Fenomena Langka! Ada 2 Kali Puasa Ramadan Tahun 2030, Ini Penjelasan Pakar Fisika IPB

Kamis 03-04-2025,11:07 WIB
Reporter : Marieska Harya Virdhani
Editor : Marieska Harya Virdhani

Gerak bulan juga telah lama dijadikan acuan dalam kalender lunar, termasuk kalender Hijriah.

BACA JUGA:Pastikan Perjalanan Mudik Lebaran Aman, Castrol ‘Jagain Ramadan Tanpa Henti’ bersama Iko Uwais

Gerak Periodik Bulan dan Awal Ramadan

Prof. Husin menjelaskan bahwa bulan memiliki dua jenis gerak periodik: sideral dan sinodik.

Gerak sideral mengacu pada revolusi bulan mengelilingi bumi relatif terhadap bintang tetap, dengan durasi sekitar 27,32 hari.

Sementara itu, gerak sinodik—yang menentukan fase bulan—berlangsung sekitar 29,53 hari.

“Perbedaan ini terjadi karena selain mengorbit bumi, bulan juga mengikuti orbit bumi mengelilingi matahari,” tambahnya.

Saat bulan baru (konjungsi), bulan berada segaris dengan matahari dan bumi.

Cahaya matahari yang dipantulkan bulan dalam fase awal inilah yang dikenal sebagai hilal, menjadi patokan awal bulan dalam kalender Hijriah.

BACA JUGA:Asyik, BRI Siapkan Weekend Banking dan Layanan Terbatas Selama Periode Libur Ramadan dan Idul Fitri

Hisab dan Rukyat dalam Penentuan Ramadan

Penentuan awal Ramadan dapat dilakukan melalui dua metode utama: hisab (perhitungan astronomi) dan rukyat (observasi langsung hilal).

Kedua metode ini merupakan kombinasi dari prinsip prediksi dan observasi yang menjadi fondasi utama dalam sains modern.

“Fenomena dua kali Ramadan dalam satu tahun adalah contoh bagaimana perbedaan sistem kalender mempengaruhi kehidupan kita. Ini juga menjadi pengingat bahwa sains dan agama saling beriringan dalam memahami alam semesta,” pungkasnya.

 

Kategori :