Kini seharusnya saya bertanya kepada para direktur bank pemerintah. Juga bank swasta: "maukah bank Anda melakukan langkah yang seirama dengan semangat Presiden Prabowo untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi delapan persen?".
Saya sudah bisa menduga jawaban Anda: "bersedia".
Tapi saya juga sudah menduga: jawaban seperti itu belum tentu tulus. Itu jawaban politis diplomatis. Jawaban di hati kecil Anda akan sangat berbeda. Berkisar antara ''wait and see dulu'' sampai ''emangnya pemerintah bisa lakukan apa kalau bank kami mengalami kesulitan''.
Para direksi bank itu sebenarnya sudah tahu apa keinginan menteri keuangan yang baru, Purbaya Yudhi Sadewa: mesin ekonomi swasta harus hidup. Peran pemerintah itu kecil sekali: hanya 10 persen.
Itu berarti bank harus lebih banyak menyalurkan kredit ke dunia usaha.
Menkeu Sri Mulyani sebenarnya juga sudah tahu itu. Dia sudah mengingatkan. "Jangan sampai terjadi crowding out," katanyi. Beberapa kali.
Sri Mulyani adalah menteri keuangan yang sejati: pelit bicara. Maka dia tidak merinci apa yang dia maksud dengan ''crowding out''. Dia tidak mau menuding siapa saja pelakunya.
Maka saya yang mencoba menduga-duga. Salah satunya adalah pembangunan infrastruktur yang praktis dimonopoli oleh BUMN.
Begitu besar kredit bank yang mengalir ke sana. Secara tidak langsung itu mematikan swasta. ''Jatah'' kredit yang seharusnya ke dunia usaha habis mengalir ke sana. ''Alokasi'' kredit untuk swasta termakan BUMN.
Apalagi ketika hasil proyek itu tidak mencapai proyeksi. Pengembalian kredit pun seret. Angka NPL pun tinggi. Bank kian ketakutan: kalau masih mengalirkan lebih banyak kredit ke swasta akan menambah kredit macet.
Maka terlihatlah bank-bank sangat ''kejam'' kepada swasta. Swasta yang belum dapat kredit sulit mendapatkannya. Yang sudah telanjur mendapat kredit dikerasi pengenbaliannya. Seluruh ''dosa'' kontraktor BUMN seolah dijadikan ''dosa'' kreditur swasta –hanya karena bank tidak berani marah ke BUMN.
Crowding out berikutnya di pajak. Swasta dikuras pajaknya. Uang swasta yang mestinya bisa untuk menggerakkan perusahaan dikuras untuk membayar pajak –lalu mengendap di Bank Indonesia.
Crowding out ketiga terjadi saat pengampunan pajak –pertama dan kedua. Lagi-lagi likuiditas swasta terkuras untuk ''mengejar'' setoran pengampunan pajak.
Crowing out lainnya: judi online.
Habis?
Belum.
Saya pikir Danantara juga akan jadi pelaku crowding out berikutnya. Anda sudah tahu: Danantara mengeluarkan ''bon patriot''. Swasta yang membeli bond itu. Nilainya Rp 50 triliun. Berarti uang perusahaan swasta yang mestinya untuk membuka usaha disedot oleh Danantara.
Akankah uang hasil ''bon patriot'' hanya akan mengendap di Danantara? Atau oleh Danantara diputar ke bisnis yang tidak menambah likuiditas di pasar?
Anda ingin: uang hasil ''bon patriot'' itu harus kembali berputar di dunia usaha. Kalau tidak, uang itu lebih baik di swasta. Jangan-jangan perusahaan swasta lebih pintar dan lebih cepat memutar sendiri uang tersebut untuk menghidupkan ekonomi.
Anda bisa menambah daftar apa saja yang masuk kategori crowding out-nya Sri Mulyani. Itu baru pembahasan crowding out. Belum masuk ke yang lebih dalam: nilai ICOR setiap proyek yang didanai uang negara.
Kalau saja sejak awal Sri Mulyani berani mengungkap apa saja yang dia maksud dengan crowding out mungkin banyak yang sadar: betapa perputaran roda ekonomi memang sedang kekurangan pelumas.
