Mendagri Ikut Lempar Bola Panas Kepala Daerah Dipilih DPRD

Rabu 30-07-2025,14:38 WIB
Reporter : Khomsurijal W
Editor : Khomsurijal W

Menurutnya, pemilihan langsung selama 20 tahun terakhir telah melahirkan pemimpin daerah berkualitas yang benar-benar mewakili suara rakyat. “Mengembalikan pemilihan ke DPRD akan menghilangkan hak politik warga untuk memilih langsung pemimpinnya,” tegas Yance.

Ia bahkan menyebut wacana ini sebagai taktik awal untuk merusak kelembagaan demokrasi pasca-reformasi.

Senada, Direktur Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, menegaskan bahwa demokrasi langsung adalah inti dari sistem politik Indonesia saat ini.

BACA JUGA:Fakta Baru di Balik Kematian Diplomat, Polisi: Tangan dan Kaki Tidak Terikat

“Jika dikembalikan ke DPRD, esensi demokrasi langsung hilang. Yang terjadi hanyalah demokrasi elite, di mana kepala daerah terpilih sesuai selera elite, bukan rakyat,” ujarnya. Adi juga menyoroti bahwa biaya politik yang mahal sebenarnya berasal dari praktik mahar politik di partai, bukan dari pemilih.

PDI Perjuangan, melalui anggota Komisi II DPR Komarudin Watubun, juga menolak keras usulan ini.

Ia menegaskan bahwa pemilihan langsung adalah amanah reformasi 1998 yang harus dipertahankan. “Kami konsisten mendukung demokrasi langsung. Masa kemarin lain, hari ini lain?” ujarnya, mengingatkan pentingnya menjaga hasil perjuangan reformasi.

Namun, tak semua pihak menolak. Politikus Golkar, Melchias Markus Mekeng, mendukung pemilihan melalui DPRD dengan alasan kualitas pemimpin terpilih lebih terjamin.

“Pilkada langsung tidak menjamin daerah maju. Banyak yang terpilih karena punya uang, bukan karena kemampuan,” katanya.

Mekeng juga menyebut biaya kampanye Pilkada langsung terlalu besar, seringkali membebani calon hingga mendorong praktik korupsi untuk “mengembalikan modal.”

Salah satu argumen utama pendukung wacana ini adalah tingginya biaya Pilkada langsung.

Menurut catatan, anggaran untuk Pemilu 2024 mencapai Rp38 triliun, dengan porsi besar untuk Pilkada.

BACA JUGA:Pernah Bertemu, PM Malaysia Anwar Ibrahim Akui Kenal Riza Chalid Tersangka Korupsi Minyak

Tito Karnavian menyoroti bahwa biaya ini tidak hanya membebani negara, tetapi juga calon yang harus mengeluarkan dana besar untuk kampanye, mahar politik, hingga operasional saksi. “Bayangkan, ada daerah yang anggarannya defisit karena harus mengulang pemungutan suara ulang (PSU). Uangnya habis, tapi kualitas pemimpin belum tentu baik,” ujar Tito.

Secara hukum, Pasal 18 ayat (4) UUD 1945 memang tidak secara eksplisit menyebut pemilihan kepala daerah harus dilakukan secara langsung. Namun, konteks sejarah perubahan konstitusi pada tahun 2000 menunjukkan bahwa frasa “dipilih secara demokratis” dimaksudkan untuk mendukung pemilihan langsung, sejalan dengan semangat reformasi.

Mengembalikan pemilihan ke DPRD berpotensi memicu konflik hukum, terutama karena Mahkamah Konstitusi telah memisahkan penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah dengan jeda waktu minimal dua tahun melalui Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024.

Kategori :