Yang ingin cetak uang dituduh: akan mengajak penumpang gelap.
Yang ingin cari utangan global pun dituduh: jadi kuda Troya modal asing.
Cetak uang vs utang itu ternyata bukan lagi urusan perbedaan mazhab. Tapi sudah menjadi urusan saling curiga.
Seru pula.
Itu terlihat dari forum Zoom kemarin malam. Yang diselenggarakan oleh Narasi Institute. Yang sejak wabah Covid-19 sudah menyelenggarakan forum Zoom 40 kali --untuk banyak topik.
”Penumpang gelap” yang dimaksud adalah pengusaha besar. Yang bekerja sama dengan politisi.
Atau dipakai oleh politisi.
Ups...Si Politisi yang dipakai oleh si pengusaha.
Sama sajalah.
Si penumpang gelap bisa ikut mendapat guyuran kredit khusus. Dengan jumlah yang khusus. Dengan bunga khusus.
Karena itu kubu teknokrat tidak mau cetak uang. Kalau pun harus terjadi penyalurannya tidak boleh berbentuk kredit khusus.
Bentuknya harus kredit komersial. Bunga harus sesuai dengan yang berlaku di pasar. Agar tidak dimanfaatkan oleh penumpang gelap.
Baiklah. Kita dengar juga kecurigaan ”kelompok cetak uang” terhadap ”kelompok hobi utang”.
”Mereka itu dipakai sebagai kuda Troya oleh modal asing”.
Mereka tidak rela kalau ekonomi bangkit segera. Mereka itu mengharapkan ekonomi semakin hancur. Biar nilai perusahaan-perusahaan besar di Indonesia jatuh. Setelah saham mereka menjadi murah modal asing berebut membeli. Terjadilah gelombang peralihan kepemilikan dari nasional ke asing.
Para panelis kubu ini juga mempersoalkan global bond yang hanya lebih banyak menguntungkan fund manager global. Kalau cetak uang kan tidak perlu jasa fund manager asing.
Penumpang gelap itu sendiri belum ada. Entah kalau lagi disiapkan. Kuda Troya itu pun juga belum ada. Entah pula kalau ternyata begitu.
Saling curiga itu kian kuat. Sampai Mukhamad Misbakhun --anggota DPR RI Golkar yang memperjuangkan cetak uang-- tadi malam lebih hati-hati. Ia perlu menyampaikan disclaimer dulu sebelum bicara. ”Kehadiran saya di sini sebagai pribadi...,” ujarnya. Sambil tersenyum ia meneruskan kalimatnya ”.... Agar tidak diralat oleh fraksi.”
Rupanya pernyataan-pernyataan Misbakhun di forum Zoom KB PII sebelumnya bikin meriang para politisi. Golkar lantas seperti ingin cuci tangan dari apa yang dikatakan Misbakhun.
Tapi orang seperti Sutrisno Bachir melihat ”cuci-mencuci” seperti itu bagian dari sandiwara Golkar. ”Biasalah Golkar begitu,” ujar Sutrisno Bachir --yang ternyata sudah bukan lagi Ketua Komite Ekonomi Nasional. KEN yang baru ternyata belum dibentuk --atau tidak akan diadakan lagi?
Misbakhun-yang-pribadi di forum Narasi ini sama dengan Misbakhun-yang-Golkar di forum KB PII --hanya ditambah dengan kuda Troya.
Sayangnya tidak ada anggota aliran teknokrat yang melawan Misbakhun di forum Zoom yang di moderator Ahmad Nur Hidayat dari Narasi ini.
Mantan Menkeu Fuad Bawazier memang hadir. Tapi lebih banyak bicara soal virus lain yang harus diberantas dulu: korupsi, perizinan, dan sebangsanya.
Ketua Umum Kadin Indonesia, Rosan Roeslani, lebih banyak menyampaikan situasi terakhir para pengusaha. Yang keadaannya susah sekali. Yang PHK-nya sudah lebih 6,5 juta.
”Pengusaha farmasi pun susah,” katanya.
Hah?!
Bukankah kita mengira pengusaha farmasilah yang panen raya? Bukankah di masa wabah ini semua orang perlu obat?
”Harga bahan baku obat naik drastis,” ujar Rosan. ”Sedang pembayarannya seret, terutama yang dari BPJS,” katanya.
Lebih sulit lagi, kata Rosan, pengusaha angkutan, tekstil, dan properti.
Itu pulalah yang disorot oleh pembicara seperti Dr. Yanuar Rizki. Ahli keuangan dari Aspirasi Indonesia Research Institute. ”Akibat krisis ini kita bisa kehilangan modal nasional,” ujar Yanuar. Yakni lenyapnya perusahaan-perusahaan nasional. Lalu dibeli dengan murah oleh asing.
Intinya: ekonomi harus segera diselamatkan. Jangan menunggu hancur. Bank-bank juga harus segera diselamatkan. Justru sebelum ambruk.
Sayang tidak ada Rizal Ramli --ekonom yang tetap tidak setuju cetak uang. Bahkan RR --kode untuk Rizal Ramli-- menilai DPR telah keterlaluan. ”Pantas kalau Gus Dur bilang DPR itu seperti taman kanak-kanak,” ujarnya.
”Persetujuan DPR itu betul-betul konyol,” kata RR pada saya tadi malam.
”BI menolak. Menkeu menolak. Kok DPR justru memberi persetujuan,” tambahnya.
RR memang anti cetak uang-nya DPR --sekaligus anti utang-nya Sri Mulyani.
RR justru memuji langkah menteri BUMN Erick Thohir. Yang menggunakan BRI untuk cari pinjaman murah.
”BRI itu top. Bisa dapat pinjaman dengan bunga 2%. Jauh lebih murah dari pinjaman yang dibuat Sri Mulyani sebulan lalu. Yang bunganya 4,2 persen,” ujar Rizal. ”Makanya Menkeu kita itu disenangi kreditor. Bukan terbaik tapi terbalik,” tambah RR.
Saya pun japri ke Misbakhun.
”Anda sudah melihat video pernyataan RR soal taman kanak-kanak itu?” tanya saya pada Misbakhun tadi malam.
”Sudah. Berkali-kali,” jawabnya.
”Apakah Anda tidak perlu menemui RR? Agar terjadi dialog. Lantas bisa clear?” tanya saya lagi.
”Juga sudah. Juga sudah berkali-kali saya menjelaskan ke beliau soal quantitative easing,” ujar Misbakhun. ”Beliau kan memang punya posisi politik yang berbeda dengan pemerintahan Pak Jokowi, terutama dengan Sri Mulyani,” jawab Misbakhun. ”Dijelaskan dengan cara apa pun sulit,” tambahnya.
Kemarin malam itu saya harus bicara di dua forum Zoom. Jadwal saya ternyata tabrakan. Yang satu bicara soal dunia dan satunya lagi soal akhirat.
Yang akhirat itu forum untuk sesama ikhwan Tarekat Nahsabandiyah Qadiriyah yang berpusat di Sirna Rasa, Tasikmalaya. Temanya: mencetak hati yang bersih.
Setelah itu saya baru bergabung ke forum cetak uang yang kotor. (Dahlan Iskan)