Penelitian yang berlangsung selama kurang lebih enam bulan telah melibatkan 196 responden tunanetra dari ketiga negara, dengan 73% responden adalah individu yang telah berhasil mendapatkan pekerjaan dan 27% responden adalah mereka yang belum bekerja, atau yang pernah bekerja sebelumnya.
Kelompok usia yang diteliti lebih dari 90% tenaga kerja penyandang tunanetra saat ini berusia di bawah 45 tahun, sementara itu lebih dari 50% merupakan pekerja yang berada pada kelompok usia 26–35 tahun.
Latar belakang responden yang sudah bekerja didominasi bidang pendidikan 28% (pengajar), bidang sosial 16% (termasuk di LSM), bidang administrasi 16%, keterampilan memijat dan fisioterapi 15%, bidang teknologi informasi 8%, dan bidang keuangan 3%.
BACA JUGA:Ridwan Kamil: Program ‘Jakarta Merata’ untuk Aksesibilitas Penyandang Disabilitas
Faktor kesuksesan penyerapan pekerja tunanetra
Melalui survei, wawancara, dan Focussed Group Discussion (FGD), akhirnya didapatkan hasil yang memberikan gambaran akan faktor-faktor yang mendukung dan menghambat keberhasilan penyandang tunanetra di sektor ketenagakerjaan formal, baik yang bersifat internal maupun eksternal.
Dari sisi gender, ditemukan tren positif mengenai kesetaraan akses pada semua sektor. Selama ini ada anggapan umum bahwa perempuan tunanetra mendapat akses yang lebih terbatas dibanding laki-laki tunanetra, namun pada penelitian tiga negara ini terdapat 40% dari mereka yang bekerja dan menunggu pekerjaan di antara peserta tunanetra adalah perempuan, sementara laki-laki 60%.
Data responden Indonesia juga tidak berbeda jauh, yaitu 64% laki-laki dan 36% perempuan.
Tim peneliti dapat melihat bahwa semakin banyak perempuan tunanetra yang memasuki sektor pekerjaan formal dan kesadaran ini diprediksi akan menjadikan persentase tersebut terus bergerak menuju sama dengan laki-laki tunanetra dalam waktu dekat.
Penelitian juga menemukan fakta bahwa lembaga pendidikan saat ini telah menyediakan fasilitas pendidikan inklusi yang semakin baik, karena sebanyak 85% dari 196 responden yang mengenyam pendidikan, merupakan lulusan Strata Satu, 13% memiliki gelar Master, dan gelar Doktor dimiliki 2% lainnya.
Khusus untuk Indonesia, 76% berhasil mengenyam gelar Strata Satu, 22% memiliki gelar Master, dan 2% lainnya memiliki gelar Doktor.
Kondisi ini dapat menunjang perkembangan ketenagakerjaan tunanetra.
BACA JUGA:Ridwan Kamil Punya Program Khusus untuk Penyandang Disabilitas, Benahi Akses Transportasi
Latar belakang pendidikan juga sangat mempengaruhi bidang pekerjaan yang dipilih atau mampu didapatkan oleh para pekerja tunanetra.
Sebanyak 42% dari total responden memilih pendidikan humaniora yang di dalamnya termasuk ilmu psikologi, sosiologi, sejarah, bahasa, dll, kemudian sebesar 28% memilih ilmu pendidikan.
Hal ini nyata berpengaruh kepada pilihan pekerjaan yang didominasi bidang pendidikan, yaitu 29% dari 144 orang yang dipekerjakan, memiliki profesi yang berkaitan dengan mengajar.
Penyerapan pekerja tunanetra yang tinggi pada bidang pendidikan menjadi salah satu indikator tingginya minat tunanetra berkarir di sektor ini.