menjadi ''uang''. Sudah dibeli oleh kalangan industri jagung. Uang hasil penelitiannya itu dibagi dengan tempatnya mengajar: Universitas Brawijaya Malang –70-30 persen.
Saya ke rumah Prof Arifin Jumat lalu. Kesan saya ia mirip Dr drh Yuda, peneliti sel UGM yang tinggal di Magelang: bajunya lusuh, rambut tidak disisir, dan kumis tidak dirapikan. Mungkin orang menganggap saya juga seperti itu. Bedanya, saya bukan ilmuwan peneliti.
Rumah Prof Arifin di Batu, dekat Malang. Di perumahan kampung. Halamannya tidak sampai tiga meter –itu pun ditanami markisa yang lagi berbuah.
Ketika saya tiba di rumahnya jagung yang direbus istrinya sudah masak. Ketika disajikan langsung saya sambar. Terperanjat. Panas sekali. Buru-buru saya taruh kembali di piring.
Itulah jagung hasil penelitian terbarunya: jagung ketan –jagung manis dengan tekstur seperti ketan. Istri Arifin merebus lagi –kloter kedua– setelah melihat kami memakan dengan lahapnya.
"Bu, jangan rebus lagi," pinta saya pura-pura tidak rakus.
"Memanfaatkan sisa air yang masih panas," jawabnyi.
Saya pun menoleh ke Prof Arifin: "Istri dari daerah mana?"
"Pek-nggo," jawabnya lantas tertawa. ''Pek-nggo'' singkatan dari ''ngepek tonggo'' --mengambil tetangga sendiri. Berarti sama-sama orang Kudus. "Dekat menara Kudus," katanya.
Setelah menghabiskan dua, saya bercerita kepadanya: pernah panen jagung ketan seperti itu di kebun kecil saya. Saya bermaksud mengatakan: apanya yang baru dari penelitiannya itu.
"Ini lebih enak," katanya.
"Dari mana Prof tahu ini lebih enak? Kan bisa saja beda orang beda selera".
"Jagung punya gen enak. Gen enak itu saya teliti. Saya ukur tingkat enaknya. Bukan oleh lidah tapi oleh alat di lab," jawabnya.
Saya pun diam. Pasti kalah.
Saya ingin melihat keadaan dalam rumah ilmuwan ini. Seperti apa. Apakah kesederhanaan penampilannya seirama dengan isi rumahnya. Saya pun pura-pura ingin ke kamar kecil.

--
Begitu masuk lebih dalam ke dalam rumahnya, ups.... terlihat begitu banyak kulkas besar. Dengan sesapuan saya bisa menghitung jumlahnya: delapan kulkas. Rupanya ia memergoki lirikan saya itu.
"Mau lihat isinya?" tanyanya.
Tanpa menunggu jawaban saya, Prof Arifin membuka salah satu kulkas besar itu. Terlihatlah kantong-kantong plastik yang berisi jagung. Semua itu benih jagung hasil kawin-kawinan yang ia lakukan. Sebagian besar adalah jagung jenis untuk makanan ternak.
"Memelihara keaslian benih jagung itu sulit. Jagung adalah tanaman yang paling suka selingkuh," ujar Prof Arifin. Kalau ada jantan yang terbang dari jagung di kebun sebelah langsung terjadi pembuahan.
Di samping meneliti jagung, Prof Arifin juga meneliti kabocha atau labu. Di desa saya disebut waluh. Orang Amerika menyebutnya pumpkin. Kulit hijau, dagingnya kuning.
Bukan hanya meneliti, juga menyajikannya di meja tamu. Tentu kami lahap juga. Sudah pukul 16.00. Kebetulan belum makan siang. Maka jagung ketan dan pumpkin menjadi makan siang kami yang sangat lezat. Gratis pula.
Rasa pumpkin itu juga beda dengan yang di kebun saya. Teksturnya istimewa.
Masih ada lagi: anggur. Warna hijau. Renyah. Kriyuk-kriyuk.
"Tapi kok masih ada isinya ya?" tanya tim kami dari Disway Malang.
"Sengaja. Bikin anggur tanpa isi sih sangat murah," katanya. Prof Arifin lantas mengucapkan rumusnya --yang saya bisa mengerti artinya.

--
Tentu perusuh seperti Puti Leong akan mencurigai saya: pulang dari rumah Prof Arifin pasti dibekali banyak jagung dan pumpkin.
