Sedih Tidak

Minggu 13-10-2024,05:23 WIB
Oleh: Dahlan Iskan

Baik juga. Sesekali medsos memperdebatkan soal-soal yang mendasar: bisakah kebaikan datang dari semua agama. Atau hanya ada satukah kebenaran. Daripada, misalnya, medsos terus sibuk membahas soal berapa ukuran BH yang bisa membuat payudara tetap kencang.

Lebih lima jam di atas kereta cepat ini saya punya waktu membaca banyak WA yang masih terselip di bawah layar. Kemarin. Dari Shenzhen ke Fuqing. Anda sudah tahu Fuqing: kota tempat lahirnya konglomerat terbesar Indonesia, Liem Sioe Liong. Almarhum.

Salah satu WA yang terbaca itu  dari teman lama. Sesama alumni TEMP0. Juga sama-sama pengelola pesantren. Setelah dari TEMPO sama-sama pula memimpin koran. Saya ke Jawa Pos, ia ke Republika.

Namanya Ahmadie Thaha.

Sudah begitu lama saya tidak menerima kiriman WA-nya. Kini Ahmadie sibuk mengurus tiga pesantrennya.

Satu di Cirebon yang ia dirikan sejak masuk Tempo di tahun 1987. Satu lagi di Gadog, Ciawi. Dan yang ketiga di Sukabumi yang ia dirikan di saat pandemi Covid-19.

WA yang ia kirim panjang. Menyangkut agama anak Pak Iskan yang lagi viral itu.

Rupanya ia kirim WA dari Cirebon. Dari pesantrennya, Mambaul Ulum, yang punya santri mukim 1.000 orang dan  santri kalong 3.500 orang.

Pesantren itu letaknya tidak jauh dari pesantren Bina Insan Mulia (Bima) yang terkenal itu.

Ahmadie rupanya juga seperti Anda: menerima kiriman video entah dari mana. Tentang suami menantunya Pak Iskan itu.  Yang lagi viral. Lalu video lama pun, yang dulu juga viral, jadi ikut viral lagi, nebeng keviralan video agama tanpa sembahyang itu.

Tentu saya tidak mampu menjawab satu persatu WA itu. Untungnya banyak orang sudah memberikan penjelasan --seolah  mewakili saya. Salah satunya dari Ahmadie Thaha. Ia seperti tahu isi jawabannya itu pasti saya setujui.

Untuk menjawab teman-temannya itu Ahmadie tidak bertanya pada saya. Ia justru bertanya dulu ke ChatGPT.

Pertanyaan yang ia ajukan ke ChatGPT adalah: "apakah tindakan Dahlan Iskan seperti itu merupakan sembahyang atau ibadah".

ChatGPT, menurut Ahmadie menjawab begini: itu bukan sembahyang atau ibadah. Hanya sebuah ritual penghormatan.

Ahmadie sendiri alumni pesantren Al Amin, Prenduan, ”Gontor”-nya Madura. Ia angkatan keempat. Masih era harus menanak nasi sendiri. Belum ada listrik. Pakai lampu teplok.

Setelah tamat Al Amin, Ahmadie harus ”mengabdi” dua tahun, mengajar tanpa gaji. Seperti itu pula tradisi di Gontor, Ponorogo.

Setelah itu ia ingin masuk IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Atau UGM. Ditolak. Alasannya: hanya lulusan pondok --masih ikut aturan lama.

Padahal secara keilmuan banyak pun sarjana IAIN yang tidak sehebat dirinya. Sambil lontang-lantung di Yogya Ahmadie menerjemahkan kitab-kitab klasik seperti Muqaddimah karya Ibnu Khaldun. Juga Ar-Risalah karya ulama dunia Imam Syafii. Tahafut al-Falasifah karya Imam al-Ghazali. Shahih Bukhari dan banyak lagi.

Lontang lantung tapi produktif.

Ahmadie pun ke Jakarta. Ia masuk Universitas As-Syafiiyah, sampai tingkat sarjana muda. Dari situ barulah bisa lanjut kuliah di IAIN Syarif Hidayatullah, Ciputat. Selesai 1996.

Di Ciputat, Ahmadie aktif di HMI. Mulai banyak pula menulis --sering dimuat di majalah yang didirikan Buya Hamka, Panji Masyarakat.

