Ada beberapa jenis komisaris di perusahaan BUMN.
Ada komisaris yang merasa lebih penting dari direksi. Itu karena mereka merasa punya posisi lebih tinggi dari direksi. Komisaris adalah wakil pemegang saham sehari-hari. Komisaris adalah pihak yang mengawasi direksi. Komisaris adalah pihak yang bisa menolak rencana/program direksi. Seluruh program direksi harus mendapat persetujuan komisaris.
Dan yang paling hebat, dewan komisaris bisa memberhentikan direksi -meski sifatnya hanya pemberhentian sementara.
Ada pula jenis komisaris yang ikut saja apa kata direksi. Sikap ini berlatar belakang pragmatis. Direksi-lah yang paling tahu seluk beluk perusahaan. Apalagi mereka duduk sebagai komisaris di situ memang hanya sebagai hadiah. Yang penting mereka menerima gaji setiap bulan. Ikut juga menerima tantiem setiap tahun –dari laba perusahaan. Mereka sebenarnya tidak punya latar belakang yang cukup mengenai kiprah perusahaan itu. Makanya, dari pada sok tahu yang akhirnya hanya jadi penghambat, mereka lebih baik bersikap setuju saja atas rencana direksi.
Di samping mendapat gaji, mereka ini juga memperoleh kebanggaan: menjabat komisaris BUMN ''X''. Apalagi kalau ''X'' itu sangat besar dan prestisius.
Ada juga jenis komisaris yang hobinya ingin mencampuri urusan direksi. Pun sampai hal-hal kecil. Bahkan kadang sikap mereka lebih direksi dari direksi.
Di antara jenis yang satu itu ada yang motifnya agar perusahaan lebih maju. Atau lebih bersih. Tapi ada juga yang motifnya agar ditakuti oleh direksi.
Kalau direksinya benar-benar takut, bisa ikut saja apa maunya komisaris. Tapi kalau direksinya tidak takut, bisa jadi bertengkar. Di BUMN banyak juga suami yang takut komisaris.
Ada juga komisaris yang tidak banyak tahu soal bisnis perusahaan itu. Tapi mereka tetap merasa layak saja jadi komisaris. Toh banyak komite yang boleh dibentuk komisaris. Mereka bekerja untuk komisaris. Dengan biaya dari perusahaan.
Untuk komisaris jenis ini, para anggota komite itulah yang sebenarnya benar-benar komisaris. Komisarisnya sendiri, kalau mampu mengajukan pertanyaan ke direksi, pertanyaan itu datangnya dari komite tersebut.
Komite itulah yang bekerja menganalisis program, menganalisis laporan hasil kerja dan memeriksa laporan keuangan. Lalu hasil analisis itu diserahkan ke komisaris. Disertai butir-butir yang perlu ditanyakan ke direksi.
Saya pernah membayangkan: suatu saat harus ada larangan pembentukan komite komisaris. Biar tahu. Komisarisnya mampu atau tidak –tanpa komite itu. Komisaris itu enak. Yang kerja komite, yang terima bayaran besar komisaris.
Ada juga jenis komisaris yang bisa diperalat komite. Anggota komite itu bisa saja karyawan di perusahaan itu atau mantan staf di situ. Pokoknya dicari orang yang paling tahu tentang seluk beluk perusahaan. Kalau bisa juga yang sikapnya kritis. Agar bisa mengawasi direksi dengan galak.
Yang paling tahu keadaan perusahaan adalah staf atau mantan staf di situ. Dan yang paling kritis adalah mereka yang pernah disingkirkan oleh direksi. Atau setidaknya, mereka yang karirnya merasa dihambat –''merasa'' dihambat, bukan ''memang'' dihambat.
Maka kedudukannya sebagai komite komisaris akan ia pakai untuk ''balas dendam'' kepada direksi –menggunakan tangan komisaris.
Masih banyak komisaris jenis lainnya lagi.
Lalu, jenis yang mana yang ideal?
Maka perlu ditanya dulu: benarkah komisaris lebih tinggi dari direksi?
Dari segi gaji: tidak.
Dari segi tantiem: tidak.
Dari segi kekuasaan: tidak.
Kenapa ada komisaris yang sewot ketika direksi datang langsung ke kementerian BUMN? Kenapa komisaris merasa dilangkahi?
Sang komisaris tidak salah: komisaris juga manusia –punya perasaan. Ada yang perasaannya tebal, ada pula yang tipis. Pun ada yang perasaannya sedang-sedang saja.
Direksi juga tidak salah: direksi itu diangkat oleh pemegang saham. Bukan diangkat oleh komisaris. Komisaris dan direksi sama-sama diangkat oleh pemegang saham.
Kalau ada komisaris yang sewot melihat direksi langsung ke kementerian BUMN penyebabnya dua kemungkinan: 1. Direksinya lagi tidak rukun dengan komisaris. 2. Komisarisnya lagi tidak rukun dengan kementerian.
Penyelesaiannya bisa lewat banyak kemungkinan. Misalnya komisaris memberhentikan direksi. Kenapa harus takut dengan kementerian. Itu hak komisaris.
Kelak kementerian, sebagai pemegang saham (mewakili menteri keuangan), memutuskan. Apakah pemberhentian itu tepat. Atau ternyata tidak tepat. Kalau tepat, ya sudah, diberhentikan secara permanen. Kalau tidak tepat harus diangkat lagi.
Kelak komisaris itu, kalau belum diganti, bisa memberhentikan lagi sementara lagi.
Tapi saya tidak menyarankan itu. Itu hanya membuat perusahaan keruh. Perusahaan itu seperti rumah tangga: perlu suasana damai. Bukan hanya damai, tapi damai yang panjang.
Hubungan komisaris-direksi yang ideal adalah: Anda sudah tahu. Yang biasa-biasa saja. Direksi menghormati komisaris dan komisaris jangan sok mencampuri direksi.
Yang terbaik adalah: jangan ada komisaris yang menghambat direksi. Kalau ada komisaris yang tidak setuju dengan rencana direksi katakan dengan cepat. Lengkap dengan alasannya. Agar direksi segera cari alternatif. Jangan sampai ada komisaris yang menggantung persetujuan.
Dewan komisaris di BUMN juga berbeda dengan lazimnya di swasta. Di swasta dewan komisaris itu biasanya pemilik langsung perusahaan. Di swasta direksi memang takut dan tunduk kepada dewan komisaris. Itu bukan lantaran jabatan komisarisnya, melainkan karena ia adalah pemiliknya.
Sedang di BUMN dewan komisaris adalah bukan pemegang saham. Ia hanya wakil. Itu pun hanya wakil sehari-hari.
Dewan komisaris di sebuah perusahaan BUMN bukanlah pula seperti dewan pembina di suatu partai politik.(Dahlan Iskan)