Kecurigaan itu salah. Saya tidak disangoni jagung rebus dan irisan-irisan pumpkin. Saya hanya disangoni dua amplop kecil. Isinya, kalau saya laksanakan, bisa menghasilkan ratusan buah pumpkin melebihi yang ada di dapurnya.(Dahlan Iskan)
Komentar Pilihan Dahlan Iskan Edisi 30 Oktober 2025: Air Besi
Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
MATA SANAE DAN TARIAN DARI NARA..
Membaca bagian tentang gerakan mata Sanae Takaichi, saya langsung teringat pada penari Bali.
Bedanya, kalau penari Bali melatih matanya di sanggar, Sanae mungkin melatihnya di kabinet.
“Matanya sangat hidup,” tulis Pak Dahlan — dan benar, dari cara digambarkan, seolah tiap gerakan bola mata itu punya dialog sendiri.
Kadang “oh ya,” kadang “arigato,” kadang “aku tahu kamu kagum.”
Kalau Trump yang berdiri di depan, ya wajar kalau pidatonya jadi sedikit kehilangan fokus.
Gerakan mata seperti itu adalah seni komunikasi tingkat tinggi.
Di tangan, atau tepatnya di kelopak, yang tepat, ekspresi bisa menggantikan sepuluh paragraf diplomasi.
Di sinilah Jepang menunjukkan, bahkan ketegasan bisa disampaikan lewat kehalusan — seperti tarian yang menari di antara politik dan pesona.
Kalau Thatcher dijuluki 'Iron Lady', mungkin Sanae akan dikenal sebagai 'Steel Geisha' dari Nara.
Matanya menari, hatinya baja.
Dan siapa tahu, setelah Purbaya bikin “demam ekspansif” di Indonesia, Sanae justru bikin dunia belajar, bahwa politik keras pun bisa dibungkus dengan gerakan mata yang lembut dan mematikan.
djokoLodang
-o--
... Maka Sanae juga akan mendapat gelar wanita besi dari Jepang. Besi tidak bisa dilawan dengan api –tapi hanya bisa dikendalikan dengan air. ...
*) Tak ada yang dapat menghancurkan besi, kecuali karena karatnya sendiri. Demikian pula, tak seorang pun dapat menghancurkan seseorang, kecuali pola pikirnya sendiri.
--koJo.-
DeniK
Salah Input .
Setelah heboh dana dari pusat di potong dan daerah kompak protes .
Satu persatu muncul ke media kondisi keuangan tiap daerah .
Dapat berita yang membuat ingin senyum atau nangis .
Di KalSel ada dana siluman . Katanya milik pemkot , tapi pemkot tidak merasa itu uang mereka . Setelah di lacak ternyata uang itu milik Pemprov . Jumlahnya tidak sedikit 5 T . Akhirnya pemprov buka suara bahwa uang tersebut SALAH INPUT . Wow , uang 5 Triliun bisa salah input .
Dan terakhir gubernur ngomong uang pemprov kalsel ada di deposito dan dengan bangga mengatakan uang bunga deposito lebih besar hasil nya .
Bubuhan banjar .
Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
@pak Jo Neca.
@pak Alas Roban..
Tahun 1989 saya setir mobil bersama istri lewat Alas Roban.
Pas jam sekitar Maghrib.
Jalan naik turun tajam.
Gelap.
Sebelum masuk Alas Roban, saya kasihkan istri, uang receh yang saya bundel pakai isolasi, untuk dikasihkan ke orang-orang berbaju hitam yang biasa berdiri dan bergaya menyeramkan sepanjang jalan.
Pas lewat Alas, saya konsentrasi nyetir, lupa tidak ingatkan istri.
Setelah keluar Alas Robsn, saya lihat uang receh masih utuh.
"Lho kok gak dilemparkan?
"Ngeri. Takut. Tadi itu setan..?
##
Ha ha..
Rupanya istri ketakutan.
Dan mengira orang berbaju hitam itu setan.
Padahal, mereka adalah pengemis in action.
Yah, gak beda jauh dengan "manusia silver" sebagai cara minta-minta.
Nah, yang di Alas Roban ini, mereka, pada jaman itu, minta-minta, dengan gaya seram, menyesuaikan dengan kondisi dan mitos Alas Roban.
