JAKARTA, DISWAY.ID – Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Benjamin menegaskan bahwa hambatan terbesar dalam penyaluran bantuan kesehatan dan logistik untuk korban banjir bandang di Aceh bukan terletak pada keterbatasan bantuan, melainkan kerusakan infrastruktur yang masif.
Menurut data terbaru yang diterima Kementerian Kesehatan, terdapat 125 jembatan rusak parah atau hancur total akibat banjir bandang dan tanah longsor yang melanda sejumlah kabupaten di Aceh.
“Jadi itu mereka terkena banjir bandang dan bayangkan ada 125 jembatan yang rusak di kabupaten itu. Maka terputuslah hubungan antardesa, antarkecamatan, hampir semuanya rusak,” kata Benjamin dalam konferensi pers di Kemenkes, Jumat, 5 Desember 2025.
BACA JUGA:Polda Aceh Terjunkan Nakes dan Kirim Bantuan 348 Kg untuk Korban Banjir Aceh Tamiang
Benjamin menjelaskan, kerusakan jembatan tersebut menyebabkan distribusi obat-obatan, logistik, dan tenaga kesehatan tidak dapat mencapai wilayah-wilayah terdampak. Kondisi inilah yang mendorong sebagian warga berteriak meminta bantuan ke negara tetangga Malaysia.
“Bantuan sebenarnya tersedia. Yang menjadi masalah adalah bagaimana membawanya ke desa-desa terdampak ketika aksesnya benar-benar putus,” ujarnya.
Di tengah kerusakan jalan dan jembatan, Wamenkes menyebut keberadaan bandara dengan landasan 2.200 meter menjadi satu-satunya pintu masuk bantuan skala besar.
“Untung ada airport dengan runway 2.200 meter, jadi bisa masuk Hercules, pesawat besar. Kami bisa landing dan bawa bala bantuan ke situ. Tetapi baru keluar tidak sampai satu kilometer dari bandara, aksesnya sudah tidak bisa ditembus,” kata Benjamin.
Selain hambatan logistik, minimnya tenaga kesehatan juga memperparah penanganan darurat. Dari 22 dokter spesialis yang seharusnya bertugas di salah satu rumah sakit di wilayah terdampak, hanya satu orang yang bisa memberikan pelayanan.
BACA JUGA:KKP Kembali Kirim Bantuan Kemanusian via Laut ke Lokasi Bencana Sumatra
“Dari 22 dokter ahli yang masuk cuma satu. Dokter umum juga banyak yang tidak bisa datang karena tidak ada BBM, tidak ada air, tidak ada listrik,” ujarnya.
Benjamin menyebut kondisi tersebut sebagai “sangat mengenaskan”, dan menjadi gambaran nyata beratnya situasi yang dihadapi tim lapangan.