PERTAMINA memasuki babak baru: benar-benar hanya jadi holding. Semua yang berbau operasional sepenuhnya diserahkan ke sub-sub-holding.
Itulah keputusan terbaru Menteri BUMN Erick Thohir. Yang mulai berlaku Jumat kemarin.
Anda sudah tahu: kini ada 6 sub-holding di bawah Pertamina. Yakni:
1. Upstream, yang menangani semua urusan hulu: ladang-ladang minyak dan gas.
2. Refining & Petrochemical, yang menangani lima kilang besar dan industri kimia.
3. Commercial & Trading, yang menangani penjualan BBM dan membeli minyak mentah.
4. Power & NRE, yang menangani geotermal dan energi baru seperti solar cell dan baterai lithium.
5. Gas. PGN (Perusahaan Gas Negara) berada di sini.
6. Shipping, yang mengurus kapal-kapal Pertamina, khususnya kapal-kapal tanker pengangkut minyak.
Awalnya tersiar kabar sub-holding itu akan ada tujuh. Yakni ditambah sub-holding urusan pelayanan. Yakni yang akan mengurus soal rumah sakit atau hotel Pertamina.
Ke mana rumah-rumah sakit dan hotel itu berinduk? Atau dijual saja?
Tentu reorganisasi Pertamina ini merupakan langkah yang amat besar. Itu tidak mudah. Mungkin di dalam tubuh grup Pertamina kini lagi meriang. Yang di pusat banyak yang kehilangan kekuasaan. Cukup besar. Banyak jabatan lama yang harus hilang. Mereka harus pindah ke anak perusahaan.
Yang di anak perusahaan juga harus menghadapi gelombang mutasi staf internal mereka. Ditambah harus mengakomodasi kiriman orang-orang dari pusat.
''Kapal besar'' Pertamina kini lagi mengarungi lautan baru yang penuh riak. Tapi layar sudah dikembangkan. Kapal harus tetap melaju.
Dalam masa pancaroba seperti itu tentu akan muncul banyak keluhan. Setidaknya gerundelan. Manajemen yang mau banyak mendengar tentu akan mengurangi keresahan seperti itu.
Saya dengar, restrukturisasi ini atas inisiatif penuh dari kementerian BUMN. Bukan dari inisiatif Pertamina. Berarti kementerian BUMN akan memonitor baik-baik apa yang terjadi setelah palu restrukturisasi diayunkan.
Saya tentu setuju –emangnya punya hak untuk setuju atau tidak setuju? –dengan langkah Erick Thohir itu. Secara struktur bisa lebih bagus. Lebih jelas.
Tapi apakah itu sudah menjawab tantangan masa depan Pertamina?
Rasanya belum. Itu baru ''menertibkan'' struktur di Pertamina. Bisnisnya masih biasa seperti yang lama.
Masa depan Pertamina adalah: apa yang akan dilakukan setelah mobil listrik menggantikan mobil bensin. Memang ada sub-holding bidang energi baru, tapi masih lebih berat ke geotermal. Sedang di proyek baterai lithium Pertamina hanya memegang 20 persen saham.
Saya juga mendengar ada selentingan ini: setelah restrukturisasi, Pertamina lebih bisa mencari uang. Terutama dari pasar modal. Sub-sub holding itu bisa go public. Satu per satu. Mereka sudah bukan BUMN. Mereka sudah berstatus anak perusahaan.
Bahkan anak-anak perusahaan sub holding –cucu Pertamina– juga bisa go public sendiri-sendiri.
Maka harus saya akui, langkah-langkah besar kini lebih mampu dilakukan oleh BUMN. Suasana politiknya adem ayem. Sangat memungkinkan untuk dilakukannya langkah besar.
Jangan harap yang seperti ini bisa dilakukan di masa lalu. Ketika peran DPR masih sangat besarnya.
Maka setiap kali dimintai pendapat soal restrukturisasi di BUMN, saya selalu mengatakan: lakukan segera. Sekarang. Mumpung Presiden Jokowi mampu mengendalikan politik hampir secara mutlak.
Tentu sehebat apa pun restrukturisasi, itu hanya alat. Hasilnya tetap di tangan orang yang memegang alat itu.
Misalnya: apakah dengan restrukturisasi ini produksi minyak Pertamina langsung bisa naik. Mungkin tidak. Kalau toh naik itu karena blok Rokan kini menjadi milik Pertamina. Untuk menaikkan produksi minyak tetap harus menemukan sumur baru. Dan itu perlu waktu lama.
