Pengantar KH Imam Jazuli pada Buku Blue Print Transformasi dan Revolusi Manajemen Haji

Sabtu 10-08-2024,16:45 WIB
Oleh: KH. Imam Jazuli, Lc. MA*

Transformasi juga mengharuskan power leadership dan manajemen untuk menggerakkan roda program transformasi dari atas ke bawah, dari kanan ke kiri, atau sebaliknya. Karena itu, suduah tepat jika penulis buku ini mengusulkan kementerian khusus haji. Kementerian ini yang memiliki power dukungan manajemen sekaligus dapat melaksanakan pilar transformasi berikutnya, yaitu reskilling dan upskilling SDM untuk menghadirkan layanan yang prima bagi jama’ah haji Indonesia.

Pilar Kesuksesan Transformasi ada tiga: penguasaan masalah, leadership & management, Reskilling-Upskilling

Urgensi Api Revolusi

Perubahan yang perlu ditempuh Indonesia bukan perubahan yang sifatnya ‘incremental’ atau perubahan yang sifatnya hanya merapikan, tambal sulam sana-sini, dan kecil-kecil. Terkait layanan haji, Indonesia perlu melakukan transformasi revolusioner. Kita dihadapkan pada masalah yang sirkulasinya sudah teridentifikasi namun solusinya yang revolusioner tidak pernah kunjung tiba. Akhirnya, masalah terus bertambah banyak sebagai akibat dari kegagalan menangani sumber masalah yang utama.

Pemantik api revolusi sesungguhnya sudah mulai diaktifkan oleh penulis buku ini, terutama di Pengantar dan Bagian Ketiga. Hanya saja, sebuah revolusi selalu membutuhkan sosok leader yang memiliki nyali besar. Nyali dalam hal ini adalah kualitas seseorang pemimpin untuk tetap melakukan sesuatu dengan keteguhan hati di tengah ketakutannya terhadap potensi bahaya, kritik, atau ketidakpastian karena ingin meraih sesuatu yang bernilai lebih.

BACA JUGA:PKS Putuskan Merapat ke Prabowo-Gibran, Ahmad Syaikhu: Amanat Majelis Syuro

BACA JUGA:Pengamat Hendri Satrio Pertanyakan Perseteruan PBNU dengan PKB

Nyali seorang pemimpin akan menentukan keberhasilan inovasi yang menjadi tujuan transformasi revolusioner. Nyali seorang pemimpin akan menentukan kepeloporan dalam kebaikan dan kemajuan. Nyali seorang pemimpin akan menentukan diferensiasi dan nilai tambah. Nyali seorang pemimpin tidak bisa diukur dari apa yang ingin ia lakukan saja, tetapi juga perlu dilihat dari portofolio kepemimpinannya.

Mengakhiri Eksploitasi Kesabaran

Ada ungkapan Sayyidina Ali RA yang begitu mashur diajarkan di pesantren, yaitu “Kalimatu haqqin uriida biha bathilun.” Seringkali seseorang menyampaikan ucapan yang benar, tetapi sebetulnya memiliki maksud yang tidak benar. Kalau kita kontekskan dengan bahasan buku ini, saya sering mendengar ajakan untuk bersabar kepada masyarakat dalam menghadapi kecarut-marutan manajemen haji. Seringkali dibubuhi dengan dalil-dalil Al-Quran atau hadits mengenai fadlilah bersabar. Sayangnya, tujuan dari ajakan itu justru untuk menutupi kelemahan atau penolakan terhadap inisiatif transformasi dan revolusi. 

Perintah kesabaran yang semula mulia, namun dipakai untuk tujuan yang salah. Praktik eksploitasi kesabaran masyarakat untuk tujuan-tujuan yang negatif demikian perlu diakhiri. Kesabaran adalah perintah yang sangat mulia sehingga harus digunakan untuk tujuan-tujuan yang mulia. Ketidakpuasan dan kecarut-marutan selama ini haru diolah menjadi energi untuk melakukan transformasi dan revolusi manajemen haji. (*)

*) Penulis adalah Pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia Cirebon, alumnus Universiti Malaya, Kuala Lumpur,  alumnus Al-Azhar University, Egypt, dan alumnus Pesantren Lirboyo Kediri.

Kategori :