Tragedi Prestasi

Senin 03-10-2022,04:32 WIB
Oleh: Dahlan Iskan

POLRES Malang sudah meminta pertandingan itu digeser ke sore hari. Pukul 15.30. Jangan malam hari, pukul 20.00. 

Polisi sudah mengantisipasi apa yang rawan. Ini bukan pertandingan biasa. Ini Arema lawan Persebaya. 

Arema FC juga sudah setuju digeser ke sore hari. Dikirimlah surat ke PSSI Pusat. Tanggal 12 September 2022. Dalam hal ini ke PT Liga Indonesia Baru (LIB). 

Jawaban dari LIB ditulis tanggal 19 September 2022. Isinya: pertandingan dilaksanakan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan. Yakni malam hari. Surat balasan LIB itu ditandatangani direktur utamanya, Ir Akhmad Hadian Lukita MBA QWP. 

Arema, kata surat itu, diminta melakukan koordinasi secara optimal ke Polres. Tidak dirinci apa yang dimaksud optimal di situ. Maka jadilah pertandingan tersebut malam hari.

Sebelum mengirim surat  balasan itu, LIB rupanya  mengadakan rapat lebih dulu dengan apa yang disebut host broadcast. Lembaga inilah yang punya hak siar televisi atas semua pertandingan Liga 1 Indonesia. Tahun ini, siaran langsung Liga 1 hanya bisa dilihat di Indosiar dan Vidio.Com.

Jelaslah ini masalah rating penonton TV. Pihak TV sudah telanjur menyusun acara selama satu tahun. Perubahan atas satu acara bisa mengacaukan acara lainnya. TV telah membayar mahal untuk mendapat hak siar. Juga sudah menandatangani iklan untuk semua acaranya.

Memulai pertandingan pukul 20.00 sebenarnya ditentang se-Indonesia. Bonek juga demo ke PSSI soal jam seperti itu. Berhasil. Persebaya tidak pernah lagi main malam. 

Antisipasi lainnya sudah dilakukan Arema: panitia tidak menyediakan tempat untuk suporter Persebaya. Langkah ini bagus. Sudah benar. Bisa mengurangi potensi ketegangan. Toh Stadion Kanjuruhan pasti bisa dipenuhi oleh suporter Arema sendiri. Bahkan saksi mata menyebutkan penonton yang tidak bisa masuk stadion pun masih sekitar 20.000 orang.

Stadion Kanjuruhan tidak di kota Malang. Itu di Kepanjen, jauh di selatan kota Malang. Di situlah sekarang  ibu kota kabupaten Malang. Jarak dari Stadion Gajayana di kota Malang dengan Stadion Kanjuruhan di Kepanjen 25 km. 

Kanjuruhan diambil dari nama kerajaan abad ke-6 di sekitar Malang. Raja Kanjuruhan yang terkenal adalah Gajayana.

Polisi sudah benar dengan analisisnya. Panitia sudah benar dengan suratnya ke LIB. Juga sudah benar tidak mengalokasikan jatah kursi untuk suporter Persebaya. Tapi toh terjadi bencana sepak bola yang demikian tragisnya: lebih 125 orang meninggal dunia. Itu angka terbesar kedua di dunia. Untuk sejarah kelam sepak bola. Itu mengalahkan tragedi Heysel ketika Liverpool bertemu Juventus di final Piala Champion. Di tahun 1985. Yang meninggal 39 orang. Tragedi Kanjuruhan juga jauh lebih besar dari tragedi Hillsborough 15 April 1989. Yang sampai sekarang, hampir 35 tahun kemudian, masih terasa ngerinya: yang meninggal 96 orang. Yakni saat final piala FA Inggris antara Liverpool vs Nottingham Forest di kota netral Sheffield. Hanya kalah oleh tragedi Estadio Nacional, Peru, pada 1964 yang menewaskan 328 orang.

Kalau saya lihat video-video peristiwa Kanjuruhan yang beredar, tidak seharusnya tragedi Kanjuruhan terjadi. Biar pun Arema kalah 2-3 oleh Persebaya. Tidak ada perang suporter –karena tidak ada supporter Persebaya. Bonek sendiri juga lagi kecewa dengan tim Persebaya –kalah beruntun, pun dengan tim seperti Rans United FC milik artis Rafi Achmad.

Wasit malam itu juga tidak terlalu menimbulkan kekecewaan penonton. Saya melihat banyak sekali kemajuan di perwasitan Indonesia: setidaknya sudah bisa banyak tersenyum. Dulu ulah wasit sering jadi penyebab ketidakpuasan suporter. Kasus-kasus salah semprit memang  masih terjadi tapi sudah jauh menurun. Penempatan wasit tambahan di dekat gawang juga bagus sekali.