Ia juga mendiririkan kelompok studi LSI (Lingkaran Studi Indonesia). Nama LSI belakangan dipakai Denny JA dan Saiful Mujani, keduanya sama-sama rekan aktivis Ahmadie.

Di Jakarta Ahmadie kenal dengan seniman teater Amak Baljun. Diajak masuk Tempo. Satu angkatan dengan Zaim Uchrowi. Saya sudah meninggalkan Tempo saat itu --ditugaskan ke Jawa Pos.

Setelah bertanya ke Chat GPT, Ahmadie ingin tahu lebih banyak kelenteng yang saya datangi. Ia bukan tipe orang yang "lihat sekilas langsung bicara". Ia bukan kompor sumbu pendek.

Hasil penelusurannya itu ia WA-kan ke saya:

"Saya coba telusuri teks yang terpampang di altar itu. Saya memperoleh info dari google, bahwa bunyinya adalah 鳳山宮".

Lalu Ahmadie pergi ke Chat GPT lagi. Ini penjelasan ChatGPT:

Teks "鳳山宮" (dibaca: Fèngshān Gōng) merujuk pada sebuah kuil aslinya di Taiwan yang didedikasikan untuk Dewa Mazu, dewi laut dalam kepercayaan orang Tionghoa.

Secara harfiah, "鳳" berarti "phoenix," "山" berarti "gunung," dan "宮" berarti "kuil" atau "istana."

Jadi, secara keseluruhan, "鳳山宮" bisa diartikan sebagai "Kuil Gunung Phoenix".

Kuil ini terkenal sebagai tempat ibadah bagi umat Taoisme yang memuja Mazu sebagai pelindung para pelaut dan nelayan.

Kuil-kuil dengan nama yang sama juga bisa ditemukan di beberapa daerah lainnya di Taiwan, Tiongkok, dan negara Asia lainnya termasuk Indonesia. Itu menunjukkan betapa pentingnya penghormatan kepada Mazu dalam kebudayaan masyarakat pesisir.

Mazu dipuja sebagai sosok yang penuh kasih dan penyelamat bagi mereka yang menghadapi bahaya di laut.

Menurut legenda, Mazu adalah seorang wanita bernama Lin Mo atau Lin Moniang yang hidup pada abad ke-10 di Fujian, Tiongkok.

Sejak kecil, Lin Moniang menunjukkan kemampuan luar biasa, seperti dapat melihat kejadian di laut dari jarak jauh dan menyelamatkan para pelaut dari badai melalui kekuatannyi.

Setelah meninggal muda pada usia 28 tahun, Lin Moniang dianggap sebagai makhluk ilahi oleh masyarakat setempat karena keajaiban-keajaiban yang dihubungkan dengan dirinyi.

Dia kemudian diangkat sebagai dewi dan dikenal sebagai Mazu, yang berarti "Ibu Leluhur."

Kuil-kuil yang didedikasikan untuk Mazu, seperti kuil "Fengshan Gong" (鳳山宮), banyak ditemukan di wilayah pesisir Tiongkok, Taiwan, dan komunitas diaspora Tionghoa di seluruh dunia.

Mazu juga memiliki perayaan tahunan yang besar, terutama di Taiwan, di mana festival untuk menghormati Mazu melibatkan prosesi, doa, dan persembahan.

Sungguh banyak pun orang Tionghoa baru tahu cerita itu dari pengasuh pesantren ini. Apalagi saya.

Sejak Ahmadie berhenti sebagai pimpinan di harian Republika saya kehilangan kontak dengannya. Rupanya ia terus jadi aktivis.

Selain mengasuh pesantren Ahmadie juga aktif di Komisi PPP (penelitian) di MUI. Juga jadi pengurus di beberapa  ormas seperti PUI atau PIM (Pergerakan Indonesia Maju).

"Saya sedih, sebagian kawan di Komisi PPP MUI sampai menyebut Anda murtad," tulisnya.

Saya tidak sedih. Baik juga sesekali medsos memperdebatkan masalah hubungan kemanusiaan yang mendasar.

Untuk menutup tulisan ini saya ingat foto saya di pabrik yang baru saya kunjungi di Shenzhen.

