Viral, Petani di Lampung Barat Buang Hasil Panen Tomat, Ini Penjelasan Diskoperindag

Senin 28-03-2022,16:29 WIB
Reporter : Lebrina Uneputty
Editor : Lebrina Uneputty

LAMPUNG BARAT, DISWAY.ID--Sebuah video di sosial media menunjukkan petani yang membuang hasil panen tomat di pinggir jalan. Rekaman berdurasi 23 detik itu menunjukkan ratusan tomat yang berserakan di jalan. 

Setelah ditelusuri, lokasi tersebut berada di Pekon Sebarus, Kecamatan Balikbukit Lampung Barat. 

Terkait dengan video tersebut Kepala Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan perdagangan (Diskoperindag) Lampung Barat, Tri Umaryani mengatakan, tidak heran dengan sikap dari petani tersebut. 

Pasalnya, harga jual tomat di tingkat petani anjlok yakni Rp 600 per kilogram. Hal ini yang memicu ada petani membuang hasil panennya. Sebab biaya tidak sesuai dengan hasil yang didapat.

”Iya, untuk fluktuasi harga jual tomat ini sebenarnya sudah sering kali terjadi. Kadang harga anjlok. Tetapi tidak jarang harga jualnya juga menguntungkan petani. Jadi tidak terjadi secara terus menerus. Soal adanya petani yang membuang hasil panen karena harga sedang anjlok, tentunya kami sangat menyayangkan,” kata Tri Umaryani, Minggu 27 Maret 2022.

Ia menduga, anjloknya harga jual saat ini, karena stok melimpah. Artinya dalam persoalan ini, solusi harus dimulai dari hulu. 

Di mana, saat proses pemilihan produk yang akan ditanam, itu melihat terlebih dahulu potensinya.

”Misalkan, saat petani akan menanam jenis tomat, harus melihat wilayah sekitarnya terlebih dahulu. Atau daerah lain yang yang sama-sama penghasil produk sayur-mayur. Ketika semua menanam tomat, maka ada potensi besar  harga jual saat panen akan anjlok,” ujarnya. 

Tri Umaryani juga tidak menampik bahwa banyak petani bergantung pada modal yang dipinjamkan oleh para tengkulak dan dibayar saat panen. 

Kondisi ini menyebabkan mereka harus menjual hasil panen kepada kepada tengkulak. 

”Untuk masalah ini, sebenarnya sudah ada solusi melalui berbagai program pemerintah. Seperti dana KUR, BLUD, dan pijaman koperasi. Dengan begitu petani bisa independent menentukan harga pasar. Tidak lagi bergantung pada ketetapan harga dari para tengkulak,” tegasnya. (nop/ais/RadarLampung)

Kategori :