JAKARTA, DISWAY.ID-- Ketupat menjadi makanan khas bagi umat Islam di Indonesia dalan merayakan hari raya atau Lebaran Idul Fitri.
Ternyata penggunaan istilah ketupat memiliki filosofi menarik yang mendasarinya sebagai simbol perayaan hari raya Idul Fitri.
BACA JUGA:Menag Yaqut Umumkan 1 Syawal 1444 H Jatuh pada 22 April 2023 : Kita Tidak Menonjolkan Perbedaan
Diketahui kata ketupat atau kupat berasal dari bahasa Jawa yaitu “ngaku lepat” (mengakui kesalahan) dan laku papat (empat tindakan).
Dikutip dari laman NUonline, prosesi ngaku lepat umumnya diimplementasikan dengan tradisi sungkeman, yaitu seorang anak bersimpuh dan memohon maaf di hadapan orang tuanya.
Dengan begitu, kita diajak untuk memahami arti pentingnya menghormati orang tua, tidak angkuh dan tidak sombong kepada mereka serta senantiasa mengharap ridha dan bimbinganya.
BACA JUGA:Sidang Isbat Sepakat 1 Syawal 1444 H Pada Sabtu 22 April 2023, Ini Dasarnya
Ini merupakan sebuah bukti cinta dan kasih sayang seorang anak kepada orang tuanya begitupun orang tua kepada anaknya.
Prosesi ngaku lepat pun tidak hanya berkutat pada tradisi sungkeman seorang anak kepada orang tua, lebih jauh lagi adalah memohon maaf kepada tetangga, kerabat dekat maupun jauh hingga masyarakat Muslim lainya.
Dengan begitu umat Islam dituntun untuk mau mengakui kesalahan dan saling memaafkan dengan penuh keikhlasan yang disimbolkan dengan ketupat tersebut.
Ketupat menjadi simbol “maaf” bagi masyarakat Jawa, yaitu ketika seseorang berkunjung ke rumah kerabatnya nantinya mereka akan disuguhkan ketupat dan diminta untuk memakannya.
Apabila ketupat tersebut dimakan secara otomatis pintu maaf telah dibuka dan segala salah dan khilaf antar keduanya terhapus.
Laku Papat (empat tindakan)
Sementara itu untuk istilah laku papat (empat tindakan), masyarakat Jawa mengartikanya dengan empat istilah, yaitu lebaran, luberan, leburan, dan laburan.