Padahal mereka sebenarnya full pengemis..
alasroban
Keajaiban Jepang
Belum lama ini ketika sistem pembayaran TOL di Jepang mengalami kerusakan selama 38 jam.
sebanyak 24000 pengemudi dengan sukarela tetap membayar TOL.
Bandingkan dengan negrinya pak DI.
Ketika mentri BUMN berusaha mengurai kemacetan di TOL,
dengan membuka paksa gerbang TOL-nya.
Anda semua sudah tahu siapa yang di tagih :)
Jadi pelajaran moral yang bisa di ambil.
Jepang maju karena rakyatnya ingin maju.
Sementara negrinya pak DI belum maju karena baru mentri BUMN yang ingin maju.
wkwkwkwk :)
Lukman Nugroho
Kata atasan saya di kantor. Wanita itu dadanya yang besar. Sedangkan laki-laki itu kepalanya. Tentu tidak ada kaitannya dengan dada yang itu. Tapi dada dalam arti perasa. Dan kepala dalam arti yang sebanarnya. Wanita itu mahkluk lemah dengan kata-kata ( pujian, sanjungan ) dan yang senada dengan itu. Sedangkan laki-laki kelemahannya dengan visual.
Kesaksian wanita itu dua. Sedangkan kesaksian laki-laki cukup satu. Wanita mendapat segendongan. Laki-laki mendapat sepikul segendongan. Begitulah dari sebagian yang saya ketahui. Salam untuk para perusuh. Grupnya ramai sekali. Suiiiiip…
Everyday Mandarin (Study in Taiwan & China)
Itu bukan mata genit. Itu mata ekspresif. Di Taiwan -小日本 (Jepang Kecil), yang dalam banyak hal banyak kemiripan dengan Jepang- sehari² banyak org yang matanya seperti Takaichi. Orang² seperti Takaichi ini biasanya juga sering memuji, terlihat bermulut manis, tapi Anda dan saya semua suka kata² manis daripada ketus. Apalagi memuji Anda di hadapan orang lain.
Saya setuju orang yang cerdas tanpa bicara dilihat dari mata. Mata harus sering bergerak. Tidak menatap ke 1 arah saja, apalagi kosong. Baik sedang bicara, diam, maupun saat sedang mendengar. Anak² yang matanya sering kelayapan lebih terlihat sehat. Pendidikan dasar kita tidak pernah membahas soal ini. Saya suka Pak Dahlan akhirnya bahas tentang ini sampai 2 paragraf.
Ahmed Nurjubaedi
Sepanjang sejarahnya, Jepang memang sangat patriarkis. Semua pemimpin dari tingkat lokal hingga Shogun, semua laki-laki. Beda sekali dengan Indonesia. Sejak berabad silam, kita sudah punya Ratu Shima, Tunggadewi, hingga Megawati. Di tingkat lokal, kita juga punya Ratu Atut, Khofifah, hingga Sherly.
Akankah Sanae mewarisi spirit Nobunaga? Atau Hideyoshi? Atau Ieyasu? Atau Abe? Pemimpin di jamannya yang mampu membangkitkan Jepang saat sedang jatuh?
Saat moncong meriam Kapal Hitam yg dipimpin Commodore Perry memaksa Jepang membuka diri pada 1854 untuk kekuatan dagang Amerika setelah 2 abad mengisolasi diri. Setelah Hiroshima dan Nagasaki lantak. Jepang selalu mampu bangkit. Seolah bilang: kali ini watashi memang kalah. Tapi tunggu, akan watashi balas nanti...... Dan Jepang mampu merangsek dunia dengan otomotif dan film kartun dan komiknya.
Sekarang Amerika berubah haluan. Tiongkok nyang dulu sempat diacak-acak oleh Jepang, sekarang berubah jadi raksasa betulan. Yg siap makan apa saja.
Akankah dipimpin Sanae Jepang mampu bilang lagi: awas, watashi akan balas nanti....
MZ ARIFIN UMAR ZAIN
Besi= keras.
Api= keras.
Besi cuma meleleh, lumer, cair.
Besi tetap besi.
Air= sabar.
Besi lama2 berkarat dipeluk air.
Lama2 ambrol.
Lama2 sekarat.
