JAKARTA, DISWAY.ID - Sejarah bangsa Indonesia tak lepas dari salah satu peristiwa kelam yang kerap diperingati pada tanggal 30 September.
Bahkan, pemerintah mengimbau kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk melakukan pengibaran bendera setengah tiang.
BACA JUGA:Link Nonton Film Pengkhianatan G30S/PKI Gratis, Dokumenter Sejarah Kelam di Indonesia
BACA JUGA:15 Poster Peringatan G30S PKI Lengkap Ucapannya, Share di Medsos untuk Kenang Pahlawan yang Gugur
Lantas, apa sejarah dan makna pengibaran bendera dalam peringatan 30 September?
Pengertian dikibarkannya bendera setengah tiang adalah tindakan mengibarkan bendera dengan posisi setengah dari tiang penuh.
Maksud dan tujuannya adalah ebagai simbol penghormatan, berkabung, atau tanda dukacita atas meninggalnya seseorang yang penting, seperti tokoh nasional atau pejabat negara.
Tak hanya itu, pengibaran bendera setengah tiang juga bisa dilaksanakan untuk memperingati tragedi nasional, bencana alam, atau peristiwa berkabung lainnya yang signifikan bagi suatu negara atau komunitas.
Pengibaran bendera setengah tiang mengandung makna penghormatan dan juga berkabung bagi suatu negara atau komunitas.
Khusus pengibaran bendera setengah tiang pada 30 September ini merujuk sejarah gerakan 30 September (G-30-S) yang didalangi pemberontak dari Partai Komunis Indonesia (PKI).
Peristiwa kelam dan berdarah itu adalah tragedi penculikan disertai pembunuhan enam jenderal TNI Angkatan Darat dan satu ajudan berpangkat perwira yang terjadi pada tanggal tersebut.
BACA JUGA:Jejak Film G30S PKI yang Diputar Rutin Era Orde Baru dan Nasibnya Kini
Peristiwa kelam itu dipercaya didalangi oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada G30S, penculikan dan pembunuhan jenderal TNI Angkatan Darat dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung dan juga beberapa perwira di tubuh PKI.
Penculikan dilakukan pada malam 30 September 1965 pada saat para jenderal sedang tidur di kediamannya masing-masing.
Rencana penculikan itu tadinya mengincar tujuh jenderal utama TNI Angkatan Darat, yakni Jenderal Abdul Haris Nasution, Letnan Jenderal Ahmad Yani, Mayor Jenderal Harjono Mas Tirtodarmo, Brigadir Jenderal Donald Izacus Pandjaitan, Mayor Jenderal R Soeprapto, Brigadir Jenderal Soetojo Siswomihardjo, dan Mayor Jenderal Siswondo Parman.