BANDUNG, DISWAY.ID--Mantan Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Prof. Ilya Avianti mengatakan, minimnya literasi keuangan di masyarakat menjadi faktor penyebab maraknya Financial Technology (fintech) dan investasi bodong di Indonesia.
Disebutkan Prof. Ilya, berdasarkan data Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) tahun 2019, menunjukkan Indeks Literasi Keuangan sebesar 38,03 persen dan Indeks Inklusi Keuangan sebesar 76,19 persen.
”Maraknya fintech bodong muncul karena masih minimnya literasi keuangan masyarakat Indonesia,” ucap Prof. Ilya kepada Jabar Ekspres, di Bandung, Sabtu 05 Maret 2022 lalu.
Bukan saja literasi keuangan, kata dia, menjamurnya perilaku instan pun menjadi penyebabnya. Ingin mendapatkan keuntungan besar dalam waktu singkat tanpa kerja keras.
Berdasarkan data Satgas Waspada Investasi (SWI) di tahun 2019 fintech ilegal mencapai 442 entitas, sementara di paruh pertama 2020 sebanyak 694 entitas. Per Juli 2020 tercatat 163 entitas investasi ilegal, 25 entitas ilegal dan 694 fintech illegal.
Menurutnya, fenomena ini yang membuat tumbuhnya fintech di Indonesia. Seperti halnya dua mata uang, kata dia, setiap ada peluang baik maka selalu saja ada kesempatan orang untuk berbuat jahat.
”Ini sangat manusia. Disinilah harusnya masyarakat lebih berhati-hati ketika memasuki aktivitas digital. Jangan cepat tergiur oleh bujuk rayu yang menjanjikan untuk besar dan cepat,” cetusnya.
Lebi lanjut, ia menyebutkan, dari tahun ke tahun, peningkatan fintech terus berkembang pesat.
Jenisnya bermacam-macam. ada Microfinance, P2P Lending, Crowdfunding, Market Comparism dan Digital Payment.
”Jika dilihat dari kelima jenis tersebut peningkatannya benar secara signifikan dalam 2 tahun ini meningkat pesat,” sebutnya.
Prof. Ilya pun memberikan tips untuk masyarakat supaya lebih berhati hati dalam mengikuti fintech dan investasi.
”Pahami, pelajari dan dalami lebih jauh mengenai produk investasi digital yang ingin kalian ambil. Seperti aturan regulator serta aturan perusahaannya lembaga penerbitnya, proses interaksi digitalnya, macam atau jenis investasinya,” tutupnya.(win/JabarEkspres)