"Saya bukan pembunuh..." ujar terdakwa lirih. Ia berharap agar tidak dihukum berat.
Di persidangan itu ia terus menyesali diri, merasa bersalah dan kenapa tidak dirinya saja yang mati.
Senin pekan lalu ia dijatuhi hukuman 110 tahun penjara.
Itulah hukuman terberat untuk kecelakaan terbesar –setidaknya salah satunya.
Mengikuti cerita ini, saya teringat jalan tol pegunungan antara Boyolali-Semarang. Di kanan kiri jalan terlihat dibangun jalan darurat. Di beberapa tempat. Terutama di jalan tol yang lagi menurun tajam.
Jalan darurat itu berupa jalan pendek yang menanjak tajam. Yang di ujung jalan itu ada barikade. Setiap kendaraan yang masuk ke jalan menanjak itu pasti akan melambat dan akhirnya berhenti menabrak barikade tersebut.
Suatu kali, ketika mengemudi di jalur itu, teman di samping saya bertanya: jalan apa itu?
Ia anak muda. Lulusan Boston, Amerika. Ia lebih banyak hidup di kota. Ia tidak pernah berkendara di daerah-daerah pegunungan di Amerika.
Saya pun menjelaskan padanya: itulah jalan penyelamat. Kalau rem Anda blong, Anda harus mengarahkan kendaraan masuk ke jalan darurat itu. Agar tidak menabrak kendaraan lain.
Dalam posisi jalan tol menurun kendaraan yang remnya blong akan melaju kian kencang. Apalagi kalau kendaraannya berat.
Saya pernah mengalami yang seperti itu. Yakni saat mengendarai Tucuxi –mobil listrik pertama saya itu– menuruni lereng Gunung Lawu sebelah timur. Remnya blong. Tucuxi kian laju. Tidak ada jalan darurat seperti di jalur Boyolali-Semarang. Saya pun melihat banyak orang di depan sana. Maka saya putuskan mendadak: membanting setir Tucuxi. Saya tabrakan mobil itu ke tebing berbatu. Biarlah saya sendiri yang celaka. Jangan orang banyak itu.
Kisah selebihnya Anda sudah tahu.
Hukuman 110 tahun penjara pekan lalu itu dijatuhkan akibat sopirnya mengabaikan jalan darurat seperti itu.
Saya akan meneruskan kisah ini. Bukan takut dianggap hanya bisa menulis pendek. Memang kisahnya sendiri belum selesai. Janganlah memperpendek tulisan kalau tidak bisa dipendekkan. Jangan pula memanjangkan tulisan kalau bisa ditulis pendek.
Yang dihukum 110 tahun itu baru berumur 26 tahun. Punya anak satu, masih kecil. Bahkan saat kecelakaan itu terjadi ia masih berumur 23 tahun.
Namanya: Rogel Aguilera-Mederos.
Ia berimigrasi ke Amerika dari Kuba. Ia ingin memperbaiki hidupnya yang susah di negara gagal itu. Ia memperoleh SIM komersial di Texas. Ia berhak mengemudikan truk cukup besar –18 ban. Semi-trailer.
Hari itu, Kamis sore tiga tahun lalu, Rogel mengangkut kayu 2x4 (5,8 cm x 10,16 cm). Rogel harus melewati jalan bebas hambatan Interstate 70. Itulah salah satu jalan utama yang membelah Amerika –dari pantai barat sampai pantai timur. Izinkan saya sedikit emosional menuliskan I-70–saking seringnya mengemudikan mobil di jalur ini. Terutama di jalur Colorado-Kansas City.
Kecelakaan yang mengakibatkan hukuman 110 tahun itu terjadi di jalur tersebut. Truk yang dikemudikan Rogel melaju dari ketinggian Rocky Mountain ke arah timur -ke arah Kansas. Sampai di dekat Denver -kota terbesar di Colorado- truk itu tidak terkendali.
Hari itu jalan bebas hambatan lagi macet –di dekat interchange Colorado Mill Parkway. Itu Kamis sore. Padat-padanya lalu-lintas. Truk yang dikemudikan Rogel menyasar mereka: 28 mobil tergilas. Termasuk truk yang lebih kecil. Empat orang tewas –salah satunya terbakar. Tujuh orang luka-luka. Rogel sendiri baik-baik saja.
Seorang ibu, juga lagi di kemacetan itu. Sambil menelepon anak putrinya sang ibu melirik spion mobilnyi. "Itu kok ada truk melaju kencang dari belakang," ujarnyi mengenang kejadian sore itu. "Saya langsung meloncat keluar mobil," ujarnyi pada harian Denver Post.
Dia selamat. Kejadian itu di depan matanyi. Bahkan, setelah keluar dari Truknya Rogel menghampirinyi. Pinjam teleponnyi –untuk menelepon seseorang.
