JAKARTA, DISWAY.ID — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai potensi cuaca ekstrem selama periode 10–16 Oktober 2025, seiring dengan masa peralihan musim dari kemarau ke musim hujan.
Menurut BMKG, sebagian besar wilayah Indonesia kini memasuki fase pancaroba, ditandai dengan hujan yang mulai meningkat pada sore hingga malam hari, sementara siang hari cenderung panas dan terik.
Kondisi tersebut memicu pertumbuhan awan konvektif, seperti Cumulonimbus (Cb), yang berpotensi menimbulkan hujan lebat, petir, hingga angin kencang.
BACA JUGA:BMKG Prediksi Kemunculan La Nina, Musim Hujan Lebih Awal dan Panjang
“Masa peralihan ini sangat dinamis. Pagi hingga siang panas, tapi sore bisa muncul hujan lebat disertai petir bahkan hujan es,” tulis BMKG dalam keterangan resminya, dikutip Jumat (10/10).
Dalam beberapa hari terakhir, curah hujan tinggi tercatat di sejumlah wilayah, antara lain Ternate, Maluku Utara (149,7 mm/hari), Manado, Sulawesi Utara (138,9 mm/hari), dan Poso, Sulawesi Tengah (59 mm/hari).
Dinamika Atmosfer Global Picu Cuaca Ekstrem
BMKG menjelaskan, aktivitas cuaca Indonesia juga dipengaruhi dinamika atmosfer skala global dan regional.
Nilai Dipole Mode Index (DMI) yang negatif memperkuat pembentukan awan hujan di bagian barat Indonesia, sementara gelombang Kelvin dan Rossby Ekuator meningkatkan potensi hujan lebat di berbagai wilayah.
Selain itu, sirkulasi siklonik di Samudra Hindia barat Sumatera dan belokan angin (shearline) di Kalimantan, Sulawesi, serta Papua turut menciptakan kondisi atmosfer yang labil dan lembap. Kombinasi ideal bagi pertumbuhan awan hujan tebal.
“Dengan kondisi seperti ini, potensi hujan dengan intensitas sedang hingga sangat lebat dapat terjadi di banyak wilayah,” tulis BMKG.
BACA JUGA:Sekjen PSI Raja Juli Tak Kunjung Beberkan Sosok J: Insya Allah Istimewa
BACA JUGA:RDF Rorotan Diuji Coba Skala Kecil, Deodorize Dipasang untuk Hilangkan Bau
Namun di bagian lain, berdasarkan pantauan satelit tanggal 8 Oktober 2025, BMKG mencatat masih adanya titik panas (hotspot) dengan tingkat kepercayaan tinggi di Kalimantan bagian tengah dan selatan (18 titik), Nusa Tenggara (8 titik), Jawa (2 titik), dan Maluku (1 titik).
Kondisi ini menunjukkan bahwa ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) masih harus diwaspadai, terutama di wilayah yang memiliki vegetasi kering dan angin kencang.