Maka setelah setahun ''belajar'' di Istana, Presiden Prabowo menarik kesimpulan: ekonomi tidak bisa lagi pakai jalan lama. Harus ada jalan baru. Menteri keuangannya pun baru –orangnya, pikirannya maupun aliran ekonominya.
Anda sudah tahu inti jalan baru ekonomi kita: harus tersedia uang yang cukup yang bisa dipakai memutar ekonomi di lapangan. Berarti bank harus meningkatkan kemampuan menyalurkan kreditnya ke dunia usaha –UMKM maupun kakak UMKM.
Tentu bank harus kerja lebih keras. Anda sudah tahu: mencari kreditur yang baik tidak mudah. Memilih usaha yang punya prospek kreditnya tidak macet juga tidak gampang. Tapi harus bisa.
Masih banyak usaha yang bisa jalan. Asal mau kerja lebih keras. Tentu jangan mudah mencairkan kredit hanya karena oknum bank menerima cashback.
Kredit perumahan, misalnya, akan bisa membuat ekonomi di bawah bergerak: tukang-tukang batu dapat pekerjaan. Tapi juga harus pilih-pilih seperti apa perusahaannya.
Berarti bank juga perlu memperbanyak pejabat analis kredit. Yang penglihatannya lebih tajam di zaman perubahan arah bisnis seperti sekarang ini.
Biaya operasional bank akan naik. Rapat-rapat dan tinjauan ke lapangan akan kian banyak. Manajemen risiko harus kian canggih.
Pokoknya kerja lebih keras.
Siapa yang mau?!
Tidak ada yang mau. Apalagi kalau selama ini sudah telanjur enak: laba besar, gaji besar, tantiem besar, risiko kecil.
Memberi kredit lebih banyak ke BUMN itu enak. Uangnya besar tapi jumlah perusahaan kreditornya sedikit. Pengawasannya mudah. Kalau macet pun punya alasan: dipaksa pemerintah.
Kesimpulan saya: sulit mengharapkan kesukarelaan bank untuk bekerja lebih keras demi membantu kelancaran jalan baru ekonomi negara.
Berarti harus ada pemaksaan. Lewat aturan. Regulasi baru. Harus ada aturan baru yang ditaati bank. Jangan hanya injak kaki.
Rakyat sendiri terlalu pusing kalau harus memikirkan semua itu. Rakyat itu sangat toleran. Ikut saja mana yang baik. Tapi rakyat juga tahu: kapan harus marah.(Dahlan Iskan)
Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Tulisan Edisi 16 September 2025: Crowding Out
Wilwa
Yuan Long Ping 袁隆平 geleng kepala ketika ditanya malaikat penjaga pintu surga : “Man Robbuka (Siapa Tuhanmu)?” :):):)
Long Ping menjawab dalam bahasa Mandarin: Wo Shi Zhong Guo Ren, Bu Shi A La Bo! 我是中国人,不是阿拉伯! (I am Chinese not Arabian!).
Lalu sang malaikat menjawab: O! Dui Bu Qi, Qing Zhi Jie Qu Zhao Tian Zhu.....哦,对不起,清直接去找天主.(Oh, Sorry, Please go directly to the Heaven Lord..)
Dan begitulah ceritanya Long Ping langsung masuk surga. :):):)
Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
@Rafia..
Bisa jua, tapi jangan sampai mamputun kawa urang, julak.
Kadada salah tatatai, asal haja masih kuat.
Tapi mun sudah cukup, nyaman jua sekali-kali managuk liur sambil manyengam.
Hidup ini kada usah dipaksa terus.
Rafia Akhya Fajrie
Masih mau jua kah kajung julak ni tatatai nang mamputun kaya itu, atau inggat managuk liur haja kah, bah iya am, gim sakali nya
Agus Suryonegoro III - 阿古斯·苏约诺
CHDI HARI INI DILENGKAPI 5 FOTO ILUSTRASI..
Ya wajar.
Karena ada si 5i.
He he..
