Akankah tahun 2020 menjadi tahun mobil listrik?
Memang kita sudah telat 6 tahun. Tapi rupanya tetap tidak ditemukan jalan lain.
Kita tentu tidak rela presiden kita marah-marah terus.
Soal subsidi BBM.
Soal impor.
Soal refinery.
Juga soal mafia migas.
Saya memang tidak rela kita impor mobil listrik. Teknologinya terlalu sederhana --dibanding mobil bensin-- untuk harus impor.
Tapi itu enam atau tujuh tahun lalu.
Sekarang saya sudah move on.
Impor mobil listrik pun saya tidak lagi keberatan.
Di luar sana mobil listrik sudah sangat majunya. Tujuh tahun terakhir. Bahkan Turki saja sudah masuk industri mobil listrik.
Kita memang kembali masuk lubang yang sama --harus tergantung pada mobil impor lagi. Pun 'hanya' untuk mobil listrik.
Ups... Kok masih ngomongin itu lagi.
Kan kita harus move on.
Langkah terbaik memerangi subsidi BBM, mafia migas dan refinery adalah mengganti mobil BBM.
Logikanya sudah sangat cetho welo-welo. Jumlah mobil bensin/solar naik terus. Produksi minyak kita turun terus.
Dengan logika itu mungkinkah kita mengurangi impor BBM --berikut mafianya?
Sudahlah, jadikan tahun 2020 tahun Mobil Listrik --merk impor sekali pun. Bangun pabrik perakitannya. Simple kok.
Berlakukan insentif dan disinsentif. Permudah urusan izin pemakaiannya --jangan lagi ada suara mobil listrik harus lulus uji emisi!
Inilah edisi disway paling pendek selama 2 tahun umurnya --dengan kemungkinan komentar terpanjang dari pembaca.
Ini sekaligus sebagai penutup tahun 2019 --dan pembuka tahun 2020.
Mau ditulis panjang pun intinyanya ya hanya itu.
Selamat tahun baru Mobil Listrik --hehe.(Dahlan Iskan)