Foto itu hadiah untuk Leong Putu. Pas banget. Saya berfoto di sebelah tulisan itu. Arti bebasnya: rumah tanpa istri tidak bisa disebut rumah.( Dahlan Iskan)


Komentar Pilihan  Dahlan Iskan di  Disway Edisi 12 Oktober 2024: Aplikasi Sopir

Achmad Faisol

@koh liam saya senang membaca gacoran njenengan... sedikit cerita, saat saya kuliah ada dosen yang begitu bersemangat ketika bicara teknologi... saat mau implementasi di sini, eee ketabrak politik... akhirnya bilang, kita kembali ke teknologi saja... saya yakin sekian banyak dosen, ahli, pakar, dll juga memikirkan yang terbaik untuk negeri ini... namun, ketika sudah berbenturan dengan politik, ingin menjabat lagi, dll, akhirnya ya, "kita lakukan yang bisa kita lakukan..." ini contoh: mas menteri nadiem di dpr bicara literasi dan numerasi... keren banget, lah... teorinya... dia ga ngerti di lapangan... saya sudah sering menulis, sekolah bukan tempat belajar, tetapi tempat tugas dan pr... belajar itu di bimbel... apakah mas menteri ngerti kondisi lapangan...? saya yakin bingits ga...

Mirza Mirwan

Membaca CHD hari ini saya tersenyum sendiri. Kalau ngomongin makan enak (dan gratis, wkwkwkwk) Pak DI bisa cerita berkepanjangan. Saya lupa, entah sudah berapa kali Pak DI menulis soal makan enak dan gratis dalam CHD. Yang masih saya ingat ialah ketika makan Wang Bu Liao, Pak DI yang membagi, lalu sempat-sempatnya mbungkus untuk Bu Nafsiah. Juga tentang makan sate kambing pantat besar ala Xinjiang. Seperti terdengar di telinga saya Bung Leong Putu ngedumel: "Biasa, kalau soal makan enak dan gratis, Pak Bos paling suka. Tapi soal lungsuran sepatu hitam 42 saja ogah ngasih. Jiaan kebangetan banget!"

djokoLodang

-o-- CHDI hari ini bercerita tentang makan-minum di restoran. Itu saja. Tiada yang lain. * Ilustrasi kesadaran tingkat paling bawah yang dimiliki manusia. Dari tujuh level kesadaran menurut paradigma Timur. Kesadaran makan-minum. Kebutuhan pertama untuk bertahan hidup. Kesadaran pertama ini diasosiasikan dengan warna merah dari tujuh warna pelangi. Merah - jingga - kuning - hijau - biru - nila - ungu. Tiga level pertama - kesadaran (insting) hewani. .Level ke-4, di tengah --warna hijau-- kesadaran sebagai manusia. Manusia diberi kemampuan untuk mengendalikan insting hewani --bukan dihilangkan atau dikekang. Setelah pengendalian tiga insting hewani itu tercapai, selanjutnya meningkat ke tiga level kesadaran2 di atasnya. Menuju kesadaran ILahi.

djokoLodang

-o-- Tiga level kesadaran hewani --diurutkan dari bawah: 1) Makan-minum. Untuk bertahan hidup. 2) Seks. Supaya spesiesnya tidak punah. 3) Kenyamanan diri. Peduli amat dengan makhluk lain. Yang penting saya nyaman. Menurut paradigma dan filosofi Timur, tiga insting hewani ini harus dikendalikan. Bukan dihilangkan. Karena memang diperlukan. Insting ke-tiga --kenyamanan diri-- memunculkan inovasi-inovasi misalnya membuat rumah, peralatan makan-minum, penyejuk udara, sepeda, mobil, pesawat terbang, alat komunikasi, dan lain2. Tetapi kalau kenyamanan diri ini tidak dikendalikan, akan memunculkan perusahaan-perusahaan besar yng mementingkan diri sendiri. Tidak peduli rekan bisnis bangkrut. Penguasa yang mementingkan kelompoknya. Bangsa/negara yang mengeksploitasi bangsa/negara lain --dengan segala bentuk dan manifestasinya. --0-

djokoLodang

-o-- FOTO BAYI Suatu hari, putri saya bertanya, "Bu, apakah Ibu punya foto Ibu saat masih bayi? Saya butuh itu untuk proyek sekolah." Tanpa berpikir panjang, istri saya memberikannya. Beberapa hari kemudian, istri saya berada di sekolah untuk menghadiri rapat orang tua-guru dan melihat foto wajahnyi tertempel di mural yang dibuat para siswa. Di antara gambar/foto2 yang lain. Judulnya? "Benda Tertua di Rumahku." --koJo.-