Wasit juga bukan faktor penyebab tragedi Kanjuruhan. 

Permainan tim Arema sendiri juga tidak mengecewakan. Memang, tumben, sempat kalah 0-2 di awal babak pertama, tapi segera menjadi 2-2 sebelum turun minum. Bahkan bisa mendominasi serangan di sepanjang babak ke-2.

Keberhasilan mengubah 0-2 menjadi 2-2 memang menimbulkan harapan besar untuk menang. Apalagi lantas mendominasi serangan. Bahkan boleh dikata, Arema sempat mengurung Persebaya. Saya menyaksikannya di rumah secara live. Dua kali tendangan pemain Arema nyaris menjebol gawang Persebaya. Sayang masih mengenai tiang gawang.

Mendominasi serangan, mengurung, mengenai gawang adalah suasana yang membuat dada siapa pun sesak: kok tidak masuk-masuk. Padahal harapan mereka harus menang. 

Arema baru saja kalah di kandang sendiri: lawan Persib Bandung. Masak kalah lagi. Lawan Persebaya pula.

Maka gemes itu memuncak menjelang pertandingan selesai. Lemparan dari arah penonton mulai  beterbangan, termasuk ke arah kubu Arema sendiri.

Kubu Persebaya menangkap apa yang akan terjadi bila tidak tahu diri. Maka, meski menang, tidak ada selebrasi di tengah lapangan. Para pemain langsung menuju lorong ke arah ruang ganti pakaian. Pun tidak mampir sekadar bersalaman ke tempat pelatih berada. Pemain cadangan dan ofisial Persebaya juga langsung menuju ruang ganti baju.

Sampai di sini belum terjadi kerusuhan. Hanya teriakan dan lemparan. Tapi suasana memang mulai mencekam. Rencana tim Persebaya melakukan selebrasi di ruang ganti pakaian pun dibatalkan. Pemain hanya diberi waktu 5 menit untuk ganti baju. Mereka harus segera menuju kendaraan taktis polisi. Mereka diamankan. Agar bisa keluar dari kompleks stadion dengan selamat. Empat kendaraan taktis sudah disiapkan di depan stadion. Cukup untuk semua tim Persebaya. Aman. Mereka berhasil bisa masuk rantis semua.

Di dalam stadion pemain dan ofisial Arema FC masih di tengah lapangan. Mereka akan melakukan apa yang biasa dilakukan setelah pertandingan: kumpul di tengah, membuat lingkaran dan menghormat ke penonton.

Tapi suasana tidak seperti biasanya. Stadion yang penuh dengan 40.000 penonton tidak segera longgar. Mereka tetap di stadion. Tidak banyak yang meninggalkan tempat untuk pulang. Jam sudah menunjukkan pukul 22.00. Mereka masih belum mau beranjak. Masih ribut dengan teriakan. Juga lemparan.

Para pemain Persebaya menunggu di dalam rantis polisi: kapan kendaraan taktis itu bergerak meninggalkan stadion. Tapi kendaraan tidak kunjung bergerak. Tidak bisa bergerak. Jalan keluar dari stadion itu penuh oleh manusia. Para pemain Persebaya sempat selebrasi di dalam kendaraan polisi itu tapi hanya satu menit. Selebrasi mereka terhenti oleh kilatan nyala api tidak jauh dari mereka. Ada mobil yang terbakar. Ini berarti gawat. Apalagi kendaraan mereka masih tetap berhenti di tempat. 

Di dalam stadion, para pemain yang berkumpul di tengah lapangan berinisiatif bersama-sama berjalan ke arah tribun penonton. Gestur tubuh mereka seperti ingin meminta maaf atas kekalahan itu. Mereka melangkah pelan ke arah tribun. 

Tiba-tiba terlihat satu penonton meloncat pagar. Ia lari masuk lapangan. Ia menyongsong para pemain yang berjalan ke arah tribun. Penonton itu terlihat merangkul kiper. Lalu menyalami yang lain. Pihak keamanan terlihat berusaha mencegah penonton itu berada di tengah pemain. Tapi sesegera itu beberapa penonton lagi berhasil meloncati pagar. Mereka juga  menuju pemain Arema. Kian banyak saja yang berhasil meloncati pagar. Lapangan pun mulai penuh dengan penonton.

Petugas keamanan bertindak. Terlihat di video ada petugas yang menghardik penonton dengan kasar. Menendang. Mementung. Memukul.

