JAKARTA, DISWAY.ID - Sejumlah maskapai penerbangan global dikabarkan telah mengurangi layanan penerbangan dengan rute penerbangan ke Tiongkok selama empat bulan terakhir.
Bahkan, sebagian maskapai penerbangan global juga sudah menutup rute penerbangan menuju negara tersebut.
Menurut keterangan Kepala analis di perusahaan pengamat penerbangan OAG, John Grant, penyebab dibalik menurunnya permintaan penerbangan ke Tiongkok sangat dipengaruhi oleh permasalahan ekonomi Tiongkok yang masih belum stabil pasca pandemi Covid-19 tahun 2020-2023 lalu.
BACA JUGA:Viral di Grup WA Narasi NEM dan Syarat Tidak Naik Kelas Dikembalikan Lagi, Ini Klarifikasi Kemdikbud
"Masalah ekonomi dan minat mengunjungi (Tingkok) yang lesu mengurangi kedatangan yang masuk," ujar John dalam keterangan tertulis resminya pada Sabtu 26 Oktober 2024.
Sementara itu menurut laporan situs perjalanan Skift, sudah ada sekitar tujuh maskapai penerbangan global yang sudah menarik diri dari Tiongkok selama empat bulan terakhir.
Maskapai-maskapai tersebut adalah Virgin Atlantic, Scandinavian Airlines, manuver LOT Polish Airlines asal Polandia dan Qantas asal Australia.
"Ini adalah cara lain untuk mengurangi kapasitas," tulis Skift.
Salah satu faktor lain yang turut mempengaruhi berkurangya layanan penerbangan ke China adalah karena biaya operasional yang tinggi datang dari perang Rusia-Ukraina.
Hal ini disebabkan karena Moskow, yang merupakan penghubung Tiongkok ke Eropa dan Amerika Serikat (AS), juga menutup jalur penerbangannya. Sehingga, maskapai penerbangan Eropa diharuskan untuk mengambil rute penerbangan yang jauh lebih panjang, yang otomatis akan membutuhkan lebih banyak bahan bakar.
"Maskapai penerbangan harus beroperasi dengan empat orang awak pesawat dengan jam terbang yang panjang. Ketika awak pesawat sedikit dan jam kerja panjang, itu justru menjadi pengeluaran," jelas John.
Sementara itu pada musim dingin ini, maskapai penerbangan yang berbasis di Tiongkok diketahui akan mengoperasikan 82 persen dari semua penerbangan antara China dan Eropa, naik dari 56 persen sebelum pandemi.
Selain itu, maskapai penerbangan Tiongkok telah meningkatkan kapasitas ke Eropa, dibandingkan dengan sebelum pandemi, meskipun pasar dan arus perdagangan jauh lebih kuat saat itu.