“Dengan segala upaya yang telah lakukan, tentunya kami masih sangat membutuhkan bantuan pemerintah untuk mengendalikan kasus penyiksaan hewan yang terus menerus bertambah dan berkembang," kata Karin Franken
"Kami sebagai aktivis hewan menawarkan diri untuk menjadi mitra pemerintah dan bergandengan tangan untuk bersama-sama menanggulangi masalah ini,” sambungnya.
Diketahui, berdasarkan laporan yang diterbitkan oleh Koalisi Kekejaman Satwa di Media Sosial (SMACC), Indonesia merupakan negara yang dikenal tidak ramah pada hewan.
Hal itu dikarenakan negara Indonesia merupakan negara yang paling banyak mengunggah video kekerasan terhadap hewan dengan 1.569 video.
BACA JUGA:Prestasi Awal Tahun, Humas Pegadaian Raih Indonesia Public Relations Award 2024
BACA JUGA:Apple-Samsung Lewat, Ini 15 HP Terlaris Sepanjang Sejarah di Dunia, Pernah Pakai?
Senada dengan SMACC, media swasta juga mengungkapkan bahwa banyak orang Indonesia membuat dan memasok konten-konten penyiksaan hewan untuk dijual di sejumlah platform internet.
Founder and CEO NSN, Davina Veronica menyebut hal ini salah satunya terjadi karena kurangnya perlindungan bagi aktivis penyelamat satwa.
Bahkan, tak jarang aktivis dilaporkan balik oleh warga yang dinilai menelantarkan peliharaannya.
“Jika aktivis perlindungan hewan sudah memiliki bukti kekerasan terhadap hewan, tidak mudah juga menindaklanjutinya ke penegak hukum. Tak jarang dilempar ke sana kemari," kata dia.
BACA JUGA:Begini Respons Eks Kapten Liverpool Usai Tahu Jurgen Klopp Cabut di Akhir Musim
BACA JUGA:Direktur Keuangan dan Perencanaan Strategis Pegadaian Raih Best CFO Award 2024
Devina menyebut pihaknya membutuhkan semacam badan untuk melindungi satwa seperti Komisi Perlindungan Satwa untuk mengawasi kasus-kasus kekerasan terhadap hewan dan membantu menggerakkan hukum yang berlaku untuk menghukum para pelaku.
"Bahwa penyiksaan dan bentuk kekerasan apa pun terhadap hewan tidak patut untuk ditoleransi,” kata Davina.