Dari Sapu ke Cangkul: PPSU Kalisari Sukses Kelola Urban Farming, Jadi Contoh Ketahanan Pangan Perkotaan
Siapa sangka, tangan-tangan yang biasanya menggenggam sapu, kini lihai mengolah tanah dan menanam sayur dan buah-buahan, seperti yang dilakukan oleh PPSU Kalisari Sukses Kelola Urban Farming.-dimas rafi-
JAKARTA, DISWAY.ID - Siapa sangka, tangan-tangan yang biasanya menggenggam sapu, kini lihai mengolah tanah dan menanam sayur dan buah-buahan.
Itulah yang dilakukan Agus, anggota PPSU (Penanganan Prasarana dan Sarana Umum) Kelurahan Kalisari, Jakarta Timur, yang saat ini juga berperan sebagai pengelola urban farming atau pertanian perkotaan.
Di bawah bimbingan Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (Sudin KPKP), Agus bersama dua rekannya Karnali dan Ismail, mengelola lahan pertanian produktif di tengah padatnya kawasan pemukiman Kalisari.
Bukan sekadar hobi, kegiatan ini menjadi bagian dari program ketahanan pangan perkotaan yang terus digencarkan Pemerintah.
"Kami ditugaskan untuk mengelola urban farming di kelurahan. Awalnya kita olah lahan kemudian diberi pupuk dasar, lalu dibiarkan untuk proses fermentasi sekitar dua minggu, kemudian baru bisa ditanami," ujar Agus saat ditemui Disway.Id di lokasi urban farming Kalisari pada Selasa, 4 November 2025.
BACA JUGA:Momen 2 Guru Luwu Utara Menangis Haru, Terima Surat Rehabilitasi Langsung dari Presiden Prabowo
BACA JUGA:Tahta RAJA Memanas! Keluarga Keraton Solo Pecah Jelang Penobatan Pakubuwono XIV
Meski terletak di area terbatas, perkebunan di Kalisari ini ditanami dengan berbagai jenis tanaman.
Mulai dari sayuran seperti pakcoy, sawi, kangkung, bayam dan okra hingga tanaman buah seperti cabai, tomat, jagung, melon dan semangka.
Perawatannya tanaman tersebut juga tidak mudah, di mana setiap tanaman memiliki karakteristik berbeda, baik dari segi penyiraman hingga pemupukan.
"Kalau sayuran, penyiramannya pagi dan sore. Tapi untuk tanaman buah, karena medianya menggunakan galon yang membuat air lebih cepat meresap. Untuk itu dibutuhkan penyiraman yang lebih sering," jelas Agus sambil menunjukkan barisan tanaman Cabai yang tumbuh subur di wadah-wadah galon bekas.
Adapun untuk tanaman jagung, Agus menggunakan metode sederhana tanpa pupuk dasar, hanya pupuk susulan, dengan masa panen sekitar 73 hingga 75 hari.
BACA JUGA:Kena Imbas Masalah Hukum, Prabowo Pulihkan Nama Baik 2 Guru di Luwu Utara dengan Hak Rehabilitasi
BACA JUGA:Andre Rosiade Kecewa Azizah Salsha Kena Cancel Culture Netizen: Anak Saya Jadi Korban!
"Sekarang usia tanam jagung baru sekitar 27 hari. Prosesnya lumayan cepat dan hasilnya cukup bagus," jelasnya.
Meski latar belakang tugas utama PPSU adalah menjaga kebersihan lingkungan, Agus dan timnya kini terbiasa memegang cangkul.
Mereka mendapatkan pembinaan langsung dari Sudin KPKP Jakarta Timur serta pelatihan (Bimtek) rutin untuk menambah wawasan pertanian.
"Kami dibina langsung sama Sudin KPKP, juga ada pelatihan, selain itu juga belajar mandiri lewat YouTube dan tutorial dari berbagai sumber lainnya," ujar Agus dengan senyum bangga.
Kegiatan ini membuktikan bahwa kemampuan PPSU bukan hanya sebatas petugas kebersihan semata, tapi juga mampu berinovasi untuk mendukung ketahanan pangan perkotaan.
Adapun hasil panen dari urban farming Kalisari tidak hanya dijual ke masyarakat, tapi juga dimanfaatkan untuk kegiatan sosial.
"Biasanya hasil panen kita jual ke warga sekitar. Kadang juga kita bagikan untuk kegiatan Jumat berkah. Hasil penjualannya masuk ke kas operasional," terang Agus.
Model pengelolaan berbasis komunitas ini membuat warga sekitar ikut merasakan manfaat nyata dari program urban farming, baik secara ekonomi maupun sosial.
Agus berharap, kebun yang mereka kelola bisa terus berkembang dan menjadi contoh bagi wilayah lain.
Ia ingin masyarakat semakin peduli terhadap pertanian perkotaan, sekaligus mendukung program pemerintah dalam menjaga ketahanan pangan.
