BACA JUGA:TVS Kini Hadir di Gresik, Membawa Warna Baru di Kota Industri
TANGGAPAN KRIMINOLOG
Peristiwa ini tentu langsung menyorot perilaku DDS, karena sebelumnya pelaku telah gagal dalam pembunuhan pertama dan malah melakukan pembunuhan kedua yang berhasil.
Terkait kasus tersebut, Kriminolog dari Universitas Indonesia memaparkan bahwa tindakan pelaku didasari karena hilangnya norma acuan hidup dalam diri DDS.
“ketiadaan norma itu bukan berarti normanya tidak ada, melainkan tidak ada norma yang dipegang oleh pelaku untuk menyelesaikan masalahnya,” ujar Josias Simon Kriminolog dari Universitas Indonesia.
BACA JUGA:Kecanggihan Aplikasi BeReal Bisa jadi Tren Baru, Bisa Geser Instagram dan TikTok Nih?
BACA JUGA:Padahal Anak Presiden, Maskawin yang Diberikan Kaesang ke Erina Gudono Jadi Sorotan, Sederhana!
Sementara itu kriminolog dari Australian University, Leopold Sudaryono menerangkan adanya gangguan kesehatan mental yang menjadi penyebab DSS dapat melakukan hal nekat.
Gangguan kesehatan mental yang dialami DDS bisa jadi karena kegagalan komunikasi dalam rumah tangga dan pembebanan secara berlebih terhadap pelaku.
kriminolog dari Australian University, Leopold Sudaryono-Screenshoot/Twitter/@McDonal91826219 -
“Saat anak menyadari tidak dapat memenuhi standar dan harapan orangtuanya, dia akan mencari realitas yang semu,” papar Loepold.
BACA JUGA:Wuih, UMK Bekasi Naik Jadi Rp5,1 Juta, Kok Lebih Tinggi Dari DKI Jakarta?
Berdasarkan teori Pakar Kriminolog Dr Sherry A Thompson, pembunuhan orangtua oleh anak bisa dilandaskan pengabaian di masa kecil.
Psikolog forensik Dennise Harrison yang telah mewawancarai 20 anak pembunuh memaparkan bahwa tindakan membunuh dilakukan karena mereka merasa diabaikan oleh orangtua dimasa kecil.
“Kami sering melihatnya, semua orang mengatakan hal yang sama. ‘tidak mungkin anak itu membunuh orangtua, ia anak yang baik. Begitu juga dengan teman-teman pelaku mengatakan hal serupa,” tukas Harrison.