Achmad Faisol
pak DI sepertinya lupa pelajaran dasar ini:
seorang ustadz yang berdakwah hingga meninggal bisa jadi di akhirat ga dapat pahala apa pun.
mengapa...? kalau dia berdakwah niatnya untuk popularitas, harta, jabatan, dsj, alias ga ikhlas...
apa itu ikhlas...? AST…
heru santoso
Note 31 (catatan perjalanan) . .......
---
Graduationnya dua kali. Acara wisuda pertama di kampus III ZJUT. Letaknya sekitar 70 km dari kampus pusat Hangzhou. Ada bus antar kampus khusus untuk mahasiswa, dosen dan staff. ....ssstt aku pinjam KTM untuk naik bus ini.
Aku sempat berkeling menikmati suasana kampus. Infrastruktur dan tata ruangnya menggambarkan kemewahan yang tertata. Suasana di dalam kampus begitu ayem—barangkali karena aksesnya memang terbatas. Untuk bisa masuk, setiap orang harus scan barcode dari HP. Hanya mahasiswa dan warga kampus yang punya akses. Jadi, bukan tempat orang lalu-lalang sembarangan.
Selain gedung perkuliahan dan laboratorium, dalamnya berdiri belasan gedung asrama—semacam apartemen 10 lantai. Semua mahasiswa tinggal di dalam kampus. Mahat. Praktis dan efisien.
ZJUT termasuk kampus mentereng di China, peringkat 60 dari lebih dari 800 universitas. Anakku memilih kampus ini atas rekomendasi dari ITCC, sekaligus yang membantu proses beasiswanya. Alhamdulillah, sekolahnya gratis sampai lulus.
Hari itu aku mengikuti acara wisuda lagi, yang kedua. Kali ini khusus untuk mahasiswa internasional. Ada 71 wisudawan dari berbagai negara—semuanya tampak sumringah. Acara digelar di gedung perpustakaan yang juga menjadi ikon kampus.
Di sini perpustakaan (ilmu pengetahuan) menjadi pusat simbolik kampus. Di sana biasanya gedung rektorat dibangun paling megah. Pesan visual tentang siapa yang berkuasa: ilmu pengetahuan atau pejabat rektorat?
Tivibox
Kalau di Tiongkok sana ada Yuan Longping, di sini ada Prof.Dwi Andreas Santosa.
Temuannya, benih IF 8 ternyata dipermasalahkan, karena dianggap tidak ada sertifikasi.
Kita masih lebih suka berkutat pada soal administrasi dan birokrasi, ketimbang berpikir kemajuan untuk petani.
Pantaslah kita sangat gemar impor beras. Swasembada beras hanyalah cita-cita saja.
Walaupun itu sebenarnya itu juga mensejahterakan petani...
Ya, petani di negara tetangga kita..
Taufik Hidayat
Melihat Yuan Ling Ping menerima penghargaan “Ilmuwan Tertinggi Tiongkok”, Ilmuwan dna peneliti di Indonesia patut iri, di negeri ini jarang loh yg mendapat penghargaan ? Di Tiongkok banyak sekali gelar kehormatan tapi sepertinya lebih murni dibandingkan di sini gelar gelar dianugerahkan karena kedekatan dengan yang memberi he he? Omon omon soal gelar kehormatan di Tiongkok sana yg paling tinggi adalah Medals of the Republic , wah ini memang khas negara komunis kali yah ingat di Soviet juga ada Order Lenin begitu. Mungkin kaya bintang Mahaputra di negeri sini.