Atau: apakah setelah restrukturisasi mendadak kilang-kilang minyak Pertamina menjadi lebih efisien. Tentu tidak. Itu lebih dihasilkan oleh kinerja di lapangan –yang tetap di tangan tim yang lama.
Saya bayangkan di pusat Pertamina kini juga akan berubah total. Tidak ada lagi pekerjaan operasional. Proyek-proyek besar akan otomatis pindah ke sub-holding. Mestinya.
Demikian juga soal penataan aset. Apakah akan dilakukan sentralisasi aset? Kalau aset masih tetap di sub-holding bagaimana kalau sub-holding itu nanti go public?
Setahun ke depan kelihatannya Pertamina masih akan sibuk dengan urusan yang terkait restrukturisasi ini.
Tapi langkah besar telah diayunkan. Layar besar telah dibentangkan. Tinggal buaya-buaya akan lari ke mana. (Dahlan Iskan)
Komentar Pilihan Dahlan Iskan di artikel berjudul Tanpa Hiburan
Daryanto Warjono
Jumajah uang di negeri ini sungguh nggilani, 2T, 5T, 11T, 284T dan seabrek T yang lain yang ga jelas kemana larinya. Sedangkan rakyat hanya di kasih satu T saja sudah senang bukan kepalang "Telolet"
Fajar Purnama
Hiburan 2T dari pak DI sdh habis. Nunggu T T selanjutnya.
Kliwon
Begitulah Uk. Kalau puas hanya diukur dari ukuran., niscaya hanya gadjah yang hidupnya bahagia.
Anal Alay
gua selalu ingat nasihat Kliwon . .. . jangan balas kejahatan dengan kejahatan , tapi balaslah dengan kebaikan bila ada orang melemparmu dengan batu , balaslah dia dengan melempar bunga . .. . sekalian , ama pot nya . .. .
Laely Suharto
Abah hari lagi2 sy baca tulisan abah d wc, maaf ya
Pryadi Satriana
Saya sedih. Merenung. Menempatkan diri di posisi Heryanti. Kepepet. Akan melakukan apa saja utk survive. Ada tekanan dr Si Cantik, dokter yg banyak duit itu. Yg bisa dipinjam, sampai milyaran. Muncul prank 2T. Korban berjatuhan. Dokter pribadi, yg profesor itu. Mantan Kapolda Sumsel, yg jg profesor itu. Yg lainnya nggak jelas, korban atau bukan. Banyak yg merasa jd korban prank 2T itu, tapi juga sekaligus menikmati drama suguhan Heryanti. Absurd. Aneh tapi nyata. Sampai skrg Heryanti masih tertekan. Lebih drpd sebelumnya. Ada pengaduan yg sdg diproses. Ada baiknya dr. Nur introspeksi. Mungkin prank 2T itu krn tekanannya ke Heryanti. Mungkin ia jg ikut andil sampai ada dua profesor ikut jd korban. Mungkin ini ujian apakah rela melepas yg hampir 3 M itu. Mungkin ia mau memaafkan Heryanti, yg katanya sahabatnya itu. Mungkin saatnya merenungkan: "kehilangan" muncul dalam berbagai bentuk. Kehilangan uang. Kehilangan persahabatan, dikhianati oleh sahabat, tepatnya. Mungkin saatnya merenungkan hal2 yg tidak mungkin kita renungkan dalam situasi normal. Apa sih yang tidak mungkin? Salam.
Mbah Mars, saya "mencoba" menjadi Heryanti. Tak ingin kehilangan sahabat, yg jg menganggapnya sbg sahabat, sejak lama. Menurut saya, dr. Nur dipandang sbg sahabat sejati, yg 'care', lebih drpd saudara sejati. Itu langka. Harus dipertahankan. Dg segala cara. Dalam imajinasi Heryanti, ia telah melakukan yg benar. Rasionalitasnya telah menjadi samar. Demi sahabat sejati, Heryanti rela "merusak" diri sendiri. Saya jd ingat ungkapan ini: kewarasan dan kegilaan hanyalah masalah persepsi. Juga yang ini: Seseorang disebut waras selama ia tidak disebut gila. Waktulah yg membuktikan apakah ia bisa mempertahankan kewarasannya. Salam damai, Mbah Mars.
donwori
hiburan sesungguhnya ada di kolom komentar. wkwkwk
gito abipraya
sekelas kapolda kok bisa kena prank keluarga akidi ya...... oh iya, sekelas pak DI saja bisa kena prank demokrat. hahahaha