Wakil pelaksana kegiatan, Nada Yasmin mengungkapkan bahwa pendekatan workshop sengaja dirancang dengan gaya ringan namun berbobot, agar siswa merasa terlibat dan relevan dengan kehidupan mereka.
“Beberapa dari mereka sudah mulai jualan kecil-kecilan. Kita tinggal bantu mereka memahami bahwa itu bisa diseriusi dan diarahkan agar bernilai,” jelasnya.
Lebih dari sekadar teori, workshop ini juga menyertakan tugas-tugas reflektif seperti menuliskan kepribadian brand seandainya ia adalah manusia, merancang kategori produk baru yang unik, hingga strategi agar brand mereka sulit ditiru pesaing (barrier to entry).
Para siswa dibimbing untuk berpikir sebagai pemilik brand, bukan sekadar penjual produk.
BACA JUGA:Jumlah Korban Pelecehan Oleh Oknum Ustad Bekasi Bertambah, Polres Metro Bekasi Kota: Modusnya Sama
Humas SMKN 6 Jakarta, Ibu Maryam, menyampaikan apresiasi atas inisiatif mahasiswa Universitas Mercu Buana dalam memberikan materi yang aplikatif dan membuka wawasan baru bagi siswa.
“Workshop ini mengajarkan siswa berpikir jangka panjang dan mengenal kekuatan diri mereka. Ini sangat relevan di tengah tuntutan dunia kerja yang makin kompetitif,” katanya.
Workshop ini juga mendapat dukungan dari sponsor Omah Sully. Kehadiran sponsor ini memperkuat sinergi antara pendidikan tinggi, dunia industri kreatif, dan pendidikan menengah dalam membangun karakter generasi muda.
BACA JUGA:Marco Bezzecchi Menang di Silverstone, Bos Aprilia Sindir Jorge Martin: Motor Kami Bisa Menang!
Salah satu siswa peserta workshop, Sabrina, mengungkapkan antusiasmenya, “Dulu saya selalu pikir kalau bisnis itu rumit dan butuh modal besar. Tapi setelah workshop ini, saya jadi tau kalau kita bisa mulai dengan hal-hal kecil. Sekarang saya semangat buat mulai lagi usaha gelang dan keychain kekinian dengan konsep yang unik dan menggunakan media sosial untuk promosi.”
Dengan pendekatan partisipatif dan materi yang kontekstual, mahasiswa Universitas Mercu Buana berhasil mengubah cara pandang siswa SMK tentang masa depan mereka.
Workshop “Lulus SMK Langsung Punya Brand” menjadi bukti bahwa literasi branding bukan hanya milik kalangan profesional, melainkan bisa menjadi alat transformasi sejak di bangku sekolah.
“Kami ingin siswa sadar bahwa mereka bukan cuma pencari kerja, tapi juga bisa jadi pemilik ide, pemilik arah, dan pemilik brand. Dari seragam sekolah pun bisa lahir CEO masa depan,” tutup Khairul.