JAKARTA, DISWAY.ID-- Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta telah menyiapkan fasilitas kesehatan (faskes) untuk mengatasi dan mengantisipasi penyakit akibat kualitas udara.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Ani Ruspitawati mengatakan, sebanyak 44 puskesmas kecamatan, 196 puskesmas kelurahan, 31 Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dan 196 rumah sakit yang ada di Jakarta akan memberikan layanan 24 jam bagi warga.
BACA JUGA:Buruknya Kualitas Udara Jakarta Dilihat dari Atas Pesawat, Anies Baswedan Singgung Faktor Ini
Meski demikian, dirinya mengingatkan jika gangguan kesehatan pada manusia bisa disebabkan oleh multi faktor yang masing-masing berperan dan saling mempengaruhi.
Seseorang yang menjadi sakit dipengaruhi oleh faktor Manusia (Host), Lingkungan (Environment) dan Agent (seperti bakteri/virus/jamur dan lain-lainnya).
Sehingga polusi udara bukanlah penyebab tunggal yang berdampak terhadap gangguan kesehatan masyarakat di Jakarta.
Penyakit yang ditimbulkan karena polusi udara belum termasuk kategori darurat.
BACA JUGA:Cegah Polusi Udara Jakarta, Menparekraf Dukung Penerapan WFH
Hal itu disimpulkan salah satunya dengan melihat tren kasus penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang tidak mengalami kenaikan drastis.
“Data kesakitan terhadap penyakit yang berhubungan dengan kualitas udara tidak sehat, yaitu ISPA, pneumonia, asma, dan lainnya,” ujar Ani dalam keterangannya, Kamis 17 Agustus 2023.
“Secara umum saya bisa sampaikan, untuk tahun 2023, tren kesakitannya tidak berbeda dengan jumlah kasus sebelum pandemi,” tambahnya.
Pada tahun 2020 dan 2021 saat terjadi pandemi COVID-19, angka kesakitan relatif turun. Tetapi pada 2023, tren angka kesakitannya masih relatif sama dibandingkan tahun 2018 dan 2019, sebelum pandemi.
BACA JUGA:Menteri LHK: Penyebab Polusi Udara di Jakarta Itu Sepeda Motor
Dengan kata lain, angka kesakitan tidak mengalami perubahan signifikan, masih naik turun karena terpengaruh kondisi cuaca.
“Tren biasanya di awal tahun tinggi. Sekarang belum terlalu turun karena musim kemaraunya agak panjang. Karena perubahan iklim tersebut, pola penyakitnya agak berubah. Sejauh ini kita monitor terus jumlah dan pergerakan kasusnya masih relatif normal, tidak ada peningkatan signifikan,” jelas Ani Ruspitawati.