JANNY Wijono dilaporkan Djie Widya Mira terkait dengan dugaan pemalsuan surat tanah di Jalan Coklat dan Jalan Sukomanunggal. Namun, Janny kini mengajukan gugatan pre-judiciel geschill ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Dia menggugat Djie Widya Mira dan penyidik Unit IV Subdit II Harda Bangtah Ditreskrimum Polda Jatim. Keduanya dinilai telah melakukan laporan dan pemeriksaan terhadap kliennya. Padahal, perkara tersebut sudah berkekuatan hukum di PN Surabaya.
Kuasa hukum terlapor, Masbuhin, mengatakan bahwa gugatan tersebut terpaksa dilayangkan. Sebab, ia menilai ada dugaan maladministrasi dalam perkara itu. Misalnya, ada perbedaan antara surat panggilan polisi dengan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) dan sprindik (surat perintah penyidikan).
Perbedaan itu ada pada tanggal dan penerapan pasal. Pasal yang tertera ialah pasal 378 KUHP dan atau pasal 372 KUHP. Seharusnya, diberikan pasal 263 KUHP dan/atau pasal 266 KUHP. Sementara itu, tanggalnya tertulis 13 September 2021. Padahal, seharusnya 9 September di tahun yang sama.
”Dari ralat atas surat-surat yang disebut sebagai kesalahan ini, terbukti tentang adanya dugaan kesalahan maladministrasi. Polisi dalam menjalankan tugasnya tidak dilakukan secara profesional, prosedural, dan proporsional,” kata Masbuhin beberapa waktu lalu.
Alasan utama gugatan pre-judiciel geschill itu dilayangkan ialah penyidikan kepada kliennya masih berjalan. Laporan Djie Widya Mira tadi. Padahal, penyidik mengetahui bahwa laporan itu sama persis dengan sengketa perdata. Antara pelapor sebagai penggugat dan terlapor sebagai tergugat.
”Atas dasar itulah, Selasa (19/10) kemarin, kami mendaftarakan gugatan di Kepaniteraan PN Surabaya. Terhadap pelapor klien kami, yaitu Djie Widya Mira Chandra dan terhadap penyidik Unit IV Subdit II Harda Bangtah Polda Jatim,” katanya.
Lagi pula, subjek hukum dan objek perkara yang dilaporkan itu sama dengan gugatan perdatanya. Dalam gugatan itu, pelapor selalu kalah. Saat ini juga, pelapor masih dalam proses sengketa keperdataan tingkat Mahkamah Agung. Tingkat kasasi.
Terdaftarnya gugatan pre-judiciele geschill di PN Surabaya itu, secara hukum pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik unit IV kepada kliennya menurut hukum dalam status skorsing atau tertangguhkan. Seharusnya, pidana menunggu hasil putusan perdata.
Kondisi itu diatur dalam pasal 81 KUHP jo Pasal 1 Perma 1/1956 jo Perma 4/1980. Pada prinsipnya, aturan tersebut merupakan konkritisasi perlindungan HAM bagi terlapor, tersangka, dan saksi-saksi.
Pasal 81 KUHP berbunyi mempertangguhkan penuntutan untuk sementara karena ada perselisihan tentang hukum yang harus diputuskan lebih dulu oleh satu mahkamah lain, mempertangguhkan gugurnya penuntutan untuk sementara.
Sedangkan Pasal 1 Perma 1/1956, tentang pre-judiciel geschill menyatakan, apabila pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan karena adanya suatu hal perdata atau suatu barang atau suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, pemeriksaan perkara pidana harus dipertangguhkan.
”Menunggu suatu putusan pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu. Baru kemudian bisa ditentukan pidananya,” ungkapnya. (Michael Fredy Yacob)