Palestina di Bawah Turki Utsmani
Setelah Ayyubiah berakhir, penguasa Muslim berikutnya atas Palestina adalah Mamluk. Namun, pada 1486, pecah konflik antara Mamluk dan Turki Utsmani. Sejak itulah, pada 1516, Turki Utsmani menjadi pengusaha tunggal Palestina.
Sebagaimana era awal Islam, pemerintah Turki Utsmani memberikan dampak besar yang positif terhadap Palestina. Kemakmuran ekonomi dan harmoni sosial berlangsung selama berabad-abad. Pelabuhan-pelabuhan, masjid, gereja, sekolah, pasar, istana, kantor administrasi didirikanlah di kota-kota seperti Yarussalem, Akka, Jaffa, Nablus, Jenin, dan Betlehem (Zuhaer Abdel Latif Ghanayem, 2001).
Kedamaian Palestina kembali terusik ketika Napoleon Bonaparte pada tahun 1799 berkampanye menaklukkan Mesir. Salah satunya tentara Napoleon berhenti di Tiberias dan Nazareth (Ali Hammoud, 2020). Eropa yang Katolik berusaha mengambil alih tanah Palestina dari umat muslim.
Walaupun Napoleon Bonaparte gagal menguasai sepenuhnya tanah Palestina, Inggris datang menggantikan Itali. Melalui Deklarasi Balfour tahun 1918, Inggris berkomitmen membangun kekuatan politik berbasis ras Yahudi di Palestina. Sampai tahun 1920, banyak kota Palestina jatuh ke Inggris dan migrasi besar-besaran Yahudi ke Palestina terus berlanjut hingga tahun 1948, dan negara Israel berdiri.
Sejak bangsa Eropa masuk ke Palestina, maka tidak ada lagi kedamaian. Tidak ada lagi kesucian Yarussalem. Hal itu tidak saja terjadi sejak Perang Salib sampai Kolonialisme Inggris dan Amerika, tetapi sejak Romawi dan Sasaniyah Persi menguasai Palestina. (*)
*) Penulis adalah Alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; Alumni Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015.