Risiko terburuk sudah disiapkan.
Keputusan hidup-mati sudah diambil: dengan hanya satu suara yang tidak setuju dan enam suara absen.
Selebihnya, 2.878 suara setuju.
Itulah hasil sidang pleno DPR Tiongkok kemarin sore.
Maka sah lah UU Keamanan Hongkong. Segala tindakan subversi, infiltrasi asing dan separatisme dimasukkan sebagai tindakan kriminal.
Itu berarti secara terbuka Tiongkok sudah menyatakan sama sekali tidak takut pada ancaman Amerika. Termasuk ancaman dari negara-negara Barat --baik ancaman fisik maupun ekonomi.
"Tiongkok sekarang sudah tidak sama dengan Tiongkok 100 tahun yang lalu," ujar Menteri Luar Negeri RRT, Wang Yi.
Ucapan itu khusus untuk menanggapi sikap Amerika. Yang untuk pertama kali memberikan ucapan selamat kepada Tsai Ing-wen. Yang dilantik sebagai Presiden Taiwan untuk kedua kalinya.
Itu pertanda Amerika mengakui Taiwan sebagai negara tersendiri. Bukan lagi bagian dari Tiongkok.
"Tiongkok itu lho, tidak pernah punya maksud mengubah Amerika. Mengapa Amerika terus bermaksud mengubah Tiongkok," ujar sang Menlu.
Sejak adanya keputusan jam 3 sore kemarin itu dunia sudah tahu sikap Tiongkok. Kini dunia tinggal melihat: apa tindakan Amerika.
Amerika seperti dihadapkan pada tiga front sekaligus: perang dagang, pembelaan terhadap Taiwan dan dukungan pada oposisi di Hongkong.
Tiga sumbu itu sudah dinyalakan bersamaan: tinggal Amerika --mau meledakkan atau bagaimana.
Di dalam negerinya sendiri Presiden Donald Trump sedang dipojokkan oleh dua persoalan: Covid-19 dan hasil jajak pendapat. Hasil survey itu menyebutkan ia bakal kalah oleh Joe Biden di pilpres November nanti.
Tiga sumbu sekarang ini sudah menyala --lengkap dengan asapnya.
Di Hongkong, sidang pleno legistalif-nya juga sedang membahas pengesahan UU Penghinaan Simbol Negara. Yang menghina lagu kebangsaan nasional (Tiongkok) bisa dihukum 3 tahun.
Demo anti RUU itu meledak di Hongkong. Sejak hari Minggu lalu. Sekalian anti RUU Keamanan yang lagi dibahas DPR di Beijing.
Sidang pleno legislatif di Hongkong itu panas sekali. Puncaknya terjadi kemarin. Jam 11.00 siang. Seorang anggota DPRD melemparkan benda busuk ke arah ketua sidang.
Benda itu jatuh di lantai. Di depan meja pimpinan. Saking beratnya --tidak sampai ke sasaran.
Bau busuk benda itu luar biasa. Seorang anggota, wanita, sampai dilarikan ke rumah sakit --tercekik bau busuk itu.
Yang melemparkannya pun dibawa keluar ruang sidang: Ted Hui Chi-fung. Anggota oposisi dari Partai Demokratik.
Benda itu tak lain adalah sayur busuk. Sekarang kecil. "Demokrasi kita akan dibuat berbau busuk seperti itu," ujar Hui Chi-fung. "Bau busuknya sudah kita hirup sekarang," tambahnya.
Sehari sebelumnya pun gedung legislatif itu sudah heboh. Bau busuk merebak ke mana-mana. Tim keamanan dan pemadam kebakaran segera tiba.
Setelah ditelusuri, bau itu berasal dari lantai 9. Di lantai itulah Hui Chi-fung berkantor.
Rupanya tiap hari Hui Chi-fung sudah membawa sayur busuk ke gedung legislatif. Tapi baru bisa melemparkannya kemarin.
Apa pun, RUU itu pasti berhasil disahkan. Paling lambat besok. Mayoritasnya adalah pro-Beijing.
Dengan demikian pendemo tidak bisa lagi seperti tahun lalu: suka memelesetkan lagu kebangsaan Tiongkok.
Pendemo juga tidak bisa lagi seperti tahun lalu: menginjak-injak bendera Tiongkok, mengolok-oloknya dan membuangnya ke parit.
Atau tetap melakukannya. Dengan risiko masuk penjara.
Setelah UU Anti Penghinaan Simbol Negara itu diputuskan, DPRD langsung harus bersidang lagi: mengubah UUD Hongkong. Untuk memasukkan UU Keamanan Nasional yang baru diputuskan DPR di Beijing itu.
Semua itu, dari segi kepentingan Tiongkok, memang harus disahkan buru-buru. Sebelum fokus ke persiapan pemilu Hongkong bulan September nanti.
Di Pemilu nanti oposisi diperkirakan akan menang. Tapi itu tidak lagi masalah bagi Tiongkok. Sudah terjamin: Hongkong tidak bisa lagi memisahkan diri.
Bahwa Hongkong mau berbeda dengan Beijing tidak apa-apa. Toh sejak awal sudah disepakati: satu negara dua sistem.
Demo besar-besaran sepanjang tahun lalu memang jelas sekali: mengarah ke kemerdekaan Hongkong. Yang mendapat dukungan Barat.
Kini Tiongkok sudah mengambil risiko: menghadapi yang terburuk di Hongkong.
Juga di Taiwan.
Untuk pertama kali pimpinan puncak Tiongkok tidak lagi menyanyikan lagu lama: mengusahakan penyatuan Taiwan secara damai.
Kata 'secara damai' itu tidak digunakan lagi. Itu terlihat dari pembukaan Sidang Pleno DPR di Beijing Senin lalu.
Di forum itu Perdana Menteri Tiongkok Li Kejiang tegas: mengusahakan penyatuan Taiwan - -tanpa kata secara damai.
Padahal, biasanya, setiap tahun, setiap pembukaan Sidang Pleno seperti itu, kalimat "mengusahakan penyatuan Taiwan" selalu diucapkan dengan tambahan "secara damai".
Tiongkok melihat Taiwan sudah di batas lepas. Itu terlihat dari pernyataan Menlu Amerika Serikat Michael Pompeo.
Maka dalam hal Taiwan, Tiongkok juga sudah siap dengan risiko terburuk. Apalagi kapal perang Amerika sudah sering berada di Taiwan --seperti sudah siap membentengi Taiwan.
Tsai Ing-wen sendiri yang menyalakan sumbu: dua hari lalu. Dia menyatakan: orang Hongkong yang merasa terancam Tiongkok silakan lari ke Taiwan. Akan ditampung di Taiwan. Diberi pekerjaan. Dijamin kehidupan mereka.
Bisa jadi itu sebagai balas jasa. Tahun lalu Ing-wen dipastikan akan kalah pilpres. Lalu terjadilah huru-hara di Hongkong. Ing-wen berhasil membonceng huru-hara itu. Tiba-tiba namanyi melejit lagi: menang telak di pilpres lalu.
Tapi pernyataan Ing-wen itu sekaligus berarti penyalaan sumbu perlawanan pada Tiongkok.
Sudah tidak ada lagi diplomasi. Sudah habis basa-basi.
Tiongkok sudah bersikap jelas. Tiongkok sudah seperti sesumbar: ini dadaku, mana Donaldmu.
Kalau saja ada tebak-tebakan sikap apa yang akan diambil Donald Trump pasti pemenangnya M. Nuh dari Jambi itu. (Dahlan Iskan)