Menurut sang ibu, Rogel terus menerus mengatakan bahwa ia harus segera keluar dari lokasi itu. "Saya tidak mau masuk penjara," katanya seperti dikutip dalam kesaksian sang ibu.
Lokasi kecelakaan itu menjadi ibarat medan perang: teriakan histeris, bunyi ledakan, bubungan api, asap hitam, raung ambulans dan gotongan mayat terasa dominan.
Yuri menilai Roger bersalah: melakukan pembunuhan dengan mobil yang ia kendarai. Ia melanggar 27 pasal pidana.
"Menurut pasal-pasal yang dilanggar itu hukuman minimalnya 110 tahun," ujar hakim di distrik Jefferson, bagian utara kota Denver. "Kalau saja saya punya wewenang untuk memperingan hukuman itu akan saya turunkan," kata hakim Bruce Jones. "Tapi saya tidak punya wewenang itu," tambahnya.
Nilai hukuman yang begitu berat ternyata justru melahirkan simpati pada Rogel. Sejak Senin pekan lalu muncul gerakan di medsos: petisi untuk meringankan hukumannya. Sampai kemarin sudah lebih 2,5 juta yang menandatangani petisi tersebut.
Gubernur Colorado mulai mengambil perhatian. Ia mengharapkan Rogel naik banding. Agar gubernur bisa menggunakan wewenangnya untuk meringankan hukuman itu.
Opini publik menyebut hukuman yang wajar adalah 20 tahun. Bahkan beberapa keluarga korban juga menyebut itu. "Ayah tercinta saya memang diambil dari saya. Ia (Rogel) telah menjauhkan sosok terbesar bagi saya. Tapi hukuman 110 itu berlebihan," ujar Megan Harrison kepada Denver Post.
"Apa pun, tabrakan itu adalah kriminal. Bukan kecelakaan," ujar Duane Bailey, saudara kandung korban, William Bailey. "Tapi saya juga tidak ingin ia dihukum seumur hidup," katanya.
Empat yang meninggal di tabrakan massal itu adalah Miguel Angel Lamas Arellano, 24; William Bailey, 67; Doyle Harrison, 61; and Stanley Politano, 69.
Rogel sendiri selalu menyesali kejadian itu. "Saya selalu bertanya kepada Tuhan, mengapa bukan saya saja yang mati. Mengapa saya hidup," ujar Rogel kepada media di sana.
Rogel terus minta agar keluarga korban memaafkannya. "Saya bukan pembunuh. Saya sedih sekali. Sampai 4 orang meninggal dunia," katanya.
Polisi menyimpulkan Rogel tidak sedang mabuk. Juga tidak minum alkohol sebelumnya. Ia juga tidak pernah melakukan tindak kriminal.
Tapi ada satu peristiwa yang memberatkan Rogel. Sekitar 8 Km sebelum kecelakaan itu ada jalan darurat. Mengapa Rogel tidak masuk ke jalan itu.
Dari rekaman banyak video –rupanya banyak pengendara yang mengabadikannya– truk yang dikemudikan Rogel sudah mencurigakan sejak sebelum jalan darurat itu.
Truk itu seperti hendak memasukinya, tapi batal. Lalu ke tengah lagi. Kian cepat. Jalan terus menurun. Tidak jauh setelah melewati jalan darurat itu ada sinyal digital yang melintang di atas jalan: Jalan masih akan lebih menurun lagi dan akan menikung.
Setelah itu lalu-lintas kian ramai –mendekati kota besar Denver. Truk terlihat masih bisa pindah-pindah jalur untuk menghindari kecelakaan. Tapi di dekat interchange itu semua mobil berhenti. Macet. Hanya truk itu yang terus melaju.
25 April 2019.
Dijatuhi hukuman 12 Desember 2021.
Saya lupa menghitung ada berapa jalan darurat di sepanjang jalur tol Boyolali-Semarang. Tapi saya akan selalu ingat manfaatnya.(Dahlan Iskan)
Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Tulisan Berjudul Satu Kursi
Mbah Mars
Lebih cocok lagi: JOE VS JOE
Amat
Istilah keterangan waktu dlm bahasa Indonesia. Kemarin dulu = selumbari : dua hari sebelum hari ini : H-2 Kemarin : H-1 Hari ini : H Besok : H+1 Lusa : H+2 Tulat : H+3 Tubin : H+4
Komentator Spesialis
Saya masih ingat, ini mirip mirip peristiwa sidang impeachment GD dimana satu suara PKB, waktu itu pak Matori Abdul Jalil rohimahullah berbelok memberikan suara setuju. Dan sambutan luar biasa dari rakyat Indonesia atas keberanian beliau tsb.