Adegan seperti itu dilihat dengan sangat jelas oleh penonton yang ada di tribun, yang posisi mereka lebih tinggi. Emosi penonton meledak. Solidaritas sesama penonton meluap. Begitulah psikologi penonton sepak bola. Mereka disatukan oleh emosi. Mereka tidak peduli suku, agama, ras, umur, dan gender. Mereka merasa satu keluarga, satu suku, satu bangsa, satu agama. Tidak ada persatuan bangsa melebihi persatuan bangsa sepak bola.

Saya pernah membuat kaus dengan tema tulisan seperti itu: Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa: Bahasa Bola.

Saya melihat, dari situlah tragedi itu meledak. Ini bukan Arema lawan Persebaya. Bukan Aremania lawan Bonek. Ini penonton lawan petugas.

Ada teriakan Sambo juga di sana.

Mengamankan tim Persebaya ke rantis sudahlah langkah yang jitu. Apalagi kalau bisa segera keluar dari kompleks stadion. Maka prioritas berikutnya, seharusnya, membuka jalan keluar dari stadion. Bukan saja untuk tim lawan, juga untuk mengurangi kepadatan stadion. Pasti banyak juga yang sudah ingin pulang. Sudah sangat malam. Tapi mereka tidak bisa keluar. Buntu.

Di dalam stadion sebenarnya sudah tidak ada lagi faktor penentu yang bisa memicu kerusuhan. Kalau pun mereka kecewa kepada tim Arema, itu kekecewaan orang yang mencinta. Tidak akan mencelakakan mereka. Sama dengan kekecewaan Bonek pada tim Persebaya 2022.

Maksimum yang akan terjadi adalah merusak stadion. Seperti yang dilakukan Bonek dua minggu lalu ketika Persebaya kalah oleh Rans United FC 1-2. Stadion Gelora Delta Sidoarjo dirusak. Itu pun hanya mampu merusak pagarnya. Persebaya segera memperbaiki: habis Rp 170 juta. Tidak ada yang luka. Apalagi meninggal dunia.

Maka yang terbaik dilakukan di dalam stadion Kanjuruhan malam itu adalah: mereka yang masuk ke lapangan itu jangan diusir. Jangan dihardik. Diminta saja untuk duduk. Di atas rumput. Seluruh pemain dan ofisial juga memulai duduk. Petugas juga duduk. Biarkan emosi tercurah dulu. Perlu waktu untuk meredakan emosi. 

Sama sekali tidak ada faktor yang menakutkan malam itu. Mereka itu satu bangsa: bangsa bola. Tim lawan sudah diamankan. Cukup. Tim tuan rumah tidak akan diapa-apakan –maksimum dimaki-maki atau diludahi. Saya sudah kenyang dengan hal seperti itu. Pun dilempari kencing dalam plastik.

Menghardik mereka hanya menambah emosi. Apalagi menendang dan memukul. Tambah lagi tembakan gas air mata. Yang bikin panik. Bikin sesak. Bikin berdesakan.

Kita begitu berduka. Kita juara dunia sepak bola di segi tragedinya.

Kita harus bangkit dengan prestasi. Kalau pun kita dihukum FIFA selama lima tahun, kita manfaatkan itu untuk benah-benah di dalam negeri. Lima tahun mendatang kita buat kejutan internasional. Sekali bebas dari hukuman, prestasi langsung mengejutkan. Di mata dunia. Setidaknya Asia. (*)

Komentar Pilihan Dahlan Iskan untuk Tulisan Edisi 2 Oktober 2022 Berjudul: Cari Cinta

 

Komentator Spesialis

Kalbar dan Kalteng tunggu dulu ya sabar. Duitnya akan difokuskan ke Kaltim untuk IKN baru perlu 500 trilyunan. Nanti 10-20 tahun lagi akan dipikirkan. Kecuali pembangunan IKN baru ditunda, duitnya bisa dibagi rata ke semua daerah.

Fauzan Samsuri

Selama hayat masih dikandung badan masih ada kesempatan bagi MacKenzie Scott dan Lesti Kejora mencari cinta sejatinya. Bagi yang merasa sudah menemukan jangan sampai kesempatan itu hilang, tidak perlu mencari lagi karena mungkin cinta sejati memang tak ada, kecuali kita mau menerima pendamping kita apa adanya.