"Harapan saya, semoga hasilnya makin bagus, warga makin banyak yang beli dan semua bisa ikut terlibat. Lahan kecil juga bisa bermanfaat asal dikelola dengan serius," tutupnya.
Urban farming bukan sekadar menanam, tetapi juga membangun kesadaran akan pentingnya kemandirian pangan dan pelestarian lingkungan.
Kisah Agus dan rekan-rekannya di Kalisari menjadi bukti nyata bahwa inovasi tak harus datang dari laboratorium atau kantor mewah, cukup dari kemauan dan kerja keras di lahan sempit perkotaan.
Dengan dukungan pemerintah serta partisipasi warga, model seperti ini bisa menjadi contoh sukses pemberdayaan masyarakat sekaligus solusi hijau bagi kota yang kian padat.
BACA JUGA:Cara Cek Status Penerima Bansos BLT Kesra 2025 Cair Rp900 Ribu, Sipkan NIK KTP!
BACA JUGA:Mikel Arteta Dilema! Wonderkid Arsenal Ini Siap Hengkang Akibat Jarang Dimainkan
Optimalisasi Lahan 700 Meter Persegi
Diprakarsai oleh Siti Nurhasanah selaku Lurah Kalisari, program ini berhasil mengubah lahan aset pemerintah seluas sekitar 700 meter persegi yang semula tidak termanfaatkan menjadi area pertanian produktif yang hijau dan subur.
"Awalnya lahan ini hanya sekitar 200 meter dan masih dikuasai warga. Alhamdulillah, sejak 2021 mulai kami kelola. Pada awal 2023 sudah berkembang menjadi sekitar 700 meter," ujar Siti.
Selain itu program urban farming Kalisari mendapatkan dukungan penuh dari Suku Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan, dan Pertanian (Sudin KPKP) Jakarta Timur.
Melalui pembinaan dan bantuan berupa bibit serta pupuk, kegiatan ini menjadi lebih terarah dan berkelanjutan.
"Teman-teman PPSU kami tugaskan khusus untuk menangani urban farming. Mereka mendapat pelatihan dari Sudin KPKP minimal dua kali setahun agar punya kemampuan menanam dan mengolah hasil tani dengan baik," jelas Siti.
BACA JUGA:Cek Tabel Pinjaman KUR BRI 2025 Mulai Rp10-Rp100 Juta, Lengkap Cara Pengajuan Buat Modal Usaha
Selain itu, kegiatan ini juga melibatkan PKK dan warga sekitar. Kolaborasi ini membuat masyarakat semakin peduli terhadap lingkungan dan tertarik untuk menanam di wilayah masing-masing.
"RT 9 dan RT 10 sudah mulai membentuk kelompok tani sendiri dan mereka fokus pada tanaman cabai karena dinilai lebih menguntungkan," terangnya.
Warga bisa membeli hasil panen langsung dari lokasi, sedangkan sebagian hasil lainnya juga disuplai ke warung makan sekitar.
"Kalau panen, teman-teman PKK menginformasikan ke warga dan bisa juga melakukan pemesanan sayur segar langsung dari kebun. Hasil penjualan dikumpulkan ke kas kelompok PPSU untuk biaya operasional,” terang Siti.
Siti menjelaskan jika hasil keuntungan digunakan untuk berbagai kebutuhan, mulai dari pembelian pupuk, tali, dan lainnya.
Selain meningkatkan ketahanan pangan lokal, urban farming ini membawa dampak sosial yang positif.
BACA JUGA:Komnas HAM Tolak Gelar Pahlawan Nasional Soeharto: Lukai Cita-cita Reformasi
BACA JUGA:Gus Ipul Pastikan Penyaluran Laptop untuk Siswa Sekolah Rakyat Sudah Dimulai
Warga mulai terinspirasi untuk mengelola lahan sempit menjadi sumber pangan mandiri, misalnya di RT 12 RW 3 yang berhasil menumbuhkan sawi, timun, dan kangkung di lahan seluas 100 meter.
"Kami juga memberikan edukasi kepada warga agar mengolah sampah rumah tangga menjadi kompos. Dengan begitu, urban farming ini bisa berkelanjutan dan ramah lingkungan," tutur Siti.
Pihak Kelurahan Kalisari sendiri berencana akan memperluas konsep urban farming dengan menambah kolam ikan nila hingga peternakan ayam dalam skala kecil.
Tidak hanya itu, lokasi perkebunan ini juga disiapkan menjadi sarana edukasi bagi anak-anak PAUD untuk pengenalan dunia pertanian sejak dini.
"Harapan kami, urban farming Kalisari bisa jadi contoh, di tengah padatnya kota Jakarta, kita masih bisa menanam, belajar dan menghasilkan,” jelasnya.
“Anak-anak bisa melihat langsung bagaimana Jagung, Tomat atau Melon tumbuh tanpa harus pergi jauh ke luar kota," tutup Siti.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Temukan Berita Terkini kami di WhatsApp Channel
Sumber:
