Kokkang Ibunda

Kamis 21-11-2024,04:14 WIB
Oleh: Dahlan Iskan

Saya kembali memutari bumi: berangkat ke arah timur (Jakarta-Guangzhou-San Francisco-New York), pulang dari barat (Chicago-Istanbul-Singapura-Jakarta).

Bandara O'Hare belum berubah: sempit, penuh, ruwet, sesak. Bukan karena kecil. Saking banyaknya penerbangan. Terbanyak ketiga setelah New York dan Los Angeles. Bersaing dengan Atlanta.

Kalau malam terlihat lampu pesawat yang mau mendarat seperti berbaris tidak berhenti di udara.

Begitu mendarat di Istanbul, Turki, terasa lapangnya. Juga modernnya. Gemerlapnya. Bandara ini, kata slogan di situ, titik pusatnya dunia. Klaim yang sama juga direbut Dubai, Abu Dhabi, Qatar, Singapura, Hong Kong, dan kelak Riyadh.

Lebih lima jam saya transit di Istanbul. Tidak akan terasa. Apalagi membawa beberapa buku dari Amerika. Juga baru saja dapat kiriman buku elektronik dari sahabat lama, Roy.

Buku elektronik ini kelihatannya lebih menarik untuk dibaca lebih dulu. Penulisnya, saya lebih dari sekadar kenal: Wahyu Kokkang.

Bahwa ia menulis buku saja sudah menarik. Bagaimana bisa seorang karikaturis terkemuka menulis buku. Pasti beda.

Benar. Beda sekali. Sangat kreatif. Tidak biasa. Khas karikaturis. Kokkang sudah memenangkan banyak penghargaan internasional. Karya karikaturnya juga sering masuk buku koleksi karikatur dunia.

Kali ini ia sendiri yang menulis buku. Judul bukunya hanya dua kata: Cerita Ibunda. Lalu ada sub judul-judulan: "Ini ceritaku tentang ibuku dan beberapa cerita ibuku kepadaku".

Isinya: tentang bagaimana Kokkang terus merawat ibunya yang sudah berumur 80 tahun, tidak lagi bisa berjalan, sudah sering lupa.

Untuk itu Kokkang sampai meninggalkan pekerjaannya di Jawa Pos yang mapan. Ia pulang kampung ke Kaliwungu, dekat Semarang, demi ibundanya.

Di rumah Kaliwungu itu mereka hanya berdua –ditemani kursi roda, tempat tidur, lantai, kompor, halaman, pohon-pohon dan sajadah.

Tiap hari Kokkang menyuapi ibundanya, menggendong, memandikan, menceboki, mengipasi dan memberikan hiburan sepanjang hari.

Kokkang dengan rambut senimannya yang tetap panjang, kini justru terlihat lebih segar. Tidak sekurus ketika di Jawa Pos dulu.

Begitu lama saya tidak bertemu Kokkang. Membaca buku ini justru muncul rasa kangen padanya. Pada humor-humornya. Pada sikap mengalahnya.

Di buku ini saya bisa banyak melihat foto Kokkang bersama ibunya yang lemah. Kualitas foto-foto itu sebagus karya karikaturnya. Full human interest.

Ada foto saat-saat mereka berdua di toilet. Atau Kokkang lagi menyuapi. Terlihat juga saat sang ibu sangat bahagia: bisa tertawa lepas. Betapa bahagia wajah setua itu masih bisa tertawa begitu alamiyahnya. Betapa pintar dan sabar Kokkang membahagiakan ibundanya.

Kadang sebuah buku memang didahului dengan kata sambutan. Pun buku Kokkang ini. Bedanya, kata sambutan di buku ini hanya satu. Dari ibundanya sendiri. Juga sangat pendek. Satu halaman penuh isinya hanya tiga kata: "Kowe wis mangan?”.

Buku Cerita Ibunda ini berisi 50 bab. Tiap bab tidak ada yang lebih satu halaman. Bahkan banyak bab yang hanya berisi beberapa baris. Lalu disertai foto atau komik. Total 120 halaman.

Membaca buku ini perasaan saya campur aduk –terutama karena ditinggal ibu saat masih SD dan manja-manjanya.

Kadang air mata berlinang saat melihat Kokkang menggendong sang ibu. Atau saat menyuapi. Dulu tentu sang ibu yang menyuapi Kokkang.

Kadang saya membaca satu bab sampai tiga kali.

Sebenarnya buku ini sangat lucu. Pasti ditulis dengan selera humornya yang tinggi. Maka terharu dan tertawa sering datang bergantian.

Mayoritas babnya ditulis dalam bentuk dialog. Misalnya bab pertama yang berjudul 'Sarapan' ini:

Makan pagi, ibu sedang kusuapi.

Ibu: makan apa ini?

Aku: tahu dan ayam, nasinya hangat.

Ibu: ayam opo? (Ayam apa?)

Aku: kiriman Kolonel Sanders.

Ibu: sopo iku (siapa itu?)

Aku: komandan upacara bendera di kecamatan, Bu.

Ibu: oh...

Dan makan ibu pun jadi banyak.

(Saya bahagia melihat ibu makan banyak, sebahagia memenangkan Olimpiade panjat pinang).

Sependek dan semenarik itu satu bab di buku ini. Kokkang selalu menemukan cara agar ibunya mau makan. Juga agar mau keramas. Misalnya di bab berjudul Keramas ini:

Waktunya mandi pagi. Ibu sudah tiga hari tidak mau keramas. Rabutnya sudah bau. Harus menemukan cara agar ibu mau keramas.

Aku: Bu, mau nggak pagi ini jadi duta shampoo yang lain lagi.

Ibu: opo iku (apa itu?)

Aku: ibu keramas dengan shampoo merek ini nanti dapat duit, bisa untuk membeli daster.

Ibu: mosok (benar begitu?)

Aku: iya. Daster ibu kan sudah banyak yang amoh (lusuh berlubang).

Ibu: iyo.

Aku: makanya ibu keramas, nanti dapat uang dari iklan shampo bisa untuk beli daster yang banyak, baru semua.

Ibu: yo wis, ayo, aku dikeramasi.

 

Setiap kali menemukan cara merayu seperti itu Kokkang berdoa: semoga malaikat tidak mencatat kata-katanya itu sebagai kebohongan.

Tiga jam saya selesaikan buku itu. Lewat Roy, saya pun mencari nomor teleponnya. Lalu mengirim banyak WA padanya. Termasuk minta izin mengutip beberapa isi buku untuk tulisan ini.

Barulah saya mengelilingi lounge business class bandara Istanbul ini. Begitu luasnya.

Bandaranya sendiri sudah seperti mal besar. Lounge bisnisnya seperti pujasera.

Bandara Singapura juga seperti mal tapi terlalu rapi. Kurang terasa dinamis. Pun Dubai dan Hong Kong. Bandara-bandara baru yang besar di Tiongkok juga seperti mal tapi variasinya kurang.

Di lounge ini tiap jenis masakan disajikan di satu counter. Terpencar-pencar. Saya kelilingi satu per satu. Saya lihat masakannya, cara memasaknya dan mana yang terbanyak disukai penumpang kelas bisnis.

Setengah jam sendiri.

Saya belum memutuskan akan mengambil makanan yang mana. Saya pun kembali duduk di sofa. Saya lihat tas kresek. Saya buka kresek itu. Saya keluarkan singkong rebus sisa dari Chicago.


--

( Dahlan Iskan)

 

Komentar Pilihan  Dahlan Iskan di  Disway Edisi 20 November 2024: Bergodo Kebogiro

Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺

SAYA ORANG YOGYA ASLI, WIRANG GPP.. Kalau dengar kata "bergodo," saya langsung ingat prajurit Kraton, lengkap dengan tombak dan baju tradisional. Misal prajurit "bergodo" atau "brigad" alias "satuan prajurit", misalnya "Batalyon Prajurit Mantrijeron". Tapi "bergodo" versi Pak Dahlan atau Ethan..? Waduh, saya udah gak nyambung. Maklum, sejak 1974, saya merantau ke Surabaya, Ambon, Bandung, Kanada, Semarang, Yogya (lagi), Surabaya (lagi), Jerman, Surabaya (lagi), Australia, Surabaya (lagi), Bandung (lagi) sampai  Jakarta. Jadinya "politik keyogyakaryaan" ala Ethan ini di luar radar saya. Mungkin sekarang "bergodo" bukan lagi soal tombak, tapi soal "wacana". Kalau salah tebak, ya wis, wirang gpp. Yogyakarta memang unik, sampai "bergodo" pun ikut naik kelas jadi simbol gerakan politik. Kalau Ethan benar, bisa jadi ini strategi baru: tradisi jadi alat diplomasi. Jaman dulu prajurit perang dan atau sekedar prajurit "upacara". Kalau sekarang "prajurit narasi." ### Witing tresna jalaran saka… tafsir politik?

Jadwal Sholat Pro

Supaya ga ketinggalan pesawat lagi lain kali, kami sarankan Abah menggunakan semacam reminder. Sebenarnya, kami sudah buatkan untuk Abah. Reminder pada aplikasi Jadwal Sholat Pro sangat simpel, cocok buat Abah yang supersibuk. Selain itu, dapat bonus jadwal sholat dimanapun Abah berada. Aplikasinya bisa dilihat di Google Playstore, dengan mengetik "Jadwal Sholat Pro" di kotak pencarian.

Warok Ponorogo

Sebagai wong Jawa Timur, daerah Mataraman sungguh memalukan kalo nggak tahu istilah "bergodo" abah ini. Tanpa bertanya pada mbah google dan pakde AI, bergodo adalah sekumpulan prajurit kraton Jogyakarta yang disatukan atau dikelompokkan sesuai tugasnya. Jadi, kalau dalam TNI AD, ada bergodo Zeni, infantri dan bergodo kavaleri. Kalau dalam kraton Jogyakarta, ada bergodo prawirotomo, manggolo yudo. Betul gitu, pakde Agus Suryonegoro III ?

Mirza Mirwan

Tentang "bergodo" -- yang benar "bregodo" (ejaan yang benar "bregada") -- kurang lebih seperti ditulis Pak Agus S. dan Warok Ponorogo di bawah. Istiah bregada baru muncul di zaman Kesultanan Mataram -- diserap dari kata "brigade". Tetapi, waini, soal lagu Wilujeng, itu sebenarnya sangat populer. Yang tinggal di Jawa Tengah - JawaTimur Mataraman pasti pernah atau malah sering mendengar lagu -- tepatnya "ladrang" -- Wilujeng itu bila menghadiri resepsi pernikahan dengan adat Jawa. Tetapi, waini lagi, meski secara literal "wilujeng" berarti "selamat", lirik ("cakepan") yang diucapkan sindhen tak ada kata "wilujeng" atau "slamet". Perhatikan "cakepan" berikut. Parabe Sang Smarabangun, sepet domba Kali Oya. Aja dolan lan wong priya, nggerameh nora prasaja. Sembung langu munggweng gunung, Kunir wisma kembang reta. Aja nggugu ujarira Wong lanang sok adring cidra. Ladrang Wilujeng memang esensinya bukan pada cakepan, melainkan pada komposisi ladrang itu sendiri. Keanggunan Ladrang Wilujeng, selain oleh pecinta karawitan, hanya bisa dinikmati oleh mereka yang menyukai musik klasik. Jadi, maaf saja, meski Pak DI punya seperangkat gamelan, saya yakin tak mungkin bisa menikmati keanggunan Ladrang Wilujeng. Kenapa? Karena telinga Pak DI sudah akrab dengan dangdut koplo untuk mengirimi senam dansanya. Eh, jangan-jangan Pak DI malah tidak tahu alat musik gamelan yang namanya "kempyang", "saron", "slenthem" dan "demung" itu yang mana? Wkwkwkwk.

Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺

JANGAN-JANGAN "KEYOGYAKARTAAN" SAYA UDAH LUNTUR KARENA NIKAH AMA ORANG JAWA TIMUR.. Sebagai orang Yogya asli, saya tentu tahu arti "bergodo." Tapi "bergodo" jadi gerakan politik ala Ethan Schwartz? Wah, ini lebih rumit daripada tabuhan Wilujeng! Mungkin itu adalah inovasi "politik keyogyakaryaan"—dari pasukan bertombak ke pasukan wacana. Tapi soal Wilujeng, saya juga wirang, Pak Dahlan. Pertama di rumah saya yang di Surabaya tidak ada gamelan. Apalagi yang di  Jakarta. Wong cuma anak kos. Pun begitu, rumah orang tua saya di Yogya, di "jeron beteng". Lebih-lebih lagi, rumah orang tua saya itu sebenarnya terletak di Jalan Gamelan Kidul..!! Bahkan, gamelan di rumah ex konglomerat Jawapos pun kalah lengkap ama yang di gedung di Wesleyan! Rupanya, di sana gamelan bukan cuma alat musik. Tapi juga alat diplomasi budaya. Ethan paham Yogyakarta sampai lulus S-1 gamelan. Jadi asisten dosen di Amerika pula. Mungkin Ethan dan gamelan adalah "bergodo" modern. Yang akan dan akan menyebarkan pesona Yogya ke seluruh dunia. ### Keren, ya! Tapi tetap, Wilujeng itu yang mana, sih?

thamrindahlan

Hati saya gembira sekali bersama suporter dan seluruh rakyat Indonesia. Terhibur Garuda mengalahkan Saudi Arabia 2 - 0. Sementara Peringkat ke 3 dari 6 peserta. Target peringkat 4 agar bisa terus bertempur menuju Ajang Piala Dunia. Peluang ada bersebab sebagai tuan rumah bisa mengalahkan China dan Bahrain. Luar biasa Marselino arek surboyo menunjukkan kelasnya. Gerakan tarian Jawa diiringi gamelan bisakah diidentikkan lincahnya pemain bola menggocek bola. Jawabannya ada di Abah Salamsalaman

Mbah Mars

Seorang nenek clingukan di kantor pos. Bolkin mendekatinya. “Perlu bantuan, Nek ?”, katanya. “Oh, iya. Tolong rekatkan perangko dan tuliskan alamat”, jawab nenek. “Ada lagi, nek ?”, tanya Bolkin setelah selesai menulis alamat. “Tolong tuliskan isi suratnya. Saya diktekan” Setelah surat selesai ditulis, si Nenek masih minta tolong: “Di bagian bawah surat tolong ditulis kalimat MAAF TULISAN NENEK JELEK. Pakai huruf besar ya”

Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺

MEMBANTU PAK MIRZA, MENGINFORMASIKAN SITUASI GAZA TERAKHIR.. 1). Israel masih tetap memborbadir bangunan dan rumah-rumah kosong di Gaza, dengan alasan, di dalamnya ada unsur Hamas. Sampai hancur lebur. 2). Mungkin tujuannya, supaya fasilitas itu tidak bisa dipakai lagi. Sehingga pemiliknya pada mati dan gugur tanpa harus ditembaki. Sekaligus agar mereka tidak bisa mengklaim lagi rumah-rumah miliknya, di kemudian hari. 3). Gambaran situasi Gaza saat ini: A). Gaza dihuni 2,3 juta orang; 1,6 juta mengungsi, sebagian di 148 penampungan darurat. Bayangkan: yang terpaksa ngungsi lebih banyak daripada yang tidak. B). Dari 560.000 bangunan, 360.000 nya rusak/hancur, termasuk sebagian rumah hancur "total". Tidak sekedar rusak. C). 84% fasilitas kesehatan rusak, hanya sedikit rumah sakit beroperasi tanpa cukup listrik atau obat. Sehingga, penduduk yang gugur, tanpa harus ditembaki, bertambah tiap hari. D). Korban tewas yang langsung saat diserang, mencapai angka 44.000an jiwa, 62% anak-anak dan perempuan. E). Mayoritas warga yang tersisa, menghadapi kerawanan pangan akut, dengan akses air bersih di bawah 5% kapasitas normal. Situasi semakin kritis karena kekurangan makanan, air, dan layanan kesehatan. ### Banyak yang menyatakan, yang terjadi adalah genosida. Tetapi tuduhan itu selalu ditolak, karena alasannya adalah membela diri. Meski demikian, apapun alasannya, itulah kondisinya..

