Inilah cara Pemilu Rektor di ITS Surabaya: populis dikombinasikan akademis. Tanpa mengabaikan ambisi pribadi dan self inisiative.
Awalnya, KPU-ITS membuka pendaftaran carek. Terjaring sebanyak 20 calon. KPU melakukan seleksi administrasi. Lolos semua. "Kan mereka sudah tahu syaratnya. Jadi tidak ada yang tidak lolos," ujar ketua Komisi Pemolihan Umum Institut Teknologi 10 Nopember Surabaya Prof Dr Triyogi Yuwono. Beliau mantan rektor ITS sendiri.
Dengan cara mendaftarkan diri itu unsur inisiatif terpenuhi. Orang yang mau jadi rektor harus punya dorongan kuat dari dalam dirinya sendiri. Harus ada ambisi untuk memajukan lembaga.
Sebagai bentuk kehati-hatian, seleksi administrasi dilakukan.
Proses selanjutnya: populis. Daftar calon yang 20 orang itu diumumkan. Lengkap dengan riwayat hidup singkat. Termasuk prestasi akademik mereka.
Mereka juga diberi kesempatan memaparkan visi dan misi masing-masing. ITS pun ramai sekali. Pemilu beneran.
Terlihat tidak semua carek dapat gelar S-1 dari ITS. Ada yang S-1 nya di IPB-Bogor. Mayoritas mereka memperoleh S-2 dan S-3 di luar negeri. Merata. Ada Jepang, Inggris, Eropa dan Amerika.
Pemilu pun dilaksanakan. Jumlah pemilih tetapnya: 29.125 orang. Mereka adalah mahasiswa (26.000an), dosen (1.057 orang) dan tenaga pendidikan (1.084 orang).
Mereka, masing-masing, diminta memilih lima orang yang paling mereka sukai. Harus lima orang. "Kalau kurang lima orang sistemnya tidak jalan. Tidak bisa klik 'enter'," ujar Prof Triyogi.
Pemilu rektor di ITS memang menggunakan sistem elektronik. "Kami menyebutnya sistem e-aspirasi," ujar Prof Triyogi.
Hanya sebanyak 55 persen mahasiswa yang menggunakan hak pilih. Prosentasi dosen dan tenaga pengajar jauh lebih tinggi: 91 persen.
Terpilihlah 5 Carek yang paling disukai: Agus Muhammad Hatta MT MSi PhD, Bambang Pramujati ST MScEng PhD, Prof Dr Ketut Buda Artana ST MSc, Dr Ir Machsus ST MT, dan Prof Dr Ir Sri Gunani Partiwi MT.
Rupanya lima nama ini sempat memancing reaksi. Dianggap tidak sesuai dengan lima besar aspek kompetensi.
Menurut lima besar kompetensi,
Tiga di antaranya wanita: Prof Dr Sri Gunani Partiwi, Prof Dr Umi Laili Yuhana, dan Prof Dr Siti Machmudah.
Sampai tahap ini era rektor wanita seperti tak terbendung: Rektor ITB wanita: Prof Dr Ir NR Reini Djuhraeni Wirahadikusumah. Rektor Universitas Padjadjaran wanita: Prof Rina Indiastuti.
Rektor Universitas Gadjah Mada juga wanita: Prof Dr dr Ova Emilia. Sabtu lalu saya bertemu Prof Rina di MarkPlus Jakarta. Malamnya bertemu Prof Ova nonton bareng konser Ariel Noah.
Dari lima besar itu akan dikerucutkan menjadi 'tiga besar'. Kali ini giliran senat yang melakukan pemilihan. Yakni setelah lima calon itu memaparkan program mereka di depan senat. Pemungutan suara di senat juga pakai e-aspirasi. Jumlah yang tergabung di senat 71 orang. Seru juga.
Tiga besar itu sudah terpilih dua hari lalu. Agus Muhammad Hatta MT MSi PhD dari Departemen Teknik Fisika, Bambang Pramujati ST MScEng PhD dari Departemen Teknik Mesin, dan Dr Ir Machsus ST MT dari Departemen Teknik Infrastruktur Sipil.
Sri Gunani yang tidak lolos ke tiga besar adalah guru besar tehnik sistem dan industri. Di ITS bidang itu masuk di fakultas tehnologi industri rekayasa sistem.
Gunani sudah 33 tahun mengabdi di ITS. Menadi direktur SDM di sana. Slogan kampanye Gunani: SMART –spesifik, measurable, relevan dan time bound.
Calon yang laki-laki, Prof Tri Arief, yang tidak masuk lima besar akhir itu, adalah guru besar Biomedik. Pidato guru besarnya berjudul 'analisis dan proses citra biomedik untuk kedokteran'. Doktornya dari Groningen Belanda –juga di bidang biomedik.
Misinya: hilirisasi riset.
Slogannya: B3TA –bersatu, berkinerja, berkelanjutan dan saya lupa Ta-nya apa.
Carek satunya lagi: Agus Muhamad Hatta. Ia ahli optical fiber sensing. Lulusan tehnik fisika ITS. Doktornya di Technological University Glasgow.
Agus punya 110 inovasi. Pernah jadi direktur inovasi ITS. Anak 3 orang. Slogannya: KITA --karakter, inovasi dan tatakelola.
Tiga orang itu akan menghadap menteri. Semacam dites. Tiga orang inilah: Agus Muhammad Hatta, Bambang Pramijati, dan Machsus yang akan dipilih di tahap selanjutnya. Yang memilih kali itu majelis wali amanah (MWA) –yang diketuai Prof Dr Muh Nuh. Pak Nuh, Anda sudah tahu: mantan rektor ITS, mantan menkominfo serta mantan menteri pendidikan kebudayaan.
Hasil pilihan MWA inilah yang akan diajukan ke menteri pendidikan dan kebudayaan. Lengkap dengan perolehan suara mereka.
Setelah melihat skor itu menteri akan menjatuhkan suaranya ke siapa. Jumlah suara menteri 30 persen. Tidak harus ke yang nomor 1 pilihan MWA. Terserah menteri.
Dalam kasus Pemilu rektor Unpad, suara menteri dibagi tiga. Rata. Masing-masing 10 persen. Siapa pun yang terpilih sama dekatnya dengan menteri.
Setelah menteri menjatuhkan pilihan, hasil perolehan suara final itu dikembalilan ke MWA. Disyahkan oleh MWA: 20 Desember depan ITS punya rektor baru. Menggantikan Prof Dr Moch Ashari yang sangat berprestasi.
Sistem Pemilu Rektor seperti itu sudah terbukti menghasilkan Prof Ashari yang berkualitas tinggi. Masih harus ada bukti sekali lagi dari Pemilu kali ini.
Di Indonesia sistem Pemilu rektor diserahkan ke MWA. Karena itu ada MWA yang merasa punya kuasa besar: seperti di UNS Solo. MWA-nya akan ngotot melantik rektor pilihan mereka --abai pada suara menteri. Ngotot.
Sesaat sebelum pelantikan, MWA-nya dibekukan oleh menteri. Sampai sekarang.
Pejabat yang tidak menggunakan kekuasaan disebut abai.
Kelebihan menggunakan kekuasaan dinilai diktator.
Yang pas tentu yang di tengah-tengah. (*)
*) Diedit ulang pada pukul 8.16 WIB