Kemudian, Harrys berjalan menuju bandulan, dan dia menjelaskan filosofi mengapa bandul tersebut berbunyi kita busur panahnya menancap.
"Nah jadi ketika anak panah menancap di bandul, itu menandakan bahwa pemanah telah tepat sasaran," tutur Harrys.
"Sama halnya seperti di kehidupan, ketika kita memiliki target, misi atau pun dalam mengambil sebuah keputusan 'goals' nya tercapai itu sangat bahagia. Makanya disini bunyi 'Kring (lonceng)' sebagai penanda tercapainya keinginan atau harapan dari pemanah," sambungnya.
Ia harus sabar menanti momen yang tepat, fokus pada sasaran, dan melepaskan anak panah dengan penuh keyakinan.
Semua itu mencerminkan nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi dalam budaya Jawa: keselarasan, keharmonisan, dan kesabaran.
Dalam setiap tarikan busur, tersimpan filosofi mendalam tentang kehidupan. Seorang pemanah harus belajar mengendalikan diri, mengolah rasa, dan mengasah karsa.
Jemparingan juga kata Harrys, terdapat filosofi yang mengajarkan seseorang untuk tidak putus asa dan pantang menyerah.
"Jemparingan mengajarkan kita untuk tidak putus asa dan pantang menyerah, saat anak panah tidak mengenai sasaran sesuai keinginan kita, jemparingan juga mengajarkan kita hidup disiplin dan membentuk kesabaran," ungkapnya.
Dia pun berharap, agar permainan tradisional seperti jemparingan bisa tetap lestari dan diminati anak-anak muda.
"Saya harap permainan tradisional masih lestari, dan terus digandrungi anak-anak muda," harapnya.