siti asiyah

Di tahun 90an saya pernah berprofesi sebagai Joko Tarub ( Tukang pasang terop/tenda hajatan ) , seingat saya gending Kebo Giro dimainkan / diputar kasetnya saat prosesi ``Panggih `` , prosesi mempertemuan pengantin laki laki dan pengantin wanita sebelum didudukkan oleh wali pengantin wanita di pelaminan, jadi gending paling awal prosesi pengantin jawa. Bila diadakan secara jangkep / lengkap, kita harus memutar sampai 9 gending atau sembilan kaset pita dimasa itu dengan perhatian ekstra ke pranotocoro / mc yang akan memberikan kode tertentu dengan kalimat tertentu disetiap pergantian gending nya , sangat tabu dan dianggap tidak profeisonal jika pranotocoro sampai teriak `` ganti gending , mas.....! ``, jadi harus benar benar konsen dengan kode kalimat pranotocoro/mc. Namun prosesi panggih secara adat jawa pelan - pelan mulai tergeser dengan prosesi yang lebih singkat dan lebih islami disekitaran tahun 1997, ketika mulai marak atau trend jilbab, sehingga busana pengantin pun dibikin lebih syar-i dan gending Kebo Giro berganti dengan shalawat nabi , dikampung saya lazim disebut SROKAL .

Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺

OWALAH, TENTANG WILUJENG: TIWAS AKU FIKTOR.. Ternyata Wilujeng adalah ladrang. Ladrang Wilujeng. Yaitu salah satu gending klasik dalam musik gamelan Jawa yang sering dimainkan pada laras sléndro pathet manyura atau pélog pathet barang. Gending ini biasanya digunakan untuk membuka acara adat, sebagai doa keselamatan, atau untuk menciptakan suasana meditatif. Struktur Ladrang Wilujeng mencakup bagian buka, ompak, dan ngelik, dengan siklus irama 32 ketukan per gong. Instrumen utama meliputi gong, kendang, kenong, saron, gender, bonang, rebab, dan gambang. Secara filosofis, lagu ini melambangkan harapan akan keberkahan dan harmoni dalam kehidupan..

Jokosp Sp

Sarapan esuk pakai pecel lamongan. Lap Top kita sambungkan ke salon, masuk ke Youtube music. Pas banget dengan pop sunda yang rampak dengan kendang jaipongnya dari SL Music di lagunya Sule berserta Anton Abox, Rusdy Oyag, sama Rita Tila. Lagu mengalir begitu indah, ada : mawar bodas, garut intan, duriat, midua cinta, tumarima, satu rasa cinta. Bahasa yang tidak dimengerti namun musiknya bisa dinikmati. Pindah ke keroncong jaipong ambyar dari Nada Violin : selendang biru, taman jurug, lintang asmoro, caping gunung, lali janjine, lingsir wengi, gubug asmoro, lewung, esemmu, sampai ke bojo loro. Duh nikmatnya tak terasa tinggal separo pecel di piring. Nada Violin masih berlanjud ke dangdut Oma Irama Keroncong Jaipong : ada dawai asmara, aduhai, camelia, tabir kepalsuan, cinta dan airmata, titip cinta. Dan di sisa pecel Madiun dalam piring masih ada Nada Violin di Pop Keroncong Kompilasi Pamber's yang begitu mengayunnya di usia di atas 60 tahun ini, ada : ayah, dalam kerinduan, usah kau harap lagi, terlambat sudah, cinta dan permata. Sampai lupa kalau kopi ternyata sudah habis satu cangkir keramik. Betapa keindahan gamelan, kendang jaipong dan musik keroncong yang dipadukan jadi luar biasa. Terima kasih buat Nada Violin yang juga luar biasa, sudah tiap hari menemani pagi, siang dan soreku. Dan Youtube sekarang begitu membantu.

Mbah Mars

Memang di Yogja banyak bule belajar tradisi Jawa. Ada yg belajar gending Jawa, Bahasa Jawa, huruf Jawa, jamu dsb. Orang kadang kaget ketemu bule yg bertutur kata “mlipis” dengan Bahasa Jawa. Melebihi mlipisnya Bahasa Jawa orang Yogja. Pernah saya dengar cerita: ada bule yg makan di warung nasi bersama para pekerja bangunan. Para pekerja bangunan ngrasani bule tersebut. “Baunya prengus seperti wedhus”, kata tukang batu. “O oh. Wedhus we kalah prengus”, sahut yg lainnya. Setelah bule tersebut selesai makan, ia menuju kasir melewati para pekerja. “Nyuwun sewu, wedhuse nderek langkung”, kata si Bule. Semua orang terbengong-bengong.

