Adapun mengenai wajib tidaknya atau qadha puasa dilakukan secara berurutan, ada dua pendapat, yaitu:
1. Menyatakan bahwa jika hari puasa yang ditinggalkannya berurutan maka qadha harus dilaksanakan secara berurutan pula, lantaran qadha merupakan pengganti puasa yang telah ditinggalkan
2. Menyatakan bahwa pelaksanaan qadha puasa tidak harus dilakukan secara berurutan, lantaran tidak ada satu pun dalil yang menyatakan qadha puasa harus berurutan.
Dengan demikian, qadha puasa tidak wajib dilakukan secara berurutan. Namun dapat dilakukan dengan leluasa, kapan saja dikehendaki. Boleh secara berurutan, boleh juga secara terpisah.
BACA JUGA:Kapan Puasa Ramadhan Muhammadiyah 2024? Ini Jadwalnya
Lantas, kapan batas waktu mengganti utang puasa di bulan Sya’ban?
Dikutip dari laman NU Online, Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) Alhafiz Kurniawan menjelaskan bahwa tidak ada batas waktu mengganti utang puasa Ramadhan di bulan Sya’ban.
Hal ini berlaku untuk orang-orang yang membatalkan puasa karena ada uzur, seperti sakit, dan hal-hal lain sehingga harus mengganti di bulan lain.
“Boleh mengqadha puasa hingga akhir bulan Sya’ban,” kata Hafiz.
BACA JUGA:Simak Tips Cerdik dan Sehat Sambut Ibadah Puasa Ramadhan 2024 dari Kemenkes
Hafiz juga menerangkan hal lain terkait qadha puasa.
Ia menjelaskan bagi orang yang membatalkan puasanya demi orang lain seperti ibu menyusui atau ibu hamil; dan orang yang menunda qadha puasanya karena kelalaian hingga Ramadhan tahun berikutnya tiba mendapat beban tambahan.
“Keduanya diwajibkan membayar fidyah di samping mengqadha puasa yang pernah ditinggalkannya,” terang Hafiz.
Ia juga mengingatkan bahwa beban fidyah itu terus muncul seiring pergantian tahun dan tetap menjadi tanggungan orang yang yang berutang (sebelum dilunasi).
Hal itu ia kutip dari keterangan Syekh M Nawawi Banten dalam kitab Kasyifatus Saja ala Safinatun Najah halaman 114.