E-Money Tiga Izin

Senin 18-06-2018,04:00 WIB
Oleh: Dahlan Iskan

 


Seseorang kirim video ke saya: makan di kaki lima dengan bayar pakai hand phone. ''Sudah seperti di China pak,'' katanya.

Alhamdulillah.

Dari segi teknologi kita memang tidak kalah. Banyak yang sudah siap dengan e-Money. Telkomsel sudah lama ingin masuk ke e-Money. Saya kejar terus mereka. Saat saya jadi atasan mereka. Tapi peraturannya belum siap. Seperti mobil listrik itu. Atau nuklir itu.

Tapi dunia tidak mau menunggu peraturan.

Teknologi selalu lebih cepat melangkah. Masyarakat juga tidak mau menunggu. Itu memudahkan konsumen.

Tiongkok menyambar itu.  Dengan kecepatan kungfu panda.

Kini alhamdulillah. Peraturan Bank Indonesia (PBI) sudah mengakomodasikannya.

Memang ini ancaman: bagi bank. Bisnis bank adalah bisnis aturan. Demi keselamatan pemilik uang.
Kini sudah empat izin e-Money  keluar: Telkomsel dengan T-Cash-nya, Gojek dengan Go-Pay-nya. dan ini dia: Pay-Tren milik Ustadz Yusuf Mansyur. Satunya lagi milik bank BUMN.
''Izin Pay-Tren sudah keluar tanggal 21 Mei lalu,'' ujar uatadz YM. ''Tanggal 1 Juni langsung operasi,'' tambahnya.

Kini sang ustadz lebih konsentrasi di Pay-Tren. Saya memuji itu: harus fokus.

Tinggalkan bisnis konvensional. Sudah banyak ummat yang mampu melakukannya. Tapi dari jutaan pebisnis ummat terbukti: hanya Ustadz Yusuf Mansyur yang bisa masuk dunia baru ini. Dengan segala jatuh-bangunnya. Dan  kembang-kempisnya. Dan bully-nya.

Pay-Tren (Tren berasal dari kata pesantren. Bukan dari trend) akan jadi tonggak baru. Setelah Bank Persyarikatan milik Muhammadiyah tidak jalan. Juga setelah Nusumma milik NU tidak banyak kedengaran lagi.

Ustadz Yusuf Mansyur pun akan menghadapi realitas itu: hukum besi ekonomi. Sejuta atau lima juta ummatnya memang penting. Tapi uang itu tidak punya agama. Untungnya uang itu tidak anti agama.

Keuntungan Pay-Tren adalah: bukan milik organisasi. Keputusan bisa diambil lebih cepat. Lebih jelas siapa yang harus bertanggung jawab: Yusuf Mansyur. Lebih jelas siapa yang harus dituntut: Yusuf Mansyur.

Keuntungan yang lain: Ustadz YM sudah pernah jatuh. Lalu mampu bangun. Itu penting. Sudah tahu rasanya terpuruk. Tidak akan terjatuh di lubang yang sama. Tapi masih banyak lubang lainnya: itulah perlunya pengalaman terpuruk tadi.

Masih ada keuntungan lain. Bahkan lebih besar: Bank Indonesia membatasi modal asing. Maksimum hanya 49 persen. Ini membuat persaingan tidak seberapa mematikan. Tidak akan ada gerojokan modal dari luar negeri. Kecuali akal bulus ambil peran. Termasuk membulusi pengawas aturan itu.

Sistem pembayaran digital seperti ini sangat padat modal. Bahkan rakus uang cash. Lebih rakus dari jenis bisnis apa pun. Itulah sebabnya: ekspansinya tidak bisa cepat. Setiap ekspansi perlu dukungan uang cash.

Tapi skala usaha ini memang menakjubkan. Tidak usahlah semua pemegang HP. Yang 50 juta saja. Menggunakan HP mereka untuk membayar. Perputaran uangnya bisa 20 triliun sebulan.

Saya terharu ketika Ustadz YM belajar sampai Tiongkok. ''Saya lagi di Ali-Pay,'' tulis Ustadz YM kepada HP saya. Saat saya di Amerika.

Ali-Pay adalah salah satu sistem pembayaran mobile terbesar di Tiongkok. Dari grup Alibaba. Milik Jack Ma.

Sambil menunggu istri di rumah sakit saya kontak beliau. Via HP. Sekaligus menanyakan Pay-Tren-nya.

''Sekarang sistem teknologi Pay-Tren sudah sekelas Ali-Pay,'' ujar Ustadz YM kemarin.

Ustadz YM menghayati benar bisnis ini. Hafal istilah-istilah dan aturannya. Sebagai ustadz yang hafal Quran tentu mudah menghafalkan semua itu.

''Alhamdulillah. Saya sudah dapat tiga izin,'' ujar ustadz YM.  ''Izin dari Bank Indonesia, izin dari OJK dan izin dari Allah,'' tambahnya. (dis)

Tags :
Kategori :

Terkait