Dalam dua pertemuan terakhir, Indonesia bermain imbang 1-1 di Jeddah (September 2024), dan menang 2-0 di Jakarta (November 2024).
Menurut ESPN, Indonesia kini termasuk tim Asia dengan perkembangan tercepat dalam dua tahun terakhir.
Di lini belakang, duet Jay Idzes dan Kevin Diks menjadi tembok kokoh di depan kiper yang siap menggantikan Emil Audero.
Di lini depan, trio Ragnar Oratmangun, Olivier Rommens, dan Miliano Jonathans siap menusuk pertahanan lawan.
Bagi media Arab, mereka mungkin sekadar pemain “made in Belanda”. Tapi bagi kita, mereka adalah simbol penyatuan DNA Eropa dan semangat Nusantara.
Malam di Jeddah: Api Garuda Menyala
Bayangkan malam itu di Jeddah. Lampu-lampu Stadion King Abdullah bersinar menembus langit gurun.
Puluhan ribu penonton tuan rumah bersorak, yakin malam itu milik mereka.
Tapi dari ujung lorong stadion, muncul sebelas pemain berseragam merah—menunduk sebentar, lalu menatap ke depan dengan satu keyakinan: Kami tidak datang untuk kalah.
Suporter Indonesia di sudut tribun mungkin hanya segelintir, tapi suara mereka menggema seperti ribuan. Mereka bernyanyi, berdoa, dan berteriak, karena tahu—malam itu bukan hanya tentang sepak bola. Ini tentang harga diri bangsa.
Arab Saudi mungkin punya fasilitas. Tapi Indonesia punya mentalitas.
Mereka bisa membeli pemain, tapi tidak bisa membeli semangat bangsa yang sudah terbiasa menantang kemustahilan.
Indonesia Adalah Perjuangan
Kita adalah bangsa yang lahir dari perjuangan, tumbuh dalam kesabaran, dan berdiri karena keberanian.
Jika nanti peluit panjang berbunyi dan skor berpihak pada kita—itu bukan cuma kemenangan sebelas pemain di lapangan, tapi kemenangan 280 juta jiwa yang tidak pernah berhenti bermimpi.
Dan sekalipun hasilnya tak sesuai harapan, Garuda akan tetap keluar dari lapangan dengan kepala tegak.