Muh Nursalim
Untungnya Jepang itu negeri pekerja. rakyatnya sibuk bekerja. Sampai muncul istilah workaholic. Mereka malas mikir politik. Jarang sekali gonjang-ganjing politik terjadi. Kita tidak seperti mereka. jagogang di hik maupun pos ronda selalu berisi politik. Bahkan orang ndak sekolahpun menjadi pengamat politik nasional. Saking eloknya urusan politik di otak masyarakat. Akibatnya politik jadi mahal karena harus menyuapi mulut2 yang banyak omong itu. Agar mereka diam. Atau bahkan jika mungkin diajak gabung ke geng politiknya.
pak tani
SEVEN MAGNIFICENT
Kalau Pak Prabowo identik dengan angka 8, dunia ini justru lebih mempopulerkan angka 7. Anda sudah tahu : G7, seven summits, 7 Samudra, seven samurai dll.
Bahkan dulu liga Italy - serie A, sangat terkenal dengan seven magnificent nya. Yaitu 7 klub kuat sebagai pemuncak klasemen selama beberapa tahun kompetisi.
Dalam ekonomi pun kita mengenal The Magnificent Seven stocks. Yaitu 7 saham paling bernilai saat ini. Nomor 1 saat ini adalah NVidia, dengan valuasi mencapai $ 5T. Lebih tinggi dari GDP Jerman, India, atau Jepang !
Tidak perlu menjadi ahli ekonomi untuk menyadari ada yang tidak beres. Tidak mungkin valuasi sebuah perusahaan sedemikian tinggi bahkan sampai mengalahkan GDP negara anggota G7. Ekonomi dunia ini sudah bubble parah.
Nilai saham tidak lagi mencerminkan keadaan ekonomi riil. Produktivitas perusahaan tidak lagi menjadi dasar penilaian sahamnya.
Para pelaku pasar global sudah menyadari ini. Tapi selama sistem masih berputar dan Trust masih ada, Mau tidak mau mereka harus terus bermain didalamnya.
Bubble ekonomi global sudah demikian besarnya. Kalau meledak, uang negara manapun tidak ada nilainya. Semua akan terdampak parah. Itulah mengapa Emas sangat dicari belakangan ini.
Hidup itu seperti roda. Kadang bisa meletus.
Beruntunglah Indonesia, banyak tukang tambal ban.
Everyday Mandarin (Study in Taiwan & China)
The Magnificent Seven Asia Timur: China, Taiwan, Hong Kong, Macau, Jepang, dan Duo-Korea, ditambah Vietnam, punya budaya dan pola nama yang persis. Yang berbeda dengan Barat, apalagi Jawa. Dalam tulisan Hanzi, Kanji, atau Hanja, marga selalu berada di depan, nama di belakang.
Tapi, saat ditulis dalam Latin (abc), tiap negara punya kebiasaan yang berbeda. China dan Duo-Korea akan menulis sesuai urutan asli: marga di depan dan nama dibelakang. Contoh paling gampang: Xi Jinping, Kim Jong-un, dan Park Ji-sung (tiap negara pun beda penggunaan dash-nya). Dalam penulisan berita resmi, normalnya, jurnalis hanya menulis marga sebagai bentuk pengulangan. Jadi, disebut Xi, Kim, dan Park. Begitu juga media Barat menulis Yudhoyono atau Widodo untuk penyebutan ulang nama presiden.
Sementara Taiwan dan Jepang sering agak melenceng jadi kebarat-baratan saat menulis nama dalam Latin. Nama jadi di depan, dan marga tarik ke belakang. Supaya terbaca jadi pola nama Barat. Contoh: Ing-wen, Tsai dan yang dibahas di atas barusan, Sanae Takaichi.
Nama asli Sanae Takaichi dalam Kanji adalah 高市草苗. Ternyata, jika sesuai urutan, nama resmi dalam Bahasa Jepangnya berbunyi Takaichi Sanae. 高市 = Takaichi adalah marga dan 草苗 = Sanae adalah nama. Jadi, penyebutan media sebaiknya Perdana Menteri Takaichi. Yang boleh memanggilnya Sanae (nama) adalah orang yang sudah dekat dengan si PM, misal teman sekolahnya dulu atau kerabatnya. Dan ini berlaku untuk semua nama orang dewasa di negara The Magnificent Seven.
Johannes Kitono
Bushido.