nah ternyata Yuan Ling Ping pun pernah dapat Medal of Republic (共和国勋章)dalam rangka hut RRT ke 70 pada 2019 bersama 7 tokoh lainnya. Antara lain Tu Youyou, penemu artenmisini obat malaria yang juga pemenang hadiah Nobel untuk kedokteran. Wah ternyata Tiongkok sudah punya perempuan pemenang Nobel! Lalu ada Sun Jiadong, insinyur ruang angkasa , Yu Min, ahli nuklir; Huang xuhua, perancang kapal selam nuklir pertama Tiongkok. Jadi komposisi penerima medali republik ini lebih banyak ilmuwan dibanding politisi atau veteran perang.. He he … hanya jadi ketua DPR belum tentu dapat loh…
ari widodo
Pengadilan akhirat berbeda dengan pengadilan dunia, di pengadilan dunia menggeleng kepala, tidak tahu mungkin akan menjadi penyelamat meskipun sebenarnya dia berbohong, tapi menggeleng kepala alias tidak tahu saat menerima pertanyaan di pengadilan akhirat bisa mendatangkan lecutan cambuk atau hantaman palu godam karena yang pasti saat itu seseorang tidak akan bisa berbohong, tangan kaki diikat, mulut dikunci tapi anggota badan lainnya yang akan bicara, wallahu alam bi showab.
Asep Sumpena
Kutipan:
"ada penemu benih padi bernama Yuan Longping. Kelak ia jadi profesor"
Apakah pemakaian kata 'kelak' sudah tepat atau belum ya?
Karena kalimat di atas berkesan profesor-nya belum jadi.
Apakah lebih tepat kalau kata kelak tadi diubah menjadi kemudian?
Mohon sarannya dari para ahli bahasa.
Terima kasih.
Jokosp Sp
Yang pakai topi di inggir sawah. Oooooooh syegernya, seperti habis ada hujan tadi malam yang membasahi seluruh ratusan hektar tanaman padi itu. Jadi tak salah kalau Leong Putu harus iri sama Pak Boss. Iri yang tak sanggup untuk diikuti. Kalah modal. Yo wis to, pasrah wae ngaku kalah ra sah kokehan polah. Ndak ati dadi mbruncah. Hmmmmmm.
heru santoso
Hehehe....
Malaikat yang bertugas ngurusi Longping itu punya sertifikat Mandarin level HSK 5. Supaya pertanyaan man robbukanya dimengerti oleh yang dihisab.
Jadi malaikat itu mesti kursus berapa bahasa didunia? Atau jangan-jangan malaikatnya pake google translate :)
Jokosp Sp
Apa yang ditanyakan Malaikat ke Longping?. Jelasnya bukan man robbuka. Kenapa?. Dia sama-sama makhluk ciptaan Tuhan YME, yang bukan dari warga Arab dan yang bisa bahasa Arab. Lalu apa pertanyaannya?. Malaikat : Apa yang telah kamu perbuat di muka bumi selama masa hidupmu?. Longping : Malaikat, saya telah menyelamatkan jutaan penduduk China dari kelaparan dan kematian. Malaikat : Bukannya kelaparan dan kematian itu sudah dikehendaki Tuhan?. Longping : Malaikat, namun saya diberi ilmu dan pengetahuan dari Tuhan. Jadi saya harus memanfaatkan ilmu itu untuk memuliakan manusia di muka bumi ini. Maka Malaikat melanjudkan : Baiklah, kamu masuk syurga tanpa hisab. Longping : Terima kasih, Malaikat telah mengerti dengan kami yang berbahasa China. Malaikat : Sudah sana masuk jangan banyak ngomong dengan bahasamu, malah aku tidak paham. Longping : Ya, saya mengerti. Sambil menundukkan punggungnya tiga kali, terima kasih - terima kasih - terima kasih.
Asep Sumpena
Di artikel ini, Prof Yuan Longping meninggal di usia 81 tahun, di artikel Disway yang lain (Andreas Longping) meninggal di usia 95 tahun, lalu di Wikipedia meninggal di usia 90 tahun. Cukup misterius ya.
Maramuda Sagala
Malaikat: Man Robukka?
Longping: Abdullah al Hadad.
Ini resep dari kaum habib.
David Kurniawan
di indonesia petani ditangkap karena benih ilegal meski benih itu lebih tahan hama. ada lagi yang ditangkap karena berinovasi terhadap benih. ditangkap ditangkap ditangkap. Tuduhan sama benih ilegal. padahal harusnya ilegal itu kalo hasilnya beracun. kalo masih bisa dimakan ya boleh boleh aja. petani petani itu smoga segera menjadi warga china agar diangkat menjadi pahlawan disana. Amin Amin Amin
MZ ARIFIN UMAR ZAIN
Muslimuun berchaji dg biaya sendiri, bukan dg biaya negara. Bukan geratis. Yg dikorupsi bisa dikembalikan?
Maxio Mite
Coba kalo devisa indonesia dari tahun 1980an sampai sekarang ,nggak di setorin ke batu hitam arab itu...wahana putar batu berhadiah air putih, berapa puluh milyard dollar ya? Bisa untuk bayar hutang dll
bayu husa
Kalo Longping menjawab dengan geleng kepala maka malaikat mengira Longping orang India…
Ibnu Shonnan
Masih ingat, kalau nama batang padi itu namanya Damen. Huruf e-nya dibaca seperti kata ngamen. Entah kebetulan atau karena faktor salah kebijakan. Para petani padi hingga saat ini, hidupnya seperti pengamen. Iya bener. Semua dalam keterbatasan. Khususnya dalam akses mendapatkan pupuk bersubsidi. Kalau tidak ngamen kesana-kesini, tentu padinya tidak akan panen. Belum lagi waktu panen, harga oleh para tengkulak besar pun dipermainkan. Damen padi menuntun penanamnya untuk ngamen.
Bahtiar HS
Terkait dengan peneliti dan penelitian, iseng nanya ke Chatgpt 5 negara yang paling konsen dan perhatian pada penelitian. Muncul 5 negara, tp Indonesia tidak ada di antaranya.
Bagaimana kalau 10 negara?
Nama Indonesia pun belum muncul dalam daftar.
Bagaimana kalau 20 negara?
Saya menunggu daftar itu muncul. Dan Indonesia, negeri tercintaku juga entah ke mana.
40 deh!
Dan hingga urutan ke-40, Indonesiaku belum juga ada dalam daftar.
Hmmm mungkin itulah nasib penelitian di negaraku. Tidak mendapat tempat. Tidak jadi perhatian. Bahkan jika ada yang meneliti dan menemukan sesuatu yang berguna bagi banyak orang, selalu ada saja "oknum" yg kemudian mempermasalahkan. Belum ada sertifikasi-lah (Teuku Munirwan). Bukan kompetensinya-lah (drh Yudha). Kayaknya mencari-cari kesalahan orang kita ni paling jago. Manfaat bagi org banyak, nanti dulu. Bisa dikesampingkan. Akhirnya para inventor itu bahkan dikriminalisasi dan berujung dalam jeruji.
Jangankan itu. Yang sudah jelas2 memiliki sesuatu dengan dukungan sertifikat dan surat2 lengkap saja bs dicari juga kesalahannya. Dituduh dokumennya cacat/palsu/dipalsukan. Bahkan karena itu, dia justru yang masuk penjara 4 tahun lamanya. Smtr yg jelas2 mengambil alih tanah rakyat, lenggang kangkung. Coba lihat kasus CC di Tangerang.
Lalu kepada siapa lagi kita mesti mengadu?
Makanya hingga no 40, nama Indonesiaku belum muncul di daftar itu. Sementara Singapura, Malaysia, Thailand sudah nongkrong duluan. Ke mana Indonesiaku, ya Robb?
pak tani
Kalau HP pak bos, anda sudah tahu.
Maksud pak Indiarto tentu HP si 5i.
Tebakan saya Vivo x100 pro / fold.
putih mulus dengan tonjolan kamera bulat di tengah.
Digengggam erat seolah takut berpindah.
Tapi.... Ah sudah lah....
Mungkin bung utup ngoel punya gagasan lain
Prieyanto
Ternyata kita sama Om GI & Om BHS.isi otaknya.
~~~~~~
Foto ke-2 itu bukan sekadar gambar.
Abah tampak miring ke kiri, buket bunga di tangan,
sebagai pembaca pandangan saya ikut tertarik ke kanan,
seolah ada sesuatu yang memanggil jiwa dari arah yang tak terduga.
Begitu mata turun ke bawah,
hati bergetar, dan lisan pun tak kuasa menahan:
Astaghfirullah – SubhanAllah – Alhamdulillah – MashaAllah – Allahu Akbar.
bacaan Sapujagat pun terucap, tanpa urutan, tanpa rencana—hanya rasa yang bicara.
Saya tak tahu mana bacaan yang paling tepat, untuk moment itu.#prie
Bahtiar HS
Pak GI,
Kelihatannya HP Abah itu yang dipakai motret foto ketiga dan keempat. Tertulis REDMI Note 13 Pro+ 5G. Kelihatannya yang seri Midnight Black. Pastinya dengan Storage 512GB dan RAM 12 GB serta FREE 30 bonus (suka gratisan pastinya milih free bonus kayak gini). Di online harga kisaran Rp 5,7 juta, sangat murah untuk ukuran Bos Disway.
Cukup salut sama org kayaah spt Bos Disway mau pakai HP "murah"; bukan yang flip2an atau iphon2an, yang harganya 4-5 kali lipat. Apalagi kalau hanya untuk keperluan nulis CHDI, milih komentar, dan ambil gambar yang syueger2 dengan 5i-7i buat koleksi --maksud saya utk gambar di CHDI. HP item itu lebih dari cukup.
Gregorius Indiarto
Foto yang kedua, yang tanpa keterangan itu. Saya penasaran dengan merk HP yang di tangan.
Anda tahu?
Met siang, salam sehat, damai dan bahagia.
yea aina
Karena penelitian Prof Longping, negeri T terbebas dari ancaman kelaparan. Benih sapujagatnya ditanam petani, hingga menghasilkan panen yang mencukupi kebutuhan beras di sana.
Kecukupan makanan 1,42 milyar orang di Tiongkok, hampir 5 kali lipat jumlah penduduk di sini.
Tapi beda cara mencukupi kebutuhan berasnya. Negeri T dengan Prof Longping, menyiapkan benih unggul agar pertanian padi produktif. Di sini birokrat harus "berperang" melawan mafia benih dan distribusi beras.
Rasanya "benih" mafia pangan itu sudah ditanam di masa lalu. Mereka membesar hingga jadi penguasa di perberasan. Kemampuan serangan balik mereka terbukti lebih kuat. Setiap dibasmi, muncul lagi dengan kekuatan yang lebih dahsyat.
Klaim "berlebihan" stok beras (di Bulog) cukup, malah dibalas dengan kelangkaan di level distribusi. Beras mangkrak di gudang, distribusi tersabotase, kemudian harga melambung tinggi.
Isi dompet 5 lembar dua ribuan, makin menjerit. Mulai mantab (makan tabungan), bahkan ada yang "menggali" pinjol lebih dalam. Urusan isi perut memang sensitif, bukan hanya eat rice, pun bisa eat rich yang akan terjadi. Amit-amit.
Marjan
Sebagai anak petani dan pernah belajar bertani. Sempat melihat cara bertani padi ke IPB. Meski tidak jadi petani, tahu rasanya bertani secara tradisional.
Melihat hasil akhir perjuangan Prof. Longping beda jauh dengan Prof. Surono Danu dan Tengku Mirwan.
Mungkin karena beda ekosistem?
yea aina
Revolusi harga obat murah di negeri T dimulai dari Yiyang - setelah rakyat berdemo akibat mahalnya harga obat.
Revolusi kecukupan beras di sana, dimulai oleh Prof Long Ping dengan benih padi unggul: Yuan Longping.
Cerita film Dying to Survive, seperti menginspirasi pemerintah T untuk membuat kebijakan revolusi tata niaga dan perpajakan obat. Terkait perberasan, kebijakan sepenuhnya memfasilitasi semua inovasi benih unggul, sampai lahir benih padi YL.
Di sana, pengelola negara sangat peka dengan aspirasi rakyatnya. Sistem meritokrasi berhasil menyeleksi orang yang "layak" menjadi pejabat pemerintah. Tentu dengan isi kepala dan hati yang peka.
Kalau sitem Nepotisme yang diterapkan, hanya ordal saja bisa jadi pejabat pemerintah. Tanpa isi kepala dan juga keras hatinya.