JAKARTA, DISWAY.ID - Pengamat energi dan pertambangan yang juga alumnus Colorado School of Mines, Insitut Francaise du Petrole dan Universitas Indonesia, Dr Kurtubi memberikan imbauan terhadap para pejabat di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia agar tidak terburu-buru untuk memberikan persetujuan perubahan kepemilikan saham perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Menurutnya, sepanjang menyangkut perubahan kepemilikan atas Konsesi dari suatu area pertambangan, harus didasarkan pada persetujuan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Hal tersebut lantaran Kementerian ESDM dianggap sebagai pihak yang berwenang mengeluarkan Konsesi/IUP.
BACA JUGA:Elon Musk Dituntut Twitter Setelah Batalkan Perjanjian Pembelian Saham 44 Miliar Dolar Amerika
Kurtubi menjelaskan bahwa pemindahtanganan atau jual beli Konsesi/IUP yang sering kali terjadi sekkrang adalah salah satu kelemahan dari Sistem Konsesi (IUP) yang diadopsi pemerintah.
Namun, masih banyak beberapa kekurangan lainnya seperti pihak/lembaga yang diberi wewenang mengeluarkan konsesi/IUP karena sering berubah-ubah dari Bupati ke Gubernur lalu balik lagi ke Kementerian ESDM.
Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan membenarkan bahwa ada upaya praktek mafia tambang lewat PT Aserra Mineralindo Investama (AMI).
Perusahaan tersebut dinilai bertindak sangat sistematis dalam mengambilalih saham PT CLM dan PT Asia Pacific Mineral Resources (APMR) secara tidak sah dan menyerobot pertambangan nikel PT CLM.
BACA JUGA:Hasil Laga Indonesia vs Kamboja Piala AFF: Witan Ditarik, Lini Depan Garuda Kesulitan!
Pertama, ada ajakan kerjasama PT AMI kepada PT CLM melalui kesepakatan PT AMI setor modal USD 28,5 juta. Namun, baru setor USD 2 juta pihak AMI sudah mengklaim kepemilikan yang dilanjutkan dengan penyerobotan lahan tambang. "Setelah mentransfer dana, meski angkanya jauh di bawah kewajiban, mereka bisa mengubah sendiri akta kerjasama, tanpa melalui mekanisme RUPS -- yang notabene ilegal-- hingga melakukan penyerobotan lahan," ungkap Helmut.
Helmut menuturkan kalau mafia tambang itu antara lain memanfaatkan celah dari Sistem Administrasi Hukum Umum (AHU) Online - Kementerian Hukum dan HAM, yang memberi kepercayaan kepada pejabat notaris untuk melakukan eksekusi yang tidak dibenarkan secara hukum. Itu sebabnya, lanjut Helmut, pihaknya meminta perlindungan hukum.
PT CLM dan PT APMR telah menjadi korban pengambilalihan saham secara tidak sah dan melawan hukum oleh PT AMI. Bahkan, pengambilalihan saham tersebut mendapatkan pengakuan/pengesahan dari Ditjen AHU Kemenkum dan HAM, walaupun melanggar UU Minerba No. 3 tahun 2000 dan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht).
Mungkin di lapangan terjadi perkembangan lain berupa pengambilalihan secara paksa dan melanggar hukum terhadap berbagai aset dan properti PT CLM di wilayah konsesi pertambangan nikelnya di Kec. Malili, Kab. Luwu Timur, Sulawesi Selatan oleh segerombolan orang yang mengaku sebagai manajemen PT CLM yang baru pimpinan Zainal Abidinsyah Siregar. Ironisnya, peristiwa ini seolah mendapat restu Polres Luwu Timur karena aparat polisi tidak berupaya mencegah pengambilalihan tersebut.
BACA JUGA:Masjid Istiqlal Sediakan Lahan Parkir untuk Jemaat Gereja Katedral Rayakan Natal
Gerombolan penyerobot mengklaim bahwa pengambilalihan itu memiliki landasan hukum berupa akuisisi saham PT CLM yang sudah mendapatkan restu dari pihak pemerintah melalui Ditjen AHU Kemenkum dan HAM. Namun ironisnya pengesahan ini bertentangan dengan UU Minerba dan keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht). Dan kemudian ternyata lagi-lagi terbukti bahwa akuisisi saham PT CLM dan PT APMR itu cacat hukum.