Mirza Mirwan
Duluu...entah kapan dulu itu, di kolom komentar Disway saya pernah mengutip kata-kata J.J. Rousseau, "Democracy is like a fruit, good for health. But only a healthy stomach can digest it" -- Demokrasi itu seperti buah, baik untuk kesehatan. Tetapi hanya lambung yg sehat yg sanggup mencernanya. Kalau di kita, sebenarnya bukan demokrasinya yg sakit, tetapi lambung kita yg tidak sehat. Betapa banyak dari kita yg menjadi pendukung atau pembenci seorang tokoh tanpa menggunakan akal sehat. Meminjam kata² Bung Donwori, "sampai-sampai kentut tokoh yg didukungnya dibilang wangi." Sebaliknya terhadap tokoh yg dibencinya dianggap tak memiliki sisi baik sedikitpun. Padahal, di manapun di dunia ini, tak ada manusia yg sempurna -- kecuali para nabi pilihan Tuhan. Tokoh yg hebat sekalipun pasti ada kekurangannya, dan begitu juga sebaliknya, tokoh yg biasa saja juga punya kelebihan yg tak dipunyai tokoh hebat.
Johan
Otak boleh mesum, tapi perilaku harus dijaga. Tentu sudah biasa, dimana saja, ketika kita melihat dan berpapasan dengan wanita muda dan cantik nan seksi, mata ini secara otomatis akan men-SCAN bagian tertentu tubuh wanita tersebut. Ini normal, insting dari setiap laki-laki normal. Beda cerita nya, setelah mata memandang, tangan bergerak , menyambar tas si wanita, itu namanya jambret.
Sin
saya komen cerita aja biar ga spaneng..hehe Alkisah dahulu kala di sebuah penjara Federal, Seorang petugas penjaga penjara bernama Joe mencoba menghibur terpidana yang hari itu akan menjalani hukuman mati diatas kursi listrik- sebut saja namanya Man-. Joe: “Jangan terlalu gelisah, karena tegangan listriknya sangat tinggi, lagian itu terjadi dalam waktu yang singkat sekali, sehingga kamu tidak akan merasakan apapun “ Apa mau dikata saat itu tiba tiba langsung “PETT” gelap total dan sejurus kemudian dari kejauhan terdengar teriakan orang yang kesakitan luar biasa, dan itu berlangsung berkepanjangan. Joe : “tunggu sebentar saya mau lihat.” (Tak lama ia kembali kemudian dengan santainya menjelaskan) “Tak ada masalah yang berarti, cuma masalah teknis saja, tadi itu rupanya kita udah nunggak bayar rekening listrik 3 bulan jadinya diputus, maka digunakan LILIN sebagai gantinya, itu sajaaaaa.” Man: *&%$#@**^*$%& hari berganti tibalah giliran eksekusi si Man (tentu saja listrik udah dibayar ya..wkwk) Man sdh duduk manis di kursi listrik dan Joe pun mendekat.. Joe : (berbisik pelan di telinga Man) “ada permintaan terakhir..?” Man : (sambil terbata2) “ada…saia takut sekali..tolong pegangi tangan saia..”
Robban Batang
Ada teman sekolah ,satu angkatan waktu SMP dan SMA ,jadi anggota dewan di kabupaten dua periode dari Partai PDIP. Saat voting masalah Perda Miras,dia ambil suara berbeda dengan fraksinya yang menolak. Satu suara yang jadi penentu.Dianggap pahlawan oleh yang setuju dengan Perda miras.Dianggap penghianat oleh partainya .Dihujat dicaci dan dimaki . Tetapi kalau melihat latarbelakang keluarga dan riwayat pengalaman politiknya memang orang yang percaya diri dan punya prinsip.Partai bukan tujuan.Partai hanyalah salah satu sarana melancarkan tujuan.Yang tidak suka mungkin menganggapnya kutu loncat.Yang setuju dianggap pintar meniti buih Bapaknya yang pernah jadi wedana saat orde baru dikenal sebagai tokoh Golkar,tapi waktu reformasi rumahnya jadi sekretariat PKP,Partai Keadilan dan Persatuan,tempat berkumpulnya para purnawirawan tentara dan keluarganya.Anaknya,teman saya itu malah jadi simpatisan PK,Partai Keadilan,sebelum jadi PKS.Tapi waktu pemilu 2004 nyaleg lewat PDIP. Mungkin tahu potensi jadinya yang besar berdasarkan pemetaan ,pengalaman Bapaknya yang Begawan politik level Kabupaten. Sekarang malah merapat ke partai hijau yang salah satu kadernya jadi wakil Bupati. Mungkin prediksinya setelah Kuning masak pernah meraja dan memerah jadi busuk, warna perpolitikan kita ,paling tidak di daerah saya akan kembali trubus menghijau.
Burger
Baru paham mengapa pak Dahlan menulis tentang Texmaco yg sudah lama tidak terdengar namanya, di Disway tgl 14 Desember. Hari ini satgas BLBI menyita 4,79 juta meter persegi tanah milik Grup Texmaco :)