Mantan mertuanya yang tak terima akhirnya membuat laporan polisi. Dia merasa dirugikan atas 2 daun pintu yang tidak bisa dipakai lagi, 1 gagang pintu rusak, 1 gembok rusak, dan 1 rantai rusak. Jaksa menilai perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur Pasal 406 ayat (1) KUHP.
Sementara itu, Pengacara terdakwa Abu Bakar, Aldo Joe menilai, dakwaan jaksa tidak tepat. Baginya, kasus yang mendera kliennya terlalu dipaksakan.
"Dakwaan ini terlalu dipaksakan, masa hanya karena didorong handlenya oleh kedua tangan kosong menyebabkan dua daun pintu bisa rusak, memangnya ditendang ataupun menggunakan alat keras, ini jelas rekayasa barang bukti," jelas Aldo.
Lebih lanjut, Aldo mengatakan, kliennya selama ini dihalangi-halangi oleh eks mantan istri dan eks mertuanya untuk bertemu dengan anak kandungnya.
BACA JUGA:Mantan Camat di Bekasi Diduga Lecehkan Anak Tiri
Padahal kewajiban Abu Bakar sebagai seorang ayah seperti memberikan nafkah kepada anak tetap dijalankan pasca perceraian.
"Klien saya hanya ingin bertemu dengan anaknya, tidak ada niat lebih dari itu, apalagi pengrusakan barang, apabila ia ingin rusak, tidak hanya pintu semata,” tuturnya.
“Selama ini dia dihalang-halangi untuk bertemu anaknya pasca perceraian oleh mantan istrinya yang notabennya karyawan dengan jabatan mentereng di Bank Indonesia. Padahal ada perjanjian klien saya dapat bertemu anaknya (hak asuh bersama)," tegasnya.
Aldo berharap jaksa sepatutnya menempuh jalur restorative justice dalam menuntaskan kasus ini.
Hal itu mengacu kepada Peraturan Kejaksaan Nomor 15 Tahun 2020 tentang penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
BACA JUGA:Sepakat Rujuk, Putra Siregar Berikan Bisnis Klinik Kecantikan Untuk Septia
BACA JUGA:Gokil! Cuma Dengar Suara Mesin Motor, Marc Marquez Bisa Tebak Semua Nama Sirkuit di MotoGP
Ancaman hukuman Pasal 406 Ayat (1) pun maksimal pidana penjara 2 tahun 8 bulan. Dan terdakwa belum pernah dipidana.
Padahal faktanya terdakwa sendiri beritikad baik untuk berdamai dan siap mengganti kerugian tersebut secara penuh, sehingga hal tersebut wajib menjadi pertimbangan pada keadaan yang meringankan dalam pengajuan tuntutan pidana.
"Kami memohon kepada Kajari dan jajarannya agar dapat memfasilitasi restorative justice sebagaimana permohonan yang diharapkan oleh terdakwa dan amanat dari peraturan kejaksaan mengedepankan restorative justice," pungkas Aldo.