TIGA bulan pertama tahun ini saja naiknya hampir 400 persen. Itulah statistik jumlah kereta dari Tiongkok ke Eropa. Padahal belum ada kejadian Ever Given di Terusan Suez.
Stasiun pemberangkatannya pun terus bertambah. Dari Tiongkok kereta itu kini berangkat dari 35 kota. Menuju 34 kota di Eropa.
Bahkan sudah ada kereta dari kota sekecil Jinhua –Anda mungkin belum pernah mendengar nama itu. Tujuan akhirnya Duisburg di Jerman. Padahal tidak jauh dari Jinhua sudah ada kereta jurusan Madrid, Spanyol. Yakni dari kota Yiwu (baca: i-u).
Jinhua adalah kota tetangga Yiwu. Hanya beda kabupaten. Sama-sama di Provinsi Zhejiang –yang beribu kota di Hangzhou. Hangzhou Anda sudah tahu: pusatnya Alibaba-nya Jack Ma.
Saya tak terhitung berapa kali ke Hangzhou dan sekitarnya. Kalau saja tidak ada Covid-19, cucu pertama saya, Icha Khalisa, sudah masuk SMA di Hangzhou. Dia sudah observasi ke sana. Sudah pilih-pilih sekolahnya. Dia suka –apalagi makanan halalnya, enak-enak, katanyi.
Tentu saya juga pernah ke Jinhua atau pun Yiwu. Hanya sekitar 150 Km di selatan Hangzhou. Provinsi ini, secara ekonomi, luar biasa. Saya banyak belajar dari provinsi ini. Yang setiap kabupaten, bahkan kecamatan, punya keunggulan produknya sendiri.
Lebih separo dasi di seluruh dunia bikinan satu kabupaten di provinsi ini. Lebih separo celana dalam dan BH wanita di seluruh dunia juga dari salah satu kabupaten di Zhejiang. Investor nikel terbesar dunia yang di Morowali, Sulawesi Tengah, itu juga dari kabupaten di provinsi ini –Kabupaten Wenzhou.
Xi Jinping, saat dua periode jadi gubernur di sini, membuat ekonomi provinsi Zhejiang tumbuh 20 persen/tahun!
Maka provinsi Zhejiang kini memegang rekor baru: rute kereta api terpanjang di dunia. Dari Yiwu ke Madrid. Sejauh 13.000 Km. Berangkat seminggu sekali.
Dulu, rekor itu dipegang Rusia. Yakni kereta trans Siberia. Dari Vladivostok di paling timur ke Belarus di paling barat. Bahkan terpanjang kedua pun kini diambil alih jurusan Yiwu-London, 12.000 Km.
Saya beberapa kali ke Yiwu. Sejak sebelum ada internet. Ada mal terbesar di dunia di Yiwu. Jualan apa saja yang dibutuhkan orang hidup sampai orang mati. Anak-anak saya pernah saya ajak ke sini –agar tahu bagaimana orang berdagang.
Saya juga melihat begitu banyak orang Arab di Yiwu –kulakan barang. Karena itu banyak pula restoran dengan papan nama berbahasa Arab. Ada juga beberapa night club di kota itu dengan nama huruf Arab. Dan orang-orang Arab itu pada bicara dalam bahasa Mandarin.
Setelah ada internet, Yiwu berubah total. Mal terbesar tadi jadi kosong. Tak terawat. Sepi. Malnya sudah pindah ke komputer. Tapi peran Yiwu sebagai pusat grosir tidak tergantikan.
Kereta Tiongkok-Eropa pun sudah menjadi silk road model baru. Sudah kian banyak kota di Eropa yang terhubung dengan kota di Tiongkok. Tanpa terusan Suez.
Perbaikan jalur kereta juga terus dilakukan. Sebelum tahun 2016 kereta jurusan Shanghai-Hamburg masih memakan waktu 28 hari. Kini tinggal 16 hari. Jauh lebih cepat dari kapal laut yang 40 hari.
Hambatan kereta itu tinggal ketika melewati negara-negara Ex Uni Soviet. Begitu masuk ke Kazakhstan memang harus berhenti. Harus ganti kereta. Relnya sih nyambung. Tapi ukuran relnya berbeda.
Uni Soviet punya standar ukuran lebar rel sendiri: 1.520 mm. Lebar rel di Tiongkok sama dengan di Eropa: 1.435 mm.
Maka selama melewati empat negara Ex Uni Soviet kereta itu dioperasikan perusahaan kereta api Rusia. Lalu, ketika kereta itu tiba di Eropa –perbatasan Rusia-Polandia– harus ganti kereta lagi –mengikuti rel standar Eropa.
Bahkan Spanyol pun dulu punya standar lebar rel sendiri. Belakangan Spanyol harus mengalah. Harus mengubah seluruh jaringan rel kereta apinya mengikuti standar Eropa. Apalagi Spanyol juga memasuki era kereta cepat –yang memerlukan rel yang lebih lebar.
Indonesia juga punya standar rel kereta sendiri. Sempit sekali. Hanya 1.067 mm. Padahal Belanda sendiri pakai standar Eropa. Mungkin, waktu itu, Belanda ingin berhemat: Belanda memang dikenal sebagai Yahudi-nya Eropa.
Ups, salah.
Saat Indonesia dijajah Belanda lebar relnya dibuat sama dengan Eropa. Tapi ketika Jepang masuk dan menjajah Indonesia ukuran rel itu disamakan dengan Jepang: 1.067.
Maka negara yang ukuran rel keretanya sama dengan Indonesia kini tinggal Jepang, Filipina, dan Taiwan.
Indonesia pun kelihatannya akan menuju Eropa. Rel baru kereta di Aceh, dibuat tidak sama dengan di Jawa atau Sumbagsel. Demikian juga rel kereta yang baru dibangun di Sulsel. Di dua daerah itu relnya sudah ikut standar Eropa. Itu memberi indikasi bahwa di Jawa dan Sumbagsel pun kelihatannya akan diubah ikut standar Eropa –kapan-kapan.
Di Aceh, perbedaan ukuran itu tidak menyebabkan kesulitan apa-apa: kereta jurusan Aceh-Medan itu tidak jalan. Di Sulsel juga tidak menyebabkan masalah: juga belum jalan. (Dahlan Iskan)