Agus Suryono

PENDIDIK DAN PENGAJAR.. Guru itu bisa dibedakan menjadi 2, yaitu: 1). Pendidik. 2). Pengajar. Kalau "pengajar", hanya SEKEDAR mengajar. Sedangkan "pendidik", tidak hanya sekedar mengajar, tetapi MENGAJAR dan sekaligus juga MENDIDIK muridnya. Dari cerita Abah, saya yakin JEWETT adalah PENDIDIK. Saya berharap, semua anggita PGRI adalah PENDIDIK. @PGRI. PPRI..

Agus Suryono

SAYA PERNAH JATUH HATI KEPADA PADUAN SUARA BONEK.. Tahun sekian. Selama sekitar 5 tahun.. Setiap Jumat sore, saya naik KA Turangga, ke Surabaya. Dan setiap Minggu sore, saya kembali naik KA Turangga, kembali ke Bandung. Nah suatu sore, di hari Minggu, saat mau siap-siap ke Bandung, stasiun Gubeng penuh n full, manteman Bonek. Dari rumah, ke stasiun Gubeng, diantar istri, dan anak bungsu. Manteman Bonek, sangat tertib di stasiun. Mereka menunggu kereta, tuk pulang. Sambil menunggu, mereka menyajikan lagu, sangat indah, suaranya Bak paduan suara. Semuanya berjalan dan berlalu, tanpa saya tau, siapa yang memberikan aba-aba. Bahkan saat pergantian lagu, saya tak tau, siapa yang memberi kode dan tanda.. Sampai saat KA Turangga berangkat meninggalkan stasiun Gubeng, kereta yang akan membawa para mbak dan mas Bonek belum tiba.. Karena itu, para mbak dan mas Bonek, tetap melanjutkan paduan suaranya. Meski banyak yang tanpa sepatu maupun sandal, tetapi paduan suaranya tetap enak didengar. Sampai-sampai, setelah KA Turangga jauh meninggalkan Gubeng, anak bungsu saya tidak mau diajak pulang mamanya. Anak saya terpukau paduan suara.. Dari mbak dan mas Bonek.. Selamat jalan bagi para kurban..

Pryadi Satriana

Arema berduka Dunia sepakbola kita berduka Tragedi Kanjuruhan diliput media dunia Abah 'cuek' Malah "Cari Cinta" Bisa saja Abah sedang puber ... Puber ke-7! Opo pancen ngono, Bah? Ojo lali jaga kesehatan ... Ojo ngguya-ngguyu dewe ... Salam. Rahayu.

 

Jimmy Marta

Cerita ringan abah pagi ini, mencari cinta cocoklah untuk teman santai kita berhari minggu. Lepas dan lempang. Kita gk usah prihatin dg menjandanya Scott kedua kalinya. Beda dg yg pertama. Dg Jewet ini kan Scott yg menggugat. Pasti ia tidak bahagia. Dia pilih jadi janda lg daripada makan hati. Lebih baik sakit gigi daripada sakit hati. Dengan harta selangit sebumi, tentu Scot happy2 saja. Apapun bisa dia dapatkan. Cuman memang cinta gk bisa dibeli. 

Kapten

Video dari rubrika itu cukup jelas. Beberapa korban yang pingsan justru perempuan. Saya belum menemukan video baku hantam secara massive. Juga penasaran daftar korbanya. Terakhir karena sudah kebanyakan nulis di sini. Dan hal ini justru membuat saya terlihat bodoh. Mau tanya saja ke pak Er gham. Berapa kali adu pukul yg terjadi setelah pertandingan berakhir. Atau cuma skema begini. Bayar orang suruh masuk ke lapangan. Tujuannya untuk memancing penonton lain supaya agresif. Lalu, tembak gas air mata ketitik tertentu. Dengan begitu cerita berakhir, seolah2 penonton kecewa. Kemudian ada keributan.

Kapten

Beberapa daftar korban sudah di publish oleh media masa. Dari usia korban ada yang usia 13 tahun. Orang gila mana yang mau mukulin usia 13 tahun sampai meninggal di acara sepak bola. Juga ini yang aneh. Banyak bener korban perempuannya. Jadi ini mungkin bukan keributan penonton. Ini semacam kekacauan yang di buat panitia penyelenggara.

Er Gham

Tidak sekedar TIDAK BOLEH DIGUNAKAN. Gas air mata juga TIDAK BOLEH DIBAWA MASUK STADION. Jadi dalam keadaan DARURAT sekalipun, misal petugas TERDESAK, gas air mata tetap TIDAK BOLEH DIPAKAI dalam stadion. Ngerti ora ?

yanto st

Oh cinta deritanya tiada akhir kkkkk

Johan

Ketika sekelompok orang melakukan tindakan edan, kemudian ditangani dengan cara edan juga, yang terjadi selanjutnya adalah bencana. Turut berdukacita untuk para korban tragedi Kanjuruhan. Semoga keluarga yang ditinggalkan oleh korban diberi ketabahan dan kekuatan oleh Allah Yang Maha Kuasa.