Tahun 1970 an film Jepang booming di Indonesia. Ada 7 Samurai. Dengan aktor Sato Ichi yang pendekar Buta. Dan aktor utama Akira Takarada yang tidak pernah mati. Miyagi yang hot dan batal shooting di Bali. Masih belum lahir. Mata Sanae Takaichi terkesan kaget dan senang. Ketika dirangkul dan digendong Trump ke Podium. Gendongan politik itu sebagai simbolis. Bahwa Jepang masih perlu AS sebagai Guard Dognya. Dan AS mencegah Jepang jangan terlalu dekat dengan China. Padahal hubungan China - Jepang tidak akan akrab. Perjanjian Simonoseki ( 1895 ) sangat merugikan China.Ganti rugi 200 juta tael perak, serahkan Taiwan dan kepulauan Peng Hu. Aliansi 8 negara termasuk Jepang ( 1900 ). Nanking Rapping ( 1937 ) dan Resimen kejam 731. Meninggalkan dendam sejarah yang mendalam bagi bangsa China.Akibatnya, hubungan China- Jepang akan berlaku secara normatip saja. Dan China yang sudah kenyang di bully dan dirugikan oleh negara negara asing. Tentu akan sangat hati hati menjaga hubungan diplomatik. Khususnya dengan negara yang pernah membully dan merugikannya. China membangun kekuatan sendiri untuk hadapi ancaman negara asing. Dan melakukan ekspansi bisnis sekaligus soft power di Afrika dan Timteng. Dan sangat disegani. Semoga Semuanya Hidup Berbahagia.
Johannes Kitono
Kota Sanggau.
Waktu terasa berjalan lambat dikota tepi Sungai Kapuas ini. Tadi malam sempat kaget. Ketika bubur enak b2 plus jeruk nipis hangat hanya dihargai Rp.30 rb. Katanya masih ada untung, kata Aweng cucu Kiu Hiong Suk Pendekar Kung Fu. Hebat lagi, anaknya yang kelas 4 sudah ikut bantu cuci mangkuk. Pagi ini sesudah nikmati Bakmi Wilson terus ke Pasar Senggol. Hampir 90 % pedagangnya etnis Melayu. Telah terjadi shifting profesi. Melayu yang umumnya ASN jadi Pedagang. Hal yang positif. Dengan kios seadanya mereka jual ikan asin ; Jelawan, Biawan,Toman, Bontang dan kerupuk. Dengan harga wajar, lebih murah dari Retail market. Ikan seluang basah bersih Rp.75 ribu/ kg. Ditepi sungai sampai Istana Surya Negara muncul warung warung river view. Kalau ditata dengan baik. Layak jadi destinasi wisata. Terutama lanting yang jadi persinggahan Sampit atau Spit. Sekilas hampir setiap rumah punya motor bahkan mobil. Kalau itu ukuran kemakmuran, rakyat Sanggau sudah Makmur. Pemilik Warung di Pasar Sanggau bayar tax sekitar Rp.500 rb/ tahun. Tentu tidak memberatkan mereka. Air sungai Kapuas yang mengalir sepanjang tahun. Masih banyak sampah dan tidak tambah jernih. Itu yang harus dipikirkan Pemda bersama masyarakatnya. Semoga Semuanya Hidup Berbahagia.
Fransiska Jappy
Sebelum Sanae Takaichi terpilih menjadi Prime Minister, dia sudah menarik perhatian saya dengan pidatonya yang begitu berapi-api bahwa dia akan "throw away work-life balance", bahwa dia akan kerja, kerja, kerja, kerja, dan terus bekerja. Team dibawah kepimimpinan Sanae Takaichi harus siap-siap kerja non-stop dengan bos yang motto nya kerja kerja kerja. Tidak bakal lolos audit Human Rights.. haha
Gregorius Indiarto
"Kalau saja dia bukan perdana menteri saya akan menyebutnyi gerakan mata itu genit"
Subyektif.
Kalau dia mantune pak Iskan, wani ora ngomong "genit"?
Met siang, salam sehat, damai dan bahagia.
Bahtiar HS
Di balik "demam" Purbaya dan "demam" Sanae, cuman mau bilang:
Di balik laki-laki yang sukses, ada wanita hebat di belakangnya.
Di balik wanita yang sukses, ada laki-laki yang babak-belur di belakangnya. Cuman laki-laki itu tidak suka bercerita.
Dah, itu aja... Jangan dimasukin hati.
Liam Then
Laki-laki berstatus di Jepang, juga kebanyakan sama nasibnya dengan laki-laki di Indonesia.
Gajinya diserahkan kepada Istri semua. Kemudian dijatah uang saku.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:

Komentar: 165
Silahkan login untuk berkomentar