Bambang Margiono

Jumat 28-01-2022,04:00 WIB
Oleh: Dahlan Iskan

OMICRON tidak bisa dibendung lagi: dari hanya 200 kasus perhari sudah menjadi 7.000. Beberapa bulan terakhir kita begitu nyaman dengan angka Covid Indonesia. Termasuk golongan yang terendah di dunia.

Aktivitas masyarakat sudah nyaris pulih. Jakarta mulai macet. Surabaya juga. Jalan-jalan menuju tempat wisata padat.

Saya pun sudah ke mana-mana. Sudah semakin sering di Jakarta. Ke Bogor, Cirebon, Tegal, Bali, Lombok, dan Sumbawa. Juga sudah ke kelenteng-kelenteng luar kota menjelang Imlek ini. Sudah mengadakan pemilihan Koko-Cici Jatim 2021.

Saya jadi ingat warning dari Menkes Budi Gunadi Sadikin awal Januari lalu: kita bisa mencapai 60.000 kasus di bulan Juli nanti. Kalau tidak waspada.

Pernyataan itu baik sekali. Secara psikologi kita menjadi siap dengan keadaan itu. Juga tetap hati-hati. Maka ketika kasus per hari menjadi 7.000-an tidak ada lagi yang kaget.

Teman saya meninggal dunia minggu lalu. Sudah lama saya tidak bertemu. Ia wartawan olahraga yang baik: Bik (Bambang Indra Kusumawanto). Rendah hati. Murah senyum. Jarang bicara.

Teman satu lagi kini sedang di ICU rumah sakit Pertamina. Anda sudah tahu namanya: Margiono. Ia Dirut Harian Rakyat Merdeka. Ia juga dua periode menjabat Ketua Umum PWI Pusat.

Dua-duanya sama: baru ketahuan positif Covid ketika ingin berobat untuk sakit lainnya.

Bambang Indra memang pernah stroke. Tahun 2017. Ia punya penyakit darah tinggi. Setelah tidak di Jawa Pos, ia ke Amerika. Enam tahun. Sepulang ke tanah air, ia menjadi staf di DPR. Lalu jadi humas di Kemenpora. Lalu stroke itu.

Ia juga mengidap sakit gula. Sampai harus cuci darah. Satu kali seminggu. Jumat lalu itu waktunya cuci darah. Tengah hari ia diantar anak sulung ke RS. Sudah biasa. Perlu 4-5 jam baru selesai. Karena itu tidak perlu ditunggu. Pada sorenya ganti anak bungsu yang akan menjemput.

Saat dijemput itulah Bambang masih tertidur. Tidak bisa dibangunkan. Tekanan darahnya rendah sekali. Si bungsu lapor petugas: Bambang ternyata tidak lagi tertidur. Ia pingsan.

Ia harus masuk ICU.

Prosedur masuk ICU harus dipenuhi. Termasuk harus diperiksa lain-lain: ketahuan lah positif Covid.

Keluarga bingung. Semua anggota keluarga memeriksakan diri: negatif. Bambang juga tidak pernah ke luar rumah. Sang istri terus menemani. Dia menjaga suami cukup ketat: istri sadar suami punya komorbid yang berat.

"Kami semua bingung, di mana tertular Covid," ujar Eni, sang istri.

Bambang hanya satu malam di ICU. Ia meninggal dunia. Harus dimakamkan dengan prosedur Covid. Teman-temannya tidak bisa mengantarkan ke makam.

Pun Margiono.

Ia tidak mengira terkena Covid. Juga keluarganya. Hari itu ia merasa sesak napas. Lalu ke rumah sakit Eka, Serpong.

Margiono memang penderita gula darah. Sejak masih wartawan, atau setelah menjadi redaktur. Badannya yang tergemuk di antara kami. Makannya yang terbanyak di antara siapa pun. Guyonnya selalu soal makanan: tidak ada makanan yang tidak enak baginya. Makanan itu, katanya, hanya punya dua klasifikasi: enak dan enak sekali.

Tapi sejak menjadi direktur –lalu menjadi dirut– Margiono berusaha mengendalikan makan. Juga mulai membiasakan pakai sepatu. Sandalnya hanya lebih sering dalam posisi stand by di mobil.

Setiap tahun, Margiono berpidato di depan presiden: sebagai ketua umum PWI Pusat. Pidatonya selalu lucu dan menyenangkan. Ia memang seorang dalang wayang kulit.

"Dua bulan terakhir berat badannya sangat normal. Turun 20 Kg," ujar seorang direksi Rakyat Merdeka.

Saya belum lagi bertemu Margiono. Sejak rapat dengannya enam bulan lalu. Saat itu kami rapat serius. Soal perusahaan. Ia baik-baik saja.