AnalisAsalAsalan

Tentang cinta dan pernikahan. Cinta memang datang tanpa perlu menjawab kata tanya "Mengapa". Namun, pernikahan sebaiknya dilakukan dengan yang "sekutu", saya biasa menerjemahkan dengan "yang nyambung". Tanpa "sekutu", saya ambil Pareto, 80% susah komunikasinya. Alhasil, hidup bersama hampa, akhirnya berjalan sendiri-sendiri. Kalau sudah seperti itu, apa bedanya tanpa si dia? Perpisahan tak terelakkan. Sang Puteri, triliuner dan terkenal, menikah dengan guru biasa. Ini tidak sekufu. Hasilnya ternyata ikut 80% yang susah nyambung. Itu analisis saya yang asal-asalan. Hahahahaha.

Liam Then

Sangat sedih, nelangsa, hal seperti ini bisa terjadi. Alpa besar yang disebabkan oleh ketidakpedulian, alpa besar yang mentolerir ketidakcakapan. Hasilnya nyawa manusia terkorban sia-sia. Mayoritas anak-anak muda yang penuh harapan masa depannya . Tumpuan harapan bapak ibunya. Kejadian seperti ini, bukti bahaya kalau kealpaan di tolerir dan dianggap biasa.

Pryadi Satriana

AREMA MENGGUGAT Ya ... Tuhan ... Sebagian besar korban begitu muda Anak2 sekolah Rata2 uang saku mereka sekitar 10rb Mereka rela ndhak makan nasi pecel + teh selama 5 hari Demi selembar tiket Yg ternyata Mengantar mereka ke alam baka Aremania itu cuma 'supporter' Bukan bajingan ... Bukan bangsat ... Bukan teroris ... Mereka cuma penonton Mereka ndhak ingin 'tawur' Mereka ndhak punya 'pentung' Mereka ndhak punya 'pelindung diri' Mereka cuma mau nonton Dan pulang ... Tapi mereka ndhak bisa pulang Tubuh mereka sudah terbujur kaku ... Jiwa mereka telah melayang Adakah mereka bertanya: "Why me?" "Kenapa aku mati seperti ini?" "Kenapa aku ndhak bisa pulang lagi?" "Aku ingin pulang ..." "Sudah malam, Ibuku menunggu di rumah ... " #aku juga Arema# #aku cuma bisa berbuat ini# #maafkan aku Kawan# #kembalilah ke hadiratNya# #doaku menyertaimu Kawan# #semoga dosamu diampuniNya# #semoga ada di hadiratNya# #Aamiin#

Er Gham

Korban-korban belum tentu perusuh. Mungkin ada keluarga keluarga yang hanya ingin menonton saja. Tapi terjebak asap atau terjatuh dan terinjak saat berebut keluar stadion. 

Pryadi Satriana

Suara lirih dari Kanjuruhan: "Bu, aku ingin pulang ..." "Bu, aku ingin ... " "Bu, aku ... " "Bu ... "

thamrindahlan

Entah siapa sedang jatuh cinta / Sekali pandang cintapun terpaku / Cinta buta misteri setetes tinta / Tak pandang wajah apalagi saku /

EVMF

Gas Air Mata atau Tear Gas termasuk Lachrymator kimiawi. Sedangkan Lachrymator alami contohnya Semprotan Merica (Capsaicin) yang biasa digunakan untuk membela diri, terutama oleh kaum perempuan dari kemungkinan serangan fisik, pelecehan seksual dan penjambretan. Bahan kimia yang paling umum digunakan untuk gas air mata adalah : chloroacetophenone, chlorobenzylidenemalononitrile, chloropicrin, bromobenzylcyanide, dan dibenzoxazepine. Akibat terpapar gas air mata secara umum dapat menyebabkan antara lain : sesak napas, batuk, penglihatan kabur, rasa terbakar pada wajah, dan GAGAL NAPAS. GAGAL NAPAS ini yang sangat berbahaya, bisa mengakibatkan kematian, karena : 1. terpapar gas air mata untuk waktu cukup lama. 2. terpapar gas air mata di area tertutup atau kepadatan yang luar biasa dari kerumunan masa dalam kondisi pertukaran aliran udara yang tidak baik. 3. ada orang yang memang memiliki riwayat gangguan kesehatan paru-paru, seperti asma dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).

 

Kategori :