M.Zainal Arifin

Bacabup & Bacawabup. Isteri: Mas, foto mu kok banyak berdampingan, berdua dg perempuan itu? Suami: Saya dan dia mau jadi pasangan Cabup & Cawabup. Isteri: Lewat parpol apa? Suami: Lewat cara Indrpenden. Isteri: Uang mu berapa kok mau nyalon itu? Suami: Mau pinjam bank. Isteri: Apa program unggulan mu? Suami: Semua rakyat sejahtera, makmur lahir batin. Isteri: Aku mau cerai saja. Bila kau masih suka berfoto berdua dg nya lagi.

Mirza Mirwan

Di AS, dalam Kabinet Joe Biden hanya terdiri dari 14 menteri (sebutannya secretary) dan seorang jaksa agung. Jadi hanya 15. Atau 16 bila ditambah kepala staf Gedung putih. Adapun 14 menteri tersebut adalah: Menteri Dalam Negeri (secretary of interior), Mentery Luar Negeri (secretary of state), Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan, Menteri Pertahanan, Menteri Pendidikan, Menteri Energi, Menteri Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan (health and human services), Menteri Keamanan dalam Negeri (homeland security), Menteri Perumahan dan Pembangunan Perkotaan (housing and urban development), Menteri Buruh, Menteri Transportasi, Menteri Keuangan, dan Menteri Urusan Veteran (secretary of veterans affairs). Jadi jumlah kementeriannya hanya 14 (Eh, di AS disebut departemen, kayak di sini zaman orde baru). Ditambah kejaksaan agung yang dipimpin Attorney Gener al (jaksa agung). Ramping? Banget. Zaman orde baru juga Kabinet Pembangunan di sini juga tidak gembrot amat. Sayangnya, setelah reformasi banyak direktorat jenderal yang dikembangkan jadi kementerian. Dulu, misalnya, perindustian dan perdagangan itu satu departemen. Begitu juga dengan pekerjaan umum dan tenaga listrik. Pertanyaan soal nama badai, nanti saja (kalau tidak lupa). Ini mau ke masjid dulu. Sudah adzan Dhuhur tuh.

Achmad Faisol

saya masih penasaran, makan saja pakai uji coba... makan saja pakai sosialisasi... benarkah kualitas pemikiran kita serendah itu...?

Yellow Bean

Pernah beberapa bulan bekerja di pabrik miras dengan pemasaran bukan kelas warung. Aroma khas alkohol bahkan tidak aku pahami karena waktu itu belum paham seperti apa aroma dan rupa miras. Hingga kejadian yang hampir merenggut nyawa. Mungkin itulah cara Tuhan menjauhkan ku dari sesuatu yang membahayakan banyak orang. Dengan peringatan terlebih dulu nyawaku yang dalam bahaya.

Yellow Bean

Miras mabuk dan kendaraan. Mengingat kan kepada artis cantik Nike Ardilla. Kecantikan yang tidak di bantah kaum Adam. Walaupun meninggal di usia muda dan terkait dengan ketiganya. Namanya tetap baik dalam ingatan ku. Semoga beliau damai di surganya Alloh SWT Aamiin

Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺

TENAGA KERJA ORANG VS APLIKASI.. Di masa depan, aplikasi mungkin akan menggantikan beberapa pekerjaan manusia. Tapi jangan khawatir—mereka belum bisa curhat atau gosip. Tentu, mereka bisa kerja 24 jam tanpa lelah. Tapi siapa yang bisa menggantikan rekan kerja yang selalu punya alasan untuk pulang cepat? Mungkin robot akan membuat kita lebih produktif. Tapi saat mesin disuruh nonton sinetron, mereka pasti kebingungan. Jadi, selagi pekerjaan yang butuh kreativitas, empati, dan kebiasaan scrolling media sosial masih ada, kita aman. ### Untuk sementara..

BACA EPAPER HARIAN DISWAY

SERUNYA KOMPETISI BASKET PELAJAR DBL

Kategori :