Kokohnya Masjid Asy Syuhada, Sebuah Simbol Toleransi dan Peradaban Suku Bugis di Bali

Selasa 19-04-2022,21:19 WIB
Reporter : Syaiful Amri
Editor : Syaiful Amri

Langit-langit masjid pun masih asli dan terbuat dari kayu jati.

Tepat di seberang masjid terdapat rumah panggung Bugis satu-satunya yang masih bertahan, diperkirakan usianya 200 tahun.

Keunikan lain dari masjid ini adalah adanya peninggalan Alquran berusia 300 tahun yang lembarannya terbuat dari daun pisang serta dilapisi penutup (hardcover) dari kulit sapi.

Menurut Bachtiar, salah satu pengurus masjid, Alquran tersebut sudah lapuk dan tetap dirawat sebagai sebuah peninggalan budaya masa lampau serta disimpan di rumah warga. 

Seperti dikutip dari Dunia Masjid, diyakini bahwa Masjid Asy Syuhada sebagai rumah ibadah umat Muslim tertua kedua di Bali setelah Masjid Nurul Huda di Desa Gelgel, Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung yang dibangun pada abad 14.

Ide pembangunan Masjid Asy Syuhada datang dari Syekh Haji Mukmin bin Hasanuddin atau Puak Matoa, ulama asal Ujungpandang yang bermukim di Serangan. 

Ia menggerakkan masyarakat Muslim, para pendatang dari Bugis, untuk bersama membangun rumah ibadah yang berada di tengah lingkungan permukiman mereka.

Kehadiran kampung Muslim ini tak lepas dari peran Raja Cokorda Ngurah Sakti atau dikenal sebagai Raja Cokorda Pemecutan III dari Kerajaan Badung yang memberi hadiah lahan seluas 5.000 meter persegi bagi masyarakat Bugis untuk ditinggali di Serangan.

Kado itu dipersembahkan karena masyarakat Bugis yang dikenal setia, telah membantu prajurit Kerajaan Badung saat menaklukkan Kerajaan Mengwi, abad 17.

Kerukunan yang telah terjalin sejak abad 17 itu tetap berlanjut hingga hari ini. Ketua Takmir Masjid Kampung Bugis Syukur menjelaskan kalau umat Muslim dan Hindu di Serangan hidup saling menghormati.

Kedua umat beragama kerap menunjukkan sikap toleransinya terutama saat acara-acara keagamaan atau ketika ada aktivitas bersama.

Pulau Reklamasi

Selain Masjid Asy Syuhada, di Serangan juga terdapat Pura Sakenan yang dibangun sejak abad 10 atau sekitar 1005 Masehi oleh Mpu Kuturan dari Kerajaan Kediri, Jawa Timur. Kedua bangunan itu telah masuk sebagai cagar budaya daerah.

Pulau Serangan semula luasnya hanya 111 ha dan membesar menjadi 481 ha lewat proses reklamasi pada 1995.

Reklamasi awalnya dilakukan untuk tujuan komersial dan terhenti pada 1998 karena krisis ekonomi.

Proses reklamasi saat itu baru berjalan 60 persen. Sebuah jembatan sepanjang sekitar 100 meter dibangun untuk menyambungkan Serangan dan Bali lewat ruas Bypass Ngurah Rai.

Kategori :