Dasar Goblik

Mohon maaf pak Dahlan..Saya mau memberi saran.Esok² kalau memperkirakan jarak jangan pakai jam.Pakai saja mil atau km.Yang sudah sangat familiar dengan kami.Terima kasih.Jarak Ps Minggu Blok M.10 km.Kalau pakai taxi bisa 1.jam.

Liam Then

Barusan nonton video pendek di youtube. Menampilkan potongan transkrip soal matematika dengan jawabannya oleh anak SD, pertanyaannya : Ibu membeli 3 telur Ibu akan membuat kue Apa yang harus dilakukan ibu Agar telur tidak habis? Coretan jawaban anak SD tersebut sbb : "tidak usah bikin kue, pertanyaannya aneh" Ada praktisi pendidikan disini? Apa tanggapan anda tentang jawaban anak tersebut?

Liam Then

Ada lagi foto potongan soal no.37 Edo punya 23 ekor itik. Siti punya 18 ekor itik. Ayam siapakah yang lebih banyak. Jawab : ................. Hahaha ayam Bolkin?

Achmad Faisol

@koh liam, saya mengajari sendiri anak mulai SD hingga SMP, jadi saya tahu semua isi pelajaran, latihan, maupun soal... tidak ada soal seperti itu di buku atau lks resmi... itu disebut salah ketik... mengapa...? karena SD itu literasi, bukan opini... kalau soal itu dibuat orang (bukan dari buku atau lks), misalnya guru ingin anak didik beropini, maka jawaban yang diinginkan guru adalah uraian panjang... jika begini, maka... jika begitu, maka... jika begini, maka... dst...

yea aina

Kodok perawakan gemuk: kodok kerbau. Kodok kurus dan sering ditemukan dalam gorong-gorong, kodok apa lagi ini?

Udin Salemo

komitmen loyo dpr, kata beol (berita online) tentang ruu perampasan aset. lha, iyalah. masa sih mau buat undang-undang untuk memiskinkan diri sendiri, wkwkwkwk....

Juve Zhang

Kalau Dana Tak Ada....hidup lah.... sederhana.....Gak perlu mewah mewah menunjukan G20 .....sekolah olah Kaya Raya.....Lah program Makan Siang saja Memalukan Minjam ke Negara lain.....ini benar benar keterlaluan.....Gaya Asian Games kita ambil alih ketia Vietnam menyerah.... alasan Vietnam Gak Punya Duit.....padahal Gak Ada Listrik karena diborong Terry Guo yg bangun Pabrik Apple Jor jor jor jor an di Vietnam....sampai di beberapa propinsi bangun pabrik Apple.....Luar biasa Vietnam pura pura Miskin.....Gak punya Duit.....AG diambil alih Negara G20 katanya banyak duit..... wkwkwk.....gak tahu nya Beli Beras Antrian Panjang......oh my Ghosh..... Rakyat menanggung beaya ke pongahan Sang Raja.....sok Kaya Raya.....sok Banyak Duit...,.... sekarang Nyesak nya..... Seluruh pelosok negeri Ekonomi Macet Total.....tak ada putaran Duit..... macet total.....Cet ... cet....cet....bancet nya sudah Kabur loncat ke Pebble Beach....wkwkkw

didik mangkubata

Terus terang saya juga tak tahu apa itu bergodo.Yang saya tahu pertolo [ jajanan jadul] atau godo. Godo / gada yg terkenal adalah senjatanya Bima. Namanya Gada Rujak Pala. Gada ini sangat berat sehingga para perusuh tak akan mampu mengangkatnya. Kendati demikian, gada ini digunakan oleh Bima dalam Bharatayudha.Melawan Duryudana yaitu salah satu penggede Kurawa. Dengan jurus Gada menyambar kelapa eh kepala.Maka tumbanglah si Duryudana di padang Kurusetra. Tamat.

Kategori :