Bulan lalu saya ingin bertemu lagi dengannya, tapi selalu tidak cocok waktu. Hari itu saya makan pagi dengan Tomy Winata. Ia kirim salam untuk Margiono. Itu saja.

Meski menderita gula Margiono bisa mengendalikannya. Ia selalu melihat level gula darahnya. Belum pernah ada tanda bahwa ia harus mulai cuci darah. Ia semakin disiplin. Apalagi di masa Covid: ia tahu memiliki komorbid yang serius.

Di rumah sakit itu sesak napasnya bertambah. Hasil pemeriksaan mengindikasikan ginjalnya bermasalah: problem logis dari penyakit gula.

Maka Margiono harus masuk ICU. Prosedur standar masuk ICU harus dipenuhi: pemeriksaan lebih teliti. Ternyata positif Covid-19.

Tapi penyebab utama sesak napasnya adalah: banyak racun yang tercampur ke dalam darah. Ikut beredar pula ke seluruh tubuh. Darah tidak bisa menyerap oksigen. Napas pun sesak.

Berarti fungsi ginjalnya terganggu. Harus cuci darah. Di ICU itu.

Tiga hari lalu cuci darah dilakukan. Kondisi Margiono membaik. Besoknya dicuci lagi untuk kali kedua: lebih baik. Kemarin, menurut jadwal, cuci darah untuk kali ketiga.

Parameter hasil pemeriksaannya mulai normal. Tekanan darahnya baik. Detak jantung baik. Oksigen 99 –dengan ventilator.

Margiono masih ditidurkan. Sudah tiga hari ia tidur.

Seluruh keluarga dan orang dekatnya memeriksakan diri: semua negatif Covid. Mereka juga heran: di mana Margiono tertular. Dan mengapa tidak menulari mereka.

Yang jelas angka penularan se Indonesia kian tinggi. Setelah kini 7.000 sehari, tentu naiknya bisa jauh lebih besar lagi –secara matematis.

Ini gelombang ketiga bagi Indonesia. Atau gelombang keempat bagi dunia.

Di gelombang ketiga dunia, dulu, kita ditenangkan oleh grafik: tidak setinggi gelombang dua. Baik kasus barunya maupun tingkat kematiannya.

Lalu muncul teori: gelombang-gelombang berikutnya pasti kian menurun. Lalu menurun lagi. Terus begitu. Sampai akhirnya dianggap biasa: seperti flu.

Ternyata gelombang keempat dunia justru lebih tinggi. Jauh sekali. Pun dibanding gelombang yang mana saja. Lihatlah grafik dari Worldometer itu. Dulu, melihat grafik gelombang kedua, rasanya ngeri: kok tinggi sekali. Kini setelah ada grafik gelombang keempat, grafik gelombang dua itu hanya seperti gunung di Iowa dibanding gunung Galunggung di Jawa Barat.

Memang masih ada yang membuat tenang: grafik angka kematian gelombang keempat dunia itu lebih rendah dari tiga gelombang sebelumnya.

Inggris, Amerika, Prancis adalah juara-juara kasus baru gelombang empat dunia. Justru Afrika Selatan –tempat munculnya varian Omicron– sudah menurun drastis sampai ke tingkat 2.000.

Badan sehat, olahraga, vitamin, dan kontrol makan kelihatannya lebih kita butuhkan sekarang: terutama bagi yang punya komorbid seperti saya. (Dahlan Iskan)

Anda bisa menanggapi tulisan Dahlan Iskan dengan berkomentar http://disway.id/. Setiap hari Dahlan Iskan akan memilih langsung komentar terbaik untuk ditampilkan di Disway.

Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Tulisan Berjudul Sesal Ibu

Er Gham
Seorang tokoh pernah berkata, "Semua politisi sama saja. Mereka menjanjikan pembangunan jembatan, meskipun tidak ada sungai."

Jika senjata tetap dijual legal dengan alasan pertahanan diri, pakai peluru karet saja. Peluru tajam dilarang. Peluru karet dapat melumpuhkan, namun tidak membunuh. Tidak perlu dilakukan modifikasi senjata yang ada. Semua senjata api bisa menggunakan peluru karet. Tentara yang berjaga dalam aksi demo, biasanya dibekali 3 jenis magazine peluru, yaitu peluru hampa, peluru karet, dan peluru tajam. Kadang magazine peluru tajam hanya boleh dibawa oleh komandan satuan dalam penjagaan aksi demo tersebut. Kebetulan masyarakat sipil di sini hanya boleh menggunakan peluru mimis dari senapan angin. Dipakai untuk nembak burung kecil atau cecak di rumah. 

Aji Muhammad Yusuf
Judul: Sesal Grup Bakrie. Foto: Thanos, grup bakrie dan saham bumi yang di tinggal pergi. Saya menyesal telah mengubungi polisi di tahun : 911. Sore itu, pukul 17.09, Grup Bakrie memang bertengkar dengan salah satu anak laki-lakinyi: Anda sudah tau. Namanyi Thanos. Jumat sore lalu. Rupanya pertempuran itu hebat sekali. Lalu call tahun 911. "Apakah ada yang terluka?". Tanya petugas penerima telphon. Ini pertanyaan standar. Agar polisi menyiapkan wiu-wiu, atau tim medis. Saya tidak terluka apa-apa. Saham runtuh: tapi saya sudah untung. "Apakah ada senjata api disitu?" Tanya petugas lagi. Tidak, jawab grup bakrie dengan keyakinan penuh. Dua diantara polisi itu menuju kamar yang di maksud. Itu: MYRX. Mereka menulurusi lewat lorong apartemen yang sempit. Bisa calon rising star, atau bluesuk investing. Mungkin si Thanos sudah curiga bakal ada polisi yang datang. Iya tahu grup bakrie mengubungi polisi.  ~Note: "selalu analisa ulang, jangan percaya dengan analisa orang". 

Sin
Al-Kisah di negeri antah berantah... Pak Pol : "Prrriiiiiiiitt...STOP anda saya tilang" Sin : "Lho pak salah saya apa?" Pak Pol : anda melanggar lewat jalur Bisway..memangnya tidak liat rambu segede itu? Sin : " hahaha liat pak, tapi sumpah saya tidak liat klo Bapak ada disitu..."Pak Pol : "mana surat-surat nya" Sin : "wah Bapak ini gimana sih..udah jaman digital koq masih nanyain surat-surat...jadul pak..kuno...paperless dong..ni sudah saya scan SIM ama STNK nya pak di HP..Pak Pol : "anda kena denda nya 500ribu maksimal, mau bayar disini atau ikut sidang"Sin : "nanti saya transfer saja yo pak..ga bawa cash" 

apa bedanya polisi dan poli(ti)si? kalau 'polisi tidur' dipasang di jalan  kalau poli(ti)si tidur pas rapat sedang berjalan

Aryo Mbediun
Batang padi tua itu kawul Penghangat badan itu kemul Koboi tembak2an pakai pistol Koboi pantun2an pakai dengkul

Tukang OBAT
Koboi tembak tembakan ah... itu mah biasa, kalau koboi pantun pantunan, itu baru luarrr biasa

Aji Muhammad Yusuf
Realita ada yang terjadi pada masa lalu, itu yang mereka hadapi. Ada yang terjadi pada masa sekarang, itu yang kita terima. Ada yang terjadi pada masa depan. Itu yang biasa orang-orang pertanyakan. Ada yang terjadi di alam mimpi. Itu tidak bisa di ambil gambarnya.

Johan
Tanpa bermaksud tidak berempati pada kejadian ini, imajinasi saya langsung melayang-layang. Sebuah tindakan yang tidak disengaja, tapi menimbulkan akibat yang fatal. Walaupun tidak ingin saya hubungkan, pikiran jadi teringat teori butterfly effect, teori kekacauan atau chaos. Kepakan sayap kupu-kupu di Brazil dapat menghasilkan tornado di Texas. Menjelaskan alam semesta beserta penghuninya, semua itu saling memiliki keterkaitan. Pergerakan atau tindakan kecil di suatu tempat, dapat mengakibatkan efek yang besar di tempat lain. Begitu juga tindakan abah menekan post artikel disway, dapat mengakibatkan duel di kolom komentar, dapat pula terjadi tantangan duel di dunia nyata kalau berlanjut panas. Pelaku janjian saling ketemu di suatu tempat, setelah ketemu ternyata masih keluarga yang ternyata sudah lama tidak berjumpa, akhirnya dari niat duel kemudian jadinya berpelukan melepas rindu. Happy ending. Hidup ini misterius.

Aryo Mbediun
Saat Aat mencintai Risa Lautan akan dia seberangi Tambora akan dia daki Tapi kalau hujan, dia ingkar janji. 

Liam
kwkwkwk, jadi ingat jaman SMA dulu, ada guru tertentu yang pasti bikin ngantuk, apes nya ,guru nya galak sekali, sehingga membikin sangat menderita. Ngantuk tapi mau merem takut.

Cu Nuryani Heryana
... "sesal kemudian tiada guna", mudah mudahan penyesalan ibu ini tetap berguna; misal (1) si pelapor akan semakin cermat atas apa yang akan dilaporkan, (2) si penerima laporan semakin cermat ketika merima laporan, apalagi ketika menyelidiki sikon yang dilaporkan, (3) si pemirsa bisa mengambil hikmah dari segala hal yang dialami orang lain... "dari penyesalan orang lain, ada guna buat orang lain".

 

 

 

Tags :
Kategori :

Terkait