JAKARTA, DISWAY.ID - Dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, Pemerintah kini tengah mengembangkan potensi pengembangan komoditi nikel di Indonesia.
Bukan tanpa alasan, Indonesia berpotensi menjadi pemain kunci global dalam produksi baterai kendaraan listrik (EV) yakni dapat menyuplai baterai EV sebesar 210 GWh per tahun, karena Indonesia memiliki kekayaan sumber daya mineral khususnya nikel.
Salah satu langkah yang sudah diambil oleh Pemerintah adalah dengan meresmikan pembangunan pabrik baterai kendaraan listrik (EV) ramah lingkungan yang pertama di Indonesia.
BACA JUGA:Selama Gelaran HUT RI di IKN, 18 SPKLU PLN Layani 340 Transaksi Pengisian Mobil Listrik
Menurut keterangan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, program hilirisasi industri nikel ini juga bertujuan untuk memperoleh multiplier effect, seperti meningkatkan nilai tambah bahan baku dalam negeri, menarik investasi ke dalam negeri, menghasilkan devisa ekspor, dan menyerap lebih banyak lagi tenaga kerja.
"Hilirisasi nikel berhasil meningkatkan nilai ekspor produk turunan nikel. Hal itu dapat dilihat dari nilai ekspor yang meningkat delapan kali lipat dari USD4,31 miliar pada 2017 menjadi USD34,44 miliar pada 2023," ucap Menko Airlangga dalam keterangan resminya pada Sabtu 14 September 2024.
Sementara itu menurut data Kementerian Investasi/BKPM, total investasi untuk hilirisasi nikel hingga Juni 2024, terutama yang terkait dengan pembangunan smelter dan pabrik baterai kendaraan listrik, telah mencapai USD 30 Miliar.
Tidak hanya itu, lebih dari 2.000 GWh kapasitas baterai lithium-ion telah digunakan secara global selama lima tahun terakhir untuk mendukung 40 juta kendaraan listrik dan ribuan proyek energy storage.
BACA JUGA:Mobil Listrik Asal Tiongkok Rajai Pasar Otomotif, Mitsubishi Khawatirkan Hal Ini
Terkait hal ini, Indonesia berpotensi menjadi pemain kunci global dalam produksi baterai kendaraan listrik (EV) yakni dapat menyuplai baterai EV sebesar 210 GWh per tahun, karena Indonesia memiliki kekayaan sumber daya mineral khususnya nikel.
"Oleh karena itu, berbagai negara melihat Indonesia penting menjadi bagian dari critical minerals. Indonesia sedang bicara dengan Amerika Serikat dan juga dengan negara lain seperti Kanada dan Australia terkait critical minerals agreement," ujar Menko Airlangga.
"Di mana kalau Indonesia-Kanada dan Indonesia-Australia bergabung maka kekuatan dari ekosistem EV itu akan kuat, baik itu berupa lithium maupun nikel, bahkan sekarang ada yang sedang dikembangkan lagi berbasis sodium atau garam," lanjutnya.
BACA JUGA:Keuntungan Melonjak, IPCC Targetkan Terima Impor 30 Ribu Mobil Listrik dari Tiongkok
Selain itu, Menko Airlangga juga mengapresiasi Neo Energy yang telah sukses merealisasikan investasi dengan membangun smelter High-Pressure Acid Leaching (HPAL) pertama di Indonesia yang sepenuhnya menggunakan energi terbarukan.
Smelter itu nantinya akan mengolah bijih nikel atau limonite menjadi Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) sebagai bahan